1. Pendahuluan
Sistem
perpajakan di Indonesia menganut sistem self-assessment, di mana Wajib
Pajak memiliki tanggung jawab untuk menghitung, membayar, dan melaporkan
pajaknya secara mandiri. Untuk memastikan kepatuhan Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki
wewenang untuk melakukan pemeriksaan pajak.
Pemeriksaan
pajak merupakan serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan
standar pemeriksaan. Kegiatan ini dapat dilakukan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan maupun untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Landasan
hukum utama yang mengatur mengenai pemeriksaan pajak di Indonesia adalah
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (UU KUP) beserta perubahannya. Selain itu, terdapat berbagai
peraturan pelaksana di tingkat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang memberikan
rincian lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan pajak. Beberapa PMK yang
relevan antara lain adalah PMK Nomor 17/PMK.03/2013 sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan PMK Nomor 18/PMK.03/2021, dan kemungkinan juga PMK
Nomor 15 Tahun 2025 serta PMK Nomor 80 Tahun 2023 yang mengatur tentang
penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP). Peraturan
Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan
Kewajiban Perpajakan juga menjadi dasar dalam penyesuaian ketentuan mengenai
pemeriksaan pajak. Latar belakang diterbitkannya berbagai peraturan ini
menunjukkan bahwa regulasi mengenai pemeriksaan pajak terus mengalami
perkembangan dan penyesuaian.
Tulisan
ini bertujuan untuk menjelaskan secara kronologis tahapan-tahapan dalam proses
pemeriksaan pajak di Indonesia, mulai dari penerbitan Surat Perintah
Pemeriksaan (SP2) hingga diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP), termasuk
batas waktu untuk setiap tahapan jika memang diatur dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan. Pemahaman yang baik mengenai proses ini penting
bagi Wajib Pajak untuk memastikan hak dan kewajibannya terpenuhi selama proses
pemeriksaan.
2.
Awal Pemeriksaan: Surat Perintah Pemeriksaan (SP2)
2.1.
Definisi dan Tujuan SP2
Surat
Perintah Pemeriksaan (SP2)
adalah surat perintah resmi yang diterbitkan oleh DJP untuk menugaskan tim
pemeriksa pajak melaksanakan pemeriksaan pajak. SP2 menjadi dasar hukum bagi
pemeriksa pajak untuk melakukan serangkaian kegiatan pemeriksaan dalam rangka
menguji kepatuhan Wajib Pajak terhadap kewajiban perpajakannya dan/atau untuk
tujuan lain yang berkaitan dengan pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
2.2.
Proses Penerbitan SP2
SP2
diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2),
yaitu unit di lingkungan DJP yang memiliki tugas dan wewenang untuk
melaksanakan pemeriksaan pajak. Dalam SP2 dicantumkan identitas tim pemeriksa
pajak (nama/NIP, pangkat/golongan, dan jabatan), identitas Wajib Pajak (nama,
NPWP, alamat), masa dan tahun pajak yang diperiksa, kode atau kriteria
pemeriksaan, serta tujuan dilakukannya pemeriksaan. Bagian tujuan pemeriksaan
ini penting untuk mengidentifikasi apakah SP2 diterbitkan dalam rangka
pengujian kepatuhan atau untuk tujuan lain.
2.3.
Pemberitahuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak
Pada
saat memulai pemeriksaan, pemeriksa pajak wajib memperlihatkan Tanda
Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2 asli kepada Wajib Pajak yang
diperiksa. Wajib Pajak berhak meminta pemeriksa pajak untuk menunjukkan kedua
dokumen tersebut sebagai bukti legalitas pemeriksaan. Kewajiban ini merupakan
bentuk perlindungan hak Wajib Pajak agar terhindar dari pemeriksaan yang tidak
sah.
2.4.
Prosedur Pemberitahuan Awal Berdasarkan Jenis Pemeriksaan
Prosedur
pemberitahuan pemeriksaan kepada Wajib Pajak berbeda tergantung pada jenis
pemeriksaan yang dilakukan, yaitu Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor.
