Jumat, 04 April 2025

Tahapan Pemeriksaan Pajak: Dari Surat Perintah Pemeriksaan hingga Surat Ketetapan Pajak

 1. Pendahuluan

Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self-assessment, di mana Wajib Pajak memiliki tanggung jawab untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya secara mandiri. Untuk memastikan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan pajak.

Pemeriksaan pajak merupakan serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan. Kegiatan ini dapat dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan maupun untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.  

Landasan hukum utama yang mengatur mengenai pemeriksaan pajak di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) beserta perubahannya. Selain itu, terdapat berbagai peraturan pelaksana di tingkat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang memberikan rincian lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan pajak. Beberapa PMK yang relevan antara lain adalah PMK Nomor 17/PMK.03/2013 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PMK Nomor 18/PMK.03/2021, dan kemungkinan juga PMK Nomor 15 Tahun 2025 serta PMK Nomor 80 Tahun 2023 yang mengatur tentang penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP). Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan juga menjadi dasar dalam penyesuaian ketentuan mengenai pemeriksaan pajak. Latar belakang diterbitkannya berbagai peraturan ini menunjukkan bahwa regulasi mengenai pemeriksaan pajak terus mengalami perkembangan dan penyesuaian.  

Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan secara kronologis tahapan-tahapan dalam proses pemeriksaan pajak di Indonesia, mulai dari penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) hingga diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP), termasuk batas waktu untuk setiap tahapan jika memang diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemahaman yang baik mengenai proses ini penting bagi Wajib Pajak untuk memastikan hak dan kewajibannya terpenuhi selama proses pemeriksaan.

2. Awal Pemeriksaan: Surat Perintah Pemeriksaan (SP2)

2.1. Definisi dan Tujuan SP2

Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) adalah surat perintah resmi yang diterbitkan oleh DJP untuk menugaskan tim pemeriksa pajak melaksanakan pemeriksaan pajak. SP2 menjadi dasar hukum bagi pemeriksa pajak untuk melakukan serangkaian kegiatan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan Wajib Pajak terhadap kewajiban perpajakannya dan/atau untuk tujuan lain yang berkaitan dengan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.  

2.2. Proses Penerbitan SP2

SP2 diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2), yaitu unit di lingkungan DJP yang memiliki tugas dan wewenang untuk melaksanakan pemeriksaan pajak. Dalam SP2 dicantumkan identitas tim pemeriksa pajak (nama/NIP, pangkat/golongan, dan jabatan), identitas Wajib Pajak (nama, NPWP, alamat), masa dan tahun pajak yang diperiksa, kode atau kriteria pemeriksaan, serta tujuan dilakukannya pemeriksaan. Bagian tujuan pemeriksaan ini penting untuk mengidentifikasi apakah SP2 diterbitkan dalam rangka pengujian kepatuhan atau untuk tujuan lain.  

2.3. Pemberitahuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak

Pada saat memulai pemeriksaan, pemeriksa pajak wajib memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2 asli kepada Wajib Pajak yang diperiksa. Wajib Pajak berhak meminta pemeriksa pajak untuk menunjukkan kedua dokumen tersebut sebagai bukti legalitas pemeriksaan. Kewajiban ini merupakan bentuk perlindungan hak Wajib Pajak agar terhindar dari pemeriksaan yang tidak sah.  

2.4. Prosedur Pemberitahuan Awal Berdasarkan Jenis Pemeriksaan

Prosedur pemberitahuan pemeriksaan kepada Wajib Pajak berbeda tergantung pada jenis pemeriksaan yang dilakukan, yaitu Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor.  

  • Pemeriksaan Lapangan

Dalam hal pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak atau tempat lain yang terkait dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, SP2 disampaikan bersamaan dengan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan (SPPL) kepada Wajib Pajak pada saat dimulainya pemeriksaan. Penyampaian SPPL dapat dilakukan secara langsung kepada Wajib Pajak, wakil atau kuasa Wajib Pajak, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak. Jika Wajib Pajak tidak berada di tempat, SPPL dapat disampaikan melalui faksimile, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman.  

  • Pemeriksaan Kantor:

Jika pemeriksaan dilakukan di kantor DJP, Wajib Pajak akan menerima SP2 bersamaan dengan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor. Surat panggilan ini disampaikan melalui faksimile, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman. Surat panggilan tersebut mencantumkan hari, tanggal, tempat, dan waktu bagi Wajib Pajak atau kuasanya untuk hadir di kantor DJP serta dokumen-dokumen yang perlu dibawa.  

Perbedaan prosedur pemberitahuan ini disesuaikan dengan karakteristik masing-masing jenis pemeriksaan. Pemeriksaan lapangan memerlukan pemberitahuan langsung di lokasi pemeriksaan, sementara pemeriksaan kantor memerlukan panggilan resmi agar Wajib Pajak hadir dengan membawa dokumen yang diperlukan.

2.5. Pertemuan Awal dengan Wajib Pajak

Dalam pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, setelah menyampaikan SPPL (untuk pemeriksaan lapangan) atau pada saat Wajib Pajak memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor (untuk pemeriksaan kantor), pemeriksa pajak akan melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak atau wakilnya. Pertemuan ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai alasan dan tujuan pemeriksaan, hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan pemeriksaan, hak Wajib Pajak untuk mengajukan Quality Assurance, serta kewajiban Wajib Pajak untuk memenuhi permintaan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak. Pertemuan awal ini penting untuk menciptakan pemahaman yang sama antara pemeriksa dan Wajib Pajak terkait proses pemeriksaan yang akan dilakukan.  

3. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

3.1. Hak dan Kewajiban Selama Pemeriksaan

Selama proses pemeriksaan pajak berlangsung, baik pemeriksa pajak maupun Wajib Pajak memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.

  • Hak Pemeriksa Pajak

Dalam melaksanakan pemeriksaan, pemeriksa pajak berwenang untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak, dan/atau barang tidak bergerak yang dipandang perlu guna kelancaran pemeriksaan, termasuk yang digunakan untuk menyimpan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data elektronik, serta uang.

Pemeriksa juga berhak meminta data, informasi, atau keterangan dan/atau penjelasan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak, termasuk memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor DJP. Selain itu, pemeriksa dapat meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa , serta meminta bantuan dari Wajib Pajak untuk kelancaran pemeriksaan, seperti penyediaan tenaga dan/atau peralatan jika diperlukan akses ke data elektronik, pemberian hak akses atas barang bergerak dan/atau tidak bergerak, penyediaan ruangan khusus untuk pemeriksaan di tempat Wajib Pajak, dan/atau penyediaan tenaga pendamping.  

  • Kewajiban Wajib Pajak

Wajib Pajak yang diperiksa memiliki kewajiban untuk memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan, khususnya untuk pemeriksaan kantor. Wajib Pajak juga wajib memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.

Khusus untuk pemeriksaan lapangan, Wajib Pajak wajib memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik. Kewajiban lainnya adalah memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan, menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP), meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik (khusus untuk pemeriksaan kantor), dan memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.  

  • Hak Wajib Pajak

Selain kewajiban, Wajib Pajak juga memiliki hak selama proses pemeriksaan. Hak-hak tersebut antara lain meminta kepada pemeriksa pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2, meminta untuk diberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan jika pemeriksaan dilakukan dengan jenis pemeriksaan lapangan, meminta untuk diperlihatkan surat yang berisi perubahan tim pemeriksa pajak jika ada perubahan anggota tim, meminta penjelasan tentang alasan dan tujuan pemeriksaan, menerima SPHP, menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan, mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan jika terdapat hasil pemeriksaan yang terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati (kecuali untuk pemeriksaan atas data), dan memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan pemeriksaan oleh pemeriksa pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan.  