- Pemeriksaan
Lapangan
Dalam hal pemeriksaan dilakukan di
tempat Wajib Pajak atau tempat lain yang terkait dengan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas Wajib Pajak, SP2 disampaikan bersamaan dengan Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan (SPPL) kepada Wajib Pajak pada saat
dimulainya pemeriksaan. Penyampaian SPPL dapat dilakukan secara langsung kepada
Wajib Pajak, wakil atau kuasa Wajib Pajak, pegawai, atau anggota keluarga yang
telah dewasa dari Wajib Pajak. Jika Wajib Pajak tidak berada di tempat, SPPL
dapat disampaikan melalui faksimile, pos dengan bukti pengiriman surat, atau
jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman.
- Pemeriksaan
Kantor:
Jika pemeriksaan dilakukan di kantor
DJP, Wajib Pajak akan menerima SP2 bersamaan dengan Surat Panggilan Dalam
Rangka Pemeriksaan Kantor. Surat panggilan ini disampaikan melalui
faksimile, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya
dengan bukti pengiriman. Surat panggilan tersebut mencantumkan hari, tanggal,
tempat, dan waktu bagi Wajib Pajak atau kuasanya untuk hadir di kantor DJP
serta dokumen-dokumen yang perlu dibawa.
Perbedaan
prosedur pemberitahuan ini disesuaikan dengan karakteristik masing-masing jenis
pemeriksaan. Pemeriksaan lapangan memerlukan pemberitahuan langsung di lokasi
pemeriksaan, sementara pemeriksaan kantor memerlukan panggilan resmi agar Wajib
Pajak hadir dengan membawa dokumen yang diperlukan.
2.5.
Pertemuan Awal dengan Wajib Pajak
Dalam
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, setelah
menyampaikan SPPL (untuk pemeriksaan lapangan) atau pada saat Wajib Pajak
memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor (untuk pemeriksaan
kantor), pemeriksa pajak akan melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak atau
wakilnya. Pertemuan ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai alasan
dan tujuan pemeriksaan, hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah
pelaksanaan pemeriksaan, hak Wajib Pajak untuk mengajukan Quality Assurance,
serta kewajiban Wajib Pajak untuk memenuhi permintaan buku, catatan, dan/atau
dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya yang
dipinjam dari Wajib Pajak. Pertemuan awal ini penting untuk menciptakan
pemahaman yang sama antara pemeriksa dan Wajib Pajak terkait proses pemeriksaan
yang akan dilakukan.
3.
Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
3.1.
Hak dan Kewajiban Selama Pemeriksaan
Selama
proses pemeriksaan pajak berlangsung, baik pemeriksa pajak maupun Wajib Pajak
memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.
- Hak
Pemeriksa Pajak
Dalam melaksanakan pemeriksaan,
pemeriksa pajak berwenang untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang,
barang bergerak, dan/atau barang tidak bergerak yang dipandang perlu guna
kelancaran pemeriksaan, termasuk yang digunakan untuk menyimpan buku, catatan,
dan/atau dokumen, termasuk data elektronik, serta uang.
Pemeriksa juga berhak meminta data,
informasi, atau keterangan dan/atau penjelasan lisan dan/atau tertulis dari
Wajib Pajak, termasuk memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor DJP. Selain
itu, pemeriksa dapat meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari
pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa , serta
meminta bantuan dari Wajib Pajak untuk kelancaran pemeriksaan, seperti
penyediaan tenaga dan/atau peralatan jika diperlukan akses ke data elektronik,
pemberian hak akses atas barang bergerak dan/atau tidak bergerak, penyediaan
ruangan khusus untuk pemeriksaan di tempat Wajib Pajak, dan/atau penyediaan
tenaga pendamping.
- Kewajiban
Wajib Pajak
Wajib Pajak yang diperiksa memiliki
kewajiban untuk memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan sesuai
dengan waktu yang ditentukan, khususnya untuk pemeriksaan kantor. Wajib Pajak
juga wajib memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara
elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.
Khusus untuk pemeriksaan lapangan, Wajib
Pajak wajib memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang
dikelola secara elektronik. Kewajiban lainnya adalah memberikan kesempatan
untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan
lainnya guna kelancaran pemeriksaan, menyampaikan tanggapan secara tertulis
atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP), meminjamkan kertas kerja
pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik (khusus untuk pemeriksaan kantor),
dan memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.