3.2. Jenis Informasi dan Dokumen yang Umumnya Diminta

Dalam pelaksanaan pemeriksaan, pemeriksa pajak akan meminta berbagai jenis informasi dan dokumen dari Wajib Pajak sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan. Beberapa jenis dokumen yang umumnya diminta antara lain adalah laporan keuangan untuk masa atau tahun pajak yang diperiksa, buku besar dan catatan akuntansi, dokumen terkait pencatatan uang kas dan/atau seluruh rekening koran Wajib Pajak, dokumen terkait pencatatan penjualan dan piutang, dokumen terkait seluruh penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), seluruh Faktur Pajak Keluaran yang diterbitkan pada masa pajak yang diperiksa, dokumen terkait dengan peredaran usaha, kontrak atau perjanjian jual-beli terkait transaksi, dokumentasi harga wajar transaksi transfer pricing (jika relevan), serta informasi mengenai pelanggan dan pemasok utama Wajib Pajak. Selain itu, pemeriksa juga dapat meminta klarifikasi terkait proses bisnis Wajib Pajak dan transaksi-transaksi yang bersifat khusus.  

3.3. Proses Akses ke Tempat dan Catatan Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan)

Untuk pemeriksaan lapangan, sebelum memasuki tempat Wajib Pajak, pemeriksa pajak wajib menunjukkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SPPL. Wajib Pajak memiliki kewajiban untuk mengizinkan pemeriksa masuk dan memberikan bantuan yang diperlukan untuk kelancaran pemeriksaan. Pemeriksaan umumnya dilakukan pada jam kerja, namun jika diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja.  

3.4. Jangka Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan (Pengujian)

Jangka waktu pengujian pemeriksaan pajak dibatasi oleh peraturan perundang-undangan. Batas waktu ini berbeda tergantung pada jenis pemeriksaan yang dilakukan.  

Tahap

Jenis Pemeriksaan

Batas Waktu

Dasar Hukum

Pengujian

Pemeriksaan Lapangan

Maksimal 6 bulan, dihitung sejak SPPL disampaikan sampai tanggal SPHP disampaikan (dapat diperpanjang 2 bulan)

PMK 17/2013 jo PMK 18/2021, dll.

Pengujian

Pemeriksaan Kantor

Maksimal 4 bulan, dihitung sejak Wajib Pajak datang memenuhi panggilan sampai tanggal SPHP disampaikan (dapat diperpanjang 2 bulan)

PMK 17/2013 jo PMK 18/2021, dll.

Pengujian

Pemeriksaan Spesifik

Maksimal 1 bulan sejak SP2 disampaikan sampai tanggal SPHP disampaikan

PMK 17/2013 jo PMK 18/2021, dll.

Pemeriksaan (Keseluruhan)

Tujuan Lain

Maksimal 4 bulan sejak SP2 disampaikan sampai dengan LHP selesai

PMK 17/2013 jo PMK 18/2021, dll.

Tabel di atas merangkum batas waktu pengujian untuk berbagai jenis pemeriksaan. Perbedaan batas waktu ini kemungkinan didasarkan pada tingkat kompleksitas dan ruang lingkup pemeriksaan. Adanya kemungkinan perpanjangan waktu untuk pemeriksaan lapangan dan kantor menunjukkan bahwa dalam kondisi tertentu, proses pemeriksaan mungkin memerlukan waktu lebih lama dari batas waktu standar.

4. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP)

4.1. Definisi dan Isi SPHP

Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) adalah surat yang berisi pemberitahuan mengenai hasil sementara pemeriksaan pajak kepada Wajib Pajak. SPHP memuat temuan-temuan pemeriksaan, termasuk pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara jumlah pokok pajak terutang, dan perhitungan sementara sanksi administrasi. SPHP harus dilampiri dengan daftar temuan hasil pemeriksaan yang lebih rinci. SPHP menjadi sarana bagi DJP untuk mengkomunikasikan hasil analisis sementara kepada Wajib Pajak sebelum penetapan pajak final.  

4.2. Prosedur Penyampaian SPHP

SPHP dan daftar temuan hasil pemeriksaan disampaikan oleh pemeriksa pajak secara langsung kepada Wajib Pajak atau melalui faksimile. Jika SPHP disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak menolak untuk menerimanya, Wajib Pajak harus menandatangani surat penolakan menerima SPHP. Apabila Wajib Pajak menolak menandatangani surat penolakan, pemeriksa pajak akan membuat berita acara penolakan menerima SPHP yang ditandatangani oleh tim pemeriksa pajak.  

4.3. Hak Wajib Pajak untuk Menanggapi SPHP dan Batas Waktu Tanggapan

Setelah menerima SPHP, Wajib Pajak memiliki hak untuk memberikan tanggapan tertulis atas hasil pemeriksaan. Batas waktu untuk menyampaikan tanggapan tertulis adalah paling lama 7 hari kerja sejak tanggal SPHP diterima oleh Wajib Pajak. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan perpanjangan penyampaian tanggapan SPHP dengan tambahan waktu 3 hari kerja sejak jangka waktu penyampaian tanggapan berakhir. Tanggapan tertulis dari Wajib Pajak dapat berupa lembar pernyataan persetujuan hasil pemeriksaan jika Wajib Pajak menyetujui seluruh hasil pemeriksaan, atau surat sanggahan jika Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan. Tahap ini memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk mengklarifikasi atau menyanggah temuan pemeriksa sebelum hasil pemeriksaan ditetapkan secara final.  

5. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (Closing Conference)

5.1. Tujuan dan Proses Closing Conference

Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP) atau closing conference adalah pertemuan antara Wajib Pajak dan pemeriksa pajak untuk membahas temuan-temuan pemeriksaan yang tercantum dalam SPHP dan tanggapan Wajib Pajak (jika ada). Tujuan dari pembahasan ini adalah untuk mencapai kesepakatan atas koreksi-koreksi pajak yang diusulkan. Hasil dari pembahasan akhir akan dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok pajak terutang baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui, beserta perhitungan sanksi administrasinya.  

5.2. Pemberitahuan dan Penjadwalan Closing Conference

Kantor pajak akan mengirimkan undangan pembahasan akhir secara tertulis kepada Wajib Pajak. Undangan ini harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 3 hari kerja terhitung sejak diterimanya tanggapan tertulis atas SPHP dari Wajib Pajak, atau sejak berakhirnya jangka waktu perpanjangan penyampaian tanggapan tertulis jika Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan. Undangan tersebut akan mencantumkan hari, tanggal, dan tempat pelaksanaan pembahasan akhir.  

5.3. Konsekuensi Ketidakhadiran Wajib Pajak

Kehadiran dalam pembahasan akhir merupakan hak Wajib Pajak. Jika Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan akhir tetapi menyampaikan lembar pernyataan persetujuan hasil pemeriksaan, maka pajak yang terutang akan dihitung sesuai dengan lembar pernyataan persetujuan tersebut. Jika dalam tanggapan tertulis Wajib Pajak menyatakan tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan namun tidak hadir dalam pembahasan akhir, pajak yang terutang akan dihitung berdasarkan SPHP dengan jumlah yang tidak disetujui sesuai dengan surat sanggahan Wajib Pajak. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis dan tidak hadir dalam pembahasan akhir, pajak yang terutang akan dihitung berdasarkan SPHP dan Wajib Pajak dianggap menyetujui hasil pemeriksaan.  