- Hak
Wajib Pajak
Selain kewajiban, Wajib Pajak juga
memiliki hak selama proses pemeriksaan. Hak-hak tersebut antara lain meminta
kepada pemeriksa pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan
SP2, meminta untuk diberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan jika
pemeriksaan dilakukan dengan jenis pemeriksaan lapangan, meminta untuk
diperlihatkan surat yang berisi perubahan tim pemeriksa pajak jika ada
perubahan anggota tim, meminta penjelasan tentang alasan dan tujuan
pemeriksaan, menerima SPHP, menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada
waktu yang telah ditentukan, mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan
dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan jika terdapat hasil pemeriksaan
yang terbatas pada dasar hukum koreksi yang belum disepakati (kecuali untuk
pemeriksaan atas data), dan memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan
pemeriksaan oleh pemeriksa pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan.
3.2.
Jenis Informasi dan Dokumen yang Umumnya Diminta
Dalam
pelaksanaan pemeriksaan, pemeriksa pajak akan meminta berbagai jenis informasi
dan dokumen dari Wajib Pajak sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan
pemeriksaan. Beberapa jenis dokumen yang umumnya diminta antara lain adalah
laporan keuangan untuk masa atau tahun pajak yang diperiksa, buku besar dan
catatan akuntansi, dokumen terkait pencatatan uang kas dan/atau seluruh
rekening koran Wajib Pajak, dokumen terkait pencatatan penjualan dan piutang,
dokumen terkait seluruh penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), seluruh Faktur
Pajak Keluaran yang diterbitkan pada masa pajak yang diperiksa, dokumen terkait
dengan peredaran usaha, kontrak atau perjanjian jual-beli terkait transaksi,
dokumentasi harga wajar transaksi transfer pricing (jika relevan), serta
informasi mengenai pelanggan dan pemasok utama Wajib Pajak. Selain itu,
pemeriksa juga dapat meminta klarifikasi terkait proses bisnis Wajib Pajak dan
transaksi-transaksi yang bersifat khusus.
3.3.
Proses Akses ke Tempat dan Catatan Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan)
Untuk
pemeriksaan lapangan, sebelum memasuki tempat Wajib Pajak, pemeriksa pajak
wajib menunjukkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SPPL. Wajib Pajak memiliki
kewajiban untuk mengizinkan pemeriksa masuk dan memberikan bantuan yang
diperlukan untuk kelancaran pemeriksaan. Pemeriksaan umumnya dilakukan pada jam
kerja, namun jika diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja.
3.4.
Jangka Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan (Pengujian)
Jangka
waktu pengujian pemeriksaan pajak dibatasi oleh peraturan perundang-undangan.
Batas waktu ini berbeda tergantung pada jenis pemeriksaan yang dilakukan.
Tahap |
Jenis Pemeriksaan |
Batas Waktu |
Dasar Hukum |
Pengujian |
Pemeriksaan
Lapangan |
Maksimal 6
bulan, dihitung sejak SPPL disampaikan sampai tanggal SPHP disampaikan (dapat
diperpanjang 2 bulan) |
PMK 17/2013
jo PMK 18/2021, dll. |
Pengujian |
Pemeriksaan
Kantor |
Maksimal 4
bulan, dihitung sejak Wajib Pajak datang memenuhi panggilan sampai tanggal
SPHP disampaikan (dapat diperpanjang 2 bulan) |
PMK 17/2013
jo PMK 18/2021, dll. |
Pengujian |
Pemeriksaan
Spesifik |
Maksimal 1
bulan sejak SP2 disampaikan sampai tanggal SPHP disampaikan |
PMK 17/2013
jo PMK 18/2021, dll. |
Pemeriksaan
(Keseluruhan) |
Tujuan Lain |
Maksimal 4
bulan sejak SP2 disampaikan sampai dengan LHP selesai |
PMK 17/2013
jo PMK 18/2021, dll. |
Tabel
di atas merangkum batas waktu pengujian untuk berbagai jenis pemeriksaan.
Perbedaan batas waktu ini kemungkinan didasarkan pada tingkat kompleksitas dan
ruang lingkup pemeriksaan. Adanya kemungkinan perpanjangan waktu untuk
pemeriksaan lapangan dan kantor menunjukkan bahwa dalam kondisi tertentu,
proses pemeriksaan mungkin memerlukan waktu lebih lama dari batas waktu
standar.
4.
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP)
4.1.
Definisi dan Isi SPHP
Surat
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP)
adalah surat yang berisi pemberitahuan mengenai hasil sementara pemeriksaan
pajak kepada Wajib Pajak. SPHP memuat temuan-temuan pemeriksaan, termasuk
pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara
jumlah pokok pajak terutang, dan perhitungan sementara sanksi administrasi.