5.4. Mekanisme Penyelesaian Ketidaksepakatan dan Peran Quality Assurance

Apabila dalam proses pembahasan akhir terjadi perbedaan pendapat antara pemeriksa pajak dan Wajib Pajak, Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Permohonan ini dapat diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) maksimal 3 hari setelah risalah pembahasan akhir ditandatangani oleh pemeriksa, tetapi berita acara pembahasan akhir hasil pemeriksaan belum ditandatangani oleh Wajib Pajak maupun pemeriksa. Perlu diingat bahwa ruang lingkup pembahasan dengan Tim Quality Assurance terbatas pada ketentuan formal atau dasar hukum koreksi. Perbedaan pendapat secara material akan tetap dituangkan dalam risalah pembahasan akhir dan dapat diajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak setelah diterbitkannya surat ketetapan pajak.  

6. Penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)

6.1. Definisi dan Komponen Utama LHP

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan. LHP menjadi dasar bagi penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Untuk pemeriksaan kepatuhan, LHP sekurang-kurangnya memuat penugasan pemeriksaan, identitas Wajib Pajak, pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak, pemenuhan kewajiban perpajakan, data/informasi yang tersedia, buku dan dokumen yang dipinjam, materi yang diperiksa, uraian hasil pemeriksaan, ikhtisar hasil pemeriksaan, penghitungan pajak terutang, serta simpulan dan usul pemeriksa pajak. Untuk pemeriksaan tujuan lain, LHP sekurang-kurangnya memuat identitas Wajib Pajak, penugasan pemeriksaan, dasar (tujuan) pemeriksaan, buku dan dokumen yang dipinjam, materi yang diperiksa, uraian hasil pemeriksaan, serta simpulan dan usul pemeriksa.  

6.2. Proses Penyusunan LHP Setelah Closing Conference

LHP disusun oleh tim pemeriksa pajak berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) dan hasil pembahasan akhir yang tercantum dalam Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. LHP mencerminkan koreksi-koreksi yang disepakati maupun yang tidak disepakati, serta perhitungan akhir pajak terutang menurut hasil pemeriksaan. LHP juga dilengkapi dengan Executive Summary yang berisi ringkasan hasil pemeriksaan dan daftar koreksi terbesar.  

6.3. Jangka Waktu Penyusunan LHP

Jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan pelaporan (penyusunan LHP) adalah paling lama 2 bulan yang dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak. Namun, untuk jenis pemeriksaan tertentu, seperti yang terkait dengan transfer pricing atau prosedur persetujuan bersama (Mutual Agreement Procedure), jangka waktu ini mungkin lebih singkat, misalnya 30 hari kerja atau 10 hari kerja.  

7. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP)

7.1. Definisi dan Jenis-Jenis SKP

Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat ketetapan yang diterbitkan oleh DJP berdasarkan hasil pemeriksaan pajak yang tercantum dalam LHP. Terdapat beberapa jenis SKP yang dapat diterbitkan, tergantung pada hasil pemeriksaan :  

Jenis SKP

Deskripsi

Kondisi Pemicu (Sederhana)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Surat ketetapan yang menyatakan adanya kekurangan pembayaran pajak.

Pajak yang dibayar lebih kecil dari pajak yang seharusnya terutang; SPT terlambat disampaikan dan tidak dipenuhi setelah ditegur; kelebihan pembayaran PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasikan; masalah pembukuan/pencatatan.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Surat ketetapan yang menyatakan adanya tambahan kekurangan pembayaran pajak setelah dilakukan pemeriksaan ulang.

Pemeriksaan ulang mengungkapkan adanya tambahan kekurangan pembayaran pajak.

Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

Surat ketetapan yang menyatakan jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau tidak ada pajak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.

Jumlah kredit pajak atau pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak terutang; tidak ada pajak terutang dan tidak ada kredit pajak/pembayaran pajak.

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Surat ketetapan yang menyatakan adanya kelebihan pembayaran pajak.

Jumlah kredit pajak atau pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang.

Surat Ketetapan Pajak PBB (SKP PBB)

Surat ketetapan khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan, yang menyatakan besarnya pokok PBB atau selisih pokok PBB yang terutang.