SPHP harus dilampiri dengan daftar temuan hasil pemeriksaan yang lebih rinci.
SPHP menjadi sarana bagi DJP untuk mengkomunikasikan hasil analisis sementara
kepada Wajib Pajak sebelum penetapan pajak final.
4.2.
Prosedur Penyampaian SPHP
SPHP
dan daftar temuan hasil pemeriksaan disampaikan oleh pemeriksa pajak secara
langsung kepada Wajib Pajak atau melalui faksimile. Jika SPHP disampaikan
secara langsung dan Wajib Pajak menolak untuk menerimanya, Wajib Pajak harus
menandatangani surat penolakan menerima SPHP. Apabila Wajib Pajak menolak
menandatangani surat penolakan, pemeriksa pajak akan membuat berita acara
penolakan menerima SPHP yang ditandatangani oleh tim pemeriksa pajak.
4.3.
Hak Wajib Pajak untuk Menanggapi SPHP dan Batas Waktu Tanggapan
Setelah
menerima SPHP, Wajib Pajak memiliki hak untuk memberikan tanggapan tertulis
atas hasil pemeriksaan. Batas waktu untuk menyampaikan tanggapan tertulis
adalah paling lama 7 hari kerja sejak tanggal SPHP diterima oleh Wajib Pajak.
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan perpanjangan penyampaian tanggapan SPHP
dengan tambahan waktu 3 hari kerja sejak jangka waktu penyampaian tanggapan
berakhir. Tanggapan tertulis dari Wajib Pajak dapat berupa lembar pernyataan
persetujuan hasil pemeriksaan jika Wajib Pajak menyetujui seluruh hasil
pemeriksaan, atau surat sanggahan jika Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau
seluruh hasil pemeriksaan. Tahap ini memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak
untuk mengklarifikasi atau menyanggah temuan pemeriksa sebelum hasil
pemeriksaan ditetapkan secara final.
5.
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (Closing Conference)
5.1.
Tujuan dan Proses Closing Conference
Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan
(PAHP) atau closing conference adalah pertemuan antara Wajib
Pajak dan pemeriksa pajak untuk membahas temuan-temuan pemeriksaan yang
tercantum dalam SPHP dan tanggapan Wajib Pajak (jika ada). Tujuan dari
pembahasan ini adalah untuk mencapai kesepakatan atas koreksi-koreksi pajak
yang diusulkan. Hasil dari pembahasan akhir akan dituangkan dalam Berita Acara
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak
dan berisi koreksi pokok pajak terutang baik yang disetujui maupun yang tidak
disetujui, beserta perhitungan sanksi administrasinya.
5.2.
Pemberitahuan dan Penjadwalan Closing Conference
Kantor
pajak akan mengirimkan undangan pembahasan akhir secara tertulis kepada Wajib
Pajak. Undangan ini harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 3 hari
kerja terhitung sejak diterimanya tanggapan tertulis atas SPHP dari Wajib
Pajak, atau sejak berakhirnya jangka waktu perpanjangan penyampaian tanggapan
tertulis jika Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan. Undangan tersebut akan
mencantumkan hari, tanggal, dan tempat pelaksanaan pembahasan akhir.
5.3.
Konsekuensi Ketidakhadiran Wajib Pajak
Kehadiran
dalam pembahasan akhir merupakan hak Wajib Pajak. Jika Wajib Pajak tidak hadir dalam
pembahasan akhir tetapi menyampaikan lembar pernyataan persetujuan hasil
pemeriksaan, maka pajak yang terutang akan dihitung sesuai dengan lembar
pernyataan persetujuan tersebut. Jika dalam tanggapan tertulis Wajib Pajak
menyatakan tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan namun tidak
hadir dalam pembahasan akhir, pajak yang terutang akan dihitung berdasarkan
SPHP dengan jumlah yang tidak disetujui sesuai dengan surat sanggahan Wajib
Pajak. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis dan tidak
hadir dalam pembahasan akhir, pajak yang terutang akan dihitung berdasarkan
SPHP dan Wajib Pajak dianggap menyetujui hasil pemeriksaan.
5.4.