SPT Objek Pajak terlambat disampaikan; PBB terutang lebih besar dari yang dihitung berdasarkan SPT; data baru ditemukan saat pemeriksaan ulang yang menambah jumlah PBB terutang.

7.2. Dasar Hukum Penerbitan Berbagai Jenis SKP

Penerbitan setiap jenis SKP didasarkan pada kondisi dan temuan spesifik yang tercantum dalam LHP serta sesuai dengan ketentuan UU KUP dan PMK terkait. Misalnya, SKPKB diterbitkan jika terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar, SPT terlambat disampaikan dan tidak dipenuhi setelah ditegur secara tertulis, atau dalam kasus kelebihan pembayaran PPN/PPnBM yang seharusnya tidak dikompensasikan atau dikenai tarif 0%.  

7.3. Batas Waktu Penerbitan SKP

Secara umum, SKP (termasuk SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, dan SKP PBB) dapat diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak. Namun, perlu diperhatikan bahwa terdapat kemungkinan pengecualian terhadap aturan umum ini sebagaimana diatur dalam PMK 80/2023.  

7.4. Prosedur Penyampaian SKP

SKP yang telah diterbitkan akan disampaikan kepada Wajib Pajak secara langsung, secara elektronik, atau melalui pos/ekspedisi/kurir. Penerbitan SKP didasarkan pada Nota Penghitungan yang dibuat berdasarkan LHP.  

8. Kesimpulan

Proses pemeriksaan pajak di Indonesia terdiri dari beberapa tahapan penting yang harus dilalui secara kronologis, mulai dari penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) sebagai tanda dimulainya pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan dengan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak, penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) yang memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk menanggapi temuan sementara, pembahasan akhir hasil pemeriksaan (closing conference) untuk mencapai kesepakatan, penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang mendokumentasikan seluruh proses dan hasil pemeriksaan, hingga akhirnya diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP).

Setiap tahapan dalam proses ini memiliki batas waktu tertentu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, seperti batas waktu pengujian pemeriksaan (6 bulan untuk pemeriksaan lapangan, 4 bulan untuk pemeriksaan kantor, 1 bulan untuk pemeriksaan spesifik, dan 4 bulan untuk tujuan lain), batas waktu tanggapan SPHP (7 hari kerja dengan kemungkinan perpanjangan 3 hari kerja), batas waktu undangan pembahasan akhir (3 hari kerja setelah tanggapan SPHP diterima), dan batas waktu penyelesaian pembahasan akhir dan LHP (2 bulan setelah SPHP disampaikan). Selain itu, terdapat batas waktu umum penerbitan SKP, yaitu 5 tahun setelah pajak terutang atau akhir tahun pajak.

Wajib Pajak memiliki berbagai hak dan kewajiban selama proses pemeriksaan. Memahami hak-hak seperti meminta identitas pemeriksa dan SP2, menerima penjelasan tujuan pemeriksaan, memberikan tanggapan atas SPHP, menghadiri pembahasan akhir, dan mengajukan Quality Assurance penting untuk memastikan proses pemeriksaan berjalan sesuai ketentuan. Di sisi lain, Wajib Pajak juga memiliki kewajiban untuk memenuhi panggilan pemeriksaan, memberikan dokumen dan keterangan yang diperlukan, serta memberikan akses ke tempat dan data yang relevan.

Pemahaman yang komprehensif mengenai tahapan-tahapan pemeriksaan pajak beserta batas waktu dan hak kewajiban yang terkait sangat penting bagi Wajib Pajak untuk memastikan kepatuhan, mengelola potensi risiko pajak, dan berpartisipasi secara efektif dalam proses pemeriksaan. Keterbukaan dan kerja sama yang baik antara Wajib Pajak dan pemeriksa pajak akan membantu kelancaran proses pemeriksaan dan meminimalkan potensi sengketa di kemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengapa Tax Ratio Indonesia Rendah

Pendahuluan: Memahami Rasio Pajak Bagian ini memperkenalkan ko...