Mekanisme Penyelesaian Ketidaksepakatan dan Peran Quality Assurance
Apabila
dalam proses pembahasan akhir terjadi perbedaan pendapat antara pemeriksa pajak
dan Wajib Pajak, Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan untuk dilakukan
pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan. Permohonan ini
dapat diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) maksimal 3 hari setelah
risalah pembahasan akhir ditandatangani oleh pemeriksa, tetapi berita acara
pembahasan akhir hasil pemeriksaan belum ditandatangani oleh Wajib Pajak maupun
pemeriksa. Perlu diingat bahwa ruang lingkup pembahasan dengan Tim Quality
Assurance terbatas pada ketentuan formal atau dasar hukum koreksi.
Perbedaan pendapat secara material akan tetap dituangkan dalam risalah
pembahasan akhir dan dapat diajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak
setelah diterbitkannya surat ketetapan pajak.
6.
Penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
6.1.
Definisi dan Komponen Utama LHP
Laporan
Hasil Pemeriksaan (LHP)
adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil pemeriksaan yang
disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang
lingkup dan tujuan pemeriksaan. LHP menjadi dasar bagi penerbitan Surat
Ketetapan Pajak (SKP). Untuk pemeriksaan kepatuhan, LHP sekurang-kurangnya
memuat penugasan pemeriksaan, identitas Wajib Pajak, pembukuan atau pencatatan
Wajib Pajak, pemenuhan kewajiban perpajakan, data/informasi yang tersedia, buku
dan dokumen yang dipinjam, materi yang diperiksa, uraian hasil pemeriksaan,
ikhtisar hasil pemeriksaan, penghitungan pajak terutang, serta simpulan dan
usul pemeriksa pajak. Untuk pemeriksaan tujuan lain, LHP sekurang-kurangnya
memuat identitas Wajib Pajak, penugasan pemeriksaan, dasar (tujuan) pemeriksaan,
buku dan dokumen yang dipinjam, materi yang diperiksa, uraian hasil
pemeriksaan, serta simpulan dan usul pemeriksa.
6.2.
Proses Penyusunan LHP Setelah Closing Conference
LHP
disusun oleh tim pemeriksa pajak berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) dan
hasil pembahasan akhir yang tercantum dalam Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan. LHP
mencerminkan koreksi-koreksi yang disepakati maupun yang tidak disepakati,
serta perhitungan akhir pajak terutang menurut hasil pemeriksaan. LHP juga
dilengkapi dengan Executive Summary yang berisi ringkasan hasil
pemeriksaan dan daftar koreksi terbesar.
6.3.
Jangka Waktu Penyusunan LHP
Jangka
waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan pelaporan (penyusunan LHP) adalah
paling lama 2 bulan yang dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib
Pajak. Namun, untuk jenis pemeriksaan tertentu, seperti yang terkait dengan transfer
pricing atau prosedur persetujuan bersama (Mutual Agreement Procedure),
jangka waktu ini mungkin lebih singkat, misalnya 30 hari kerja atau 10 hari
kerja.
7.
Penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
7.1.
Definisi dan Jenis-Jenis SKP
Surat
Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat ketetapan yang diterbitkan oleh DJP
berdasarkan hasil pemeriksaan pajak yang tercantum dalam LHP. Terdapat beberapa
jenis SKP yang dapat diterbitkan, tergantung pada hasil pemeriksaan :
Jenis SKP |
Deskripsi |
Kondisi Pemicu (Sederhana) |
Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) |
Surat
ketetapan yang menyatakan adanya kekurangan pembayaran pajak. |
Pajak yang
dibayar lebih kecil dari pajak yang seharusnya terutang; SPT terlambat
disampaikan dan tidak dipenuhi setelah ditegur; kelebihan pembayaran
PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasikan; masalah
pembukuan/pencatatan. |
Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) |
Surat
ketetapan yang menyatakan adanya tambahan kekurangan pembayaran pajak setelah
dilakukan pemeriksaan ulang. |
Pemeriksaan
ulang mengungkapkan adanya tambahan kekurangan pembayaran pajak. |
Surat
Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) |
Surat
ketetapan yang menyatakan jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak
yang terutang, atau tidak ada pajak terutang dan tidak ada pembayaran pajak. |
Jumlah kredit
pajak atau pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak terutang; tidak ada
pajak terutang dan tidak ada kredit pajak/pembayaran pajak. |
Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) |
Surat
ketetapan yang menyatakan adanya kelebihan pembayaran pajak. |
Jumlah kredit
pajak atau pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang. |
Surat
Ketetapan Pajak PBB (SKP PBB) |
Surat
ketetapan khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan, yang menyatakan besarnya
pokok PBB atau selisih pokok PBB yang terutang. |
SPT Objek
Pajak terlambat disampaikan; PBB terutang lebih besar dari yang dihitung
berdasarkan SPT; data baru ditemukan saat pemeriksaan ulang yang menambah
jumlah PBB terutang. |
7.2.
Dasar Hukum Penerbitan Berbagai Jenis SKP
Penerbitan
setiap jenis SKP didasarkan pada kondisi dan temuan spesifik yang tercantum
dalam LHP serta sesuai dengan ketentuan UU KUP dan PMK terkait. Misalnya, SKPKB
diterbitkan jika terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar, SPT terlambat
disampaikan dan tidak dipenuhi setelah ditegur secara tertulis, atau dalam
kasus kelebihan pembayaran PPN/PPnBM yang seharusnya tidak dikompensasikan atau
dikenai tarif 0%.
7.3.
Batas Waktu Penerbitan SKP
Secara
umum, SKP (termasuk SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, dan SKP PBB) dapat diterbitkan
dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak. Namun, perlu diperhatikan bahwa
terdapat kemungkinan pengecualian terhadap aturan umum ini sebagaimana diatur
dalam PMK 80/2023.
7.4.
Prosedur Penyampaian SKP
SKP
yang telah diterbitkan akan disampaikan kepada Wajib Pajak secara langsung,
secara elektronik, atau melalui pos/ekspedisi/kurir. Penerbitan SKP
didasarkan pada Nota Penghitungan yang dibuat berdasarkan LHP.
8.
Kesimpulan
Proses
pemeriksaan pajak di Indonesia terdiri dari beberapa tahapan penting yang harus
dilalui secara kronologis, mulai dari penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan
(SP2) sebagai tanda dimulainya pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan dengan hak
dan kewajiban bagi kedua belah pihak, penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan (SPHP) yang memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk menanggapi
temuan sementara, pembahasan akhir hasil pemeriksaan (closing conference)
untuk mencapai kesepakatan, penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang
mendokumentasikan seluruh proses dan hasil pemeriksaan, hingga akhirnya
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Setiap
tahapan dalam proses ini memiliki batas waktu tertentu yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan, seperti batas waktu pengujian
pemeriksaan (6 bulan untuk pemeriksaan lapangan, 4 bulan untuk pemeriksaan
kantor, 1 bulan untuk pemeriksaan spesifik, dan 4 bulan untuk tujuan lain),
batas waktu tanggapan SPHP (7 hari kerja dengan kemungkinan perpanjangan 3 hari
kerja), batas waktu undangan pembahasan akhir (3 hari kerja setelah tanggapan
SPHP diterima), dan batas waktu penyelesaian pembahasan akhir dan LHP (2 bulan
setelah SPHP disampaikan). Selain itu, terdapat batas waktu umum penerbitan
SKP, yaitu 5 tahun setelah pajak terutang atau akhir tahun pajak.
Wajib
Pajak memiliki berbagai hak dan kewajiban selama proses pemeriksaan. Memahami
hak-hak seperti meminta identitas pemeriksa dan SP2, menerima penjelasan tujuan
pemeriksaan, memberikan tanggapan atas SPHP, menghadiri pembahasan akhir, dan
mengajukan Quality Assurance penting untuk memastikan proses pemeriksaan
berjalan sesuai ketentuan. Di sisi lain, Wajib Pajak juga memiliki kewajiban
untuk memenuhi panggilan pemeriksaan, memberikan dokumen dan keterangan yang
diperlukan, serta memberikan akses ke tempat dan data yang relevan.
Pemahaman
yang komprehensif mengenai tahapan-tahapan pemeriksaan pajak beserta batas
waktu dan hak kewajiban yang terkait sangat penting bagi Wajib Pajak untuk
memastikan kepatuhan, mengelola potensi risiko pajak, dan berpartisipasi secara
efektif dalam proses pemeriksaan. Keterbukaan dan kerja sama yang baik antara
Wajib Pajak dan pemeriksa pajak akan membantu kelancaran proses pemeriksaan dan
meminimalkan potensi sengketa di kemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar