Pilar Dua, khususnya Pajak
Minimum Global (GMT), diimplementasikan melalui serangkaian aturan teknis yang
kompleks dan terperinci yang dikenal sebagai aturan GloBE (Global Anti-Base
Erosion). Mekanisme ini dirancang untuk menghitung tarif pajak efektif (ETR)
MNE di setiap yurisdiksi dan mengenakan pajak tambahan (top-up tax) jika
ETR tersebut berada di bawah 15%.
Kerangka Aturan GloBE (GloBE
Rules Framework)
Aturan Model GloBE, yang
dirilis oleh OECD pada Desember 2021, menjadi dasar bagi implementasi GMT.
Aturan ini terdiri dari 10 bab yang mencakup berbagai aspek:
- Bab 1: Ruang Lingkup
(Scope) - Mendefinisikan MNE dan entitas yang termasuk dalam cakupan
aturan.
- Bab 2: Pengenaan Pajak
Tambahan (Charging Provisions) - Menjelaskan mekanisme IIR dan UTPR.
- Bab 3: Penghitungan Laba
atau Rugi GloBE (Computation of GloBE Income or Loss) - Menetapkan dasar
perhitungan basis pajak.
- Bab 4: Penghitungan
Pajak Tercakup yang Disesuaikan (Computation of Adjusted Covered Taxes) -
Menetapkan cara menghitung pajak yang relevan.
- Bab 5: Penghitungan
Tarif Pajak Efektif dan Pajak Tambahan (Computation of Effective Tax Rate
and Top-up Tax) - Merinci kalkulasi ETR dan top-up tax.
- Bab 6: Restrukturisasi
Perusahaan dan Struktur Holding (Corporate Restructurings and Holding
Structures) - Aturan khusus untuk merger, akuisisi, dll.
- Bab 7: Netralitas Pajak
dan Rezim Distribusi (Tax Neutrality and Distribution Regimes) - Menangani
rezim pajak domestik tertentu.
- Bab 8: Administrasi
(Administration) - Mencakup kewajiban pelaporan dan pengajuan.
- Bab 9: Aturan Transisi
(Transition Rules) - Mengatur perlakuan aset/liabilitas dan kerugian
sebelum GloBE berlaku.
- Bab 10: Definisi
(Definitions) - Memberikan definisi istilah-istilah kunci.
Aturan Model GloBE ini
dirancang sebagai templat legislatif untuk diadopsi oleh negara-negara ke dalam
hukum domestik mereka. Meskipun adopsi GMT bersifat sukarela ("common
approach"), negara yang memilih untuk menerapkannya diharapkan mengikuti
Model GloBE secara konsisten untuk memastikan koordinasi dan mencegah pemajakan
ganda atau non-pemajakan.
Langkah-langkah Penghitungan
Pajak Tambahan (Top-up Tax Calculation Steps)
Secara umum, proses
perhitungan kewajiban top-up tax berdasarkan aturan GloBE melibatkan
langkah-langkah sistematis sebagai berikut :
Tabel 1: Langkah-langkah Utama
Perhitungan Top-up Tax GloBE
No. |
Deskripsi
Singkat |
Komponen
Kunci yang Dihitung/Ditentukan |
1 |
Identifikasi Lingkup & Lokasi |
Menentukan apakah Grup MNE memenuhi threshold
pendapatan EUR 750 juta. Mengidentifikasi semua Entitas Konstituen
(termasuk BUT) dalam grup dan menentukan lokasi (yurisdiksi) masing-masing
entitas untuk tujuan pajak. Mengeluarkan entitas yang dikecualikan
(pemerintah, nirlaba, dll.). |
2 |
Hitung GloBE Income |
Memulai dari laba/rugi bersih akuntansi keuangan
(sebelum eliminasi intra-grup) dari laporan keuangan konsolidasi. Melakukan
penyesuaian spesifik (misalnya, mengecualikan dividen tertentu, menyesuaikan
biaya tertentu) untuk sampai pada basis pajak GloBE. Mengalokasikan
pendapatan ke BUT atau entitas flow-through jika relevan. |
3 |
Hitung Pajak Tercakup (Covered Taxes) |
Memulai dari beban pajak kini (current tax
expense) yang diakru dalam laporan keuangan. Melakukan penyesuaian untuk
pajak-pajak tertentu, kredit pajak, dan terutama pajak tangguhan (deferred
taxes) untuk memperhitungkan perbedaan waktu (dengan batasan dan mekanisme recapture).
Mengalokasikan pajak (misalnya dari CFC) jika relevan. |
4 |
Hitung ETR Jurisdiksi & Top-up Tax |
Mengagregasi Pendapatan GloBE dan Pajak Tercakup dari
semua Entitas Konstituen dalam yurisdiksi yang sama. Menghitung ETR
Jurisdiksi (Pajak Tercakup / Pendapatan GloBE). Jika ETR < 15%, hitung
Persentase Top-up Tax (15% - ETR). Hitung Laba Lebih (Excess Profit =
Pendapatan GloBE - SBIE). Hitung Top-up Tax Jurisdiksi (Persentase Top-up Tax
x Laba Lebih), dikurangi QDMTT jika ada. Mengalokasikan Top-up Tax Jurisdiksi
ke Entitas Konstituen di yurisdiksi tersebut. |
5 |
Kenakan Top-up Tax via IIR/UTPR |
Menerapkan mekanisme pemungutan Top-up Tax sesuai
urutan prioritas: (1) QDMTT (jika ada, dipungut oleh yurisdiksi sumber), (2)
IIR (dipungut oleh entitas induk atas laba LTCE), (3) UTPR (sebagai backstop,
dipungut oleh yurisdiksi lain jika IIR tidak mencakup semua top-up tax). |
Sumber: Diadaptasi dari OECD
GloBE Rules Fact Sheets dan Model Rules
Komponen Utama Aturan GloBE
Aturan GloBE memiliki beberapa
komponen mekanisme pemungutan yang saling terkait:
- Income Inclusion Rule (IIR):
Ini adalah aturan utama dan prioritas pertama (setelah QDMTT) dalam
mengenakan top-up tax. IIR mewajibkan Entitas Induk (Parent
Entity), biasanya Ultimate Parent Entity (UPE) atau Intermediate
Parent Entity (IPE) dalam rantai kepemilikan, untuk memasukkan bagian
proporsional dari laba Entitas Konstituen berpajak rendah
(Low-Taxed Constituent Entity - LTCE) di luar negeri ke dalam basis
pajaknya sendiri dan membayar top-up tax atas laba tersebut. Penerapan IIR
bersifat "top-down", dimulai dari UPE dan bergerak ke bawah
dalam struktur kepemilikan jika entitas di atasnya tidak menerapkan IIR
yang memenuhi syarat.
- Undertaxed Payments Rule (UTPR) /
Undertaxed Profits Rule: UTPR berfungsi sebagai mekanisme
sekunder atau "jaring pengaman" (backstop) yang berlaku jika
seluruh jumlah top-up tax belum sepenuhnya dikenakan melalui IIR. Ini bisa
terjadi, misalnya, jika UPE berlokasi di yurisdiksi yang tidak menerapkan
IIR. Dalam kasus seperti itu, UTPR memungkinkan yurisdiksi lain tempat
Grup MNE beroperasi (yang telah menerapkan UTPR) untuk memungut sisa
top-up tax. Pemungutan UTPR biasanya dilakukan dengan cara menolak
pengurangan biaya (denial of deduction) atas pembayaran kepada entitas
terkait atau melalui penyesuaian setara lainnya yang meningkatkan beban
pajak di yurisdiksi yang menerapkan UTPR. Alokasi jumlah UTPR ke
masing-masing yurisdiksi didasarkan pada formula dua faktor: proporsi aset
berwujud dan jumlah karyawan di yurisdiksi tersebut. UTPR umumnya dijadwalkan
berlaku satu tahun setelah IIR.
- Subject to Tax Rule (STTR):
Berbeda dari IIR dan UTPR yang merupakan aturan domestik berdasarkan Model
GloBE, STTR adalah aturan yang dinegosiasikan dan dimasukkan ke dalam
perjanjian pajak bilateral (tax treaties), biasanya melalui instrumen
multilateral (Multilateral Instrument - MLI). STTR memberikan hak kepada
negara sumber (source country) untuk mengenakan pajak tambahan terbatas
(umumnya dengan tarif minimum 9%) atas pembayaran intra-grup lintas batas
tertentu, seperti bunga, royalti, dan beberapa jenis jasa lainnya, jika
pembayaran tersebut dikenakan tarif pajak nominal di bawah 9% di negara
penerima (recipient country). STTR bertujuan untuk mengatasi risiko BEPS
spesifik yang terkait dengan struktur yang mengeksploitasi perjanjian
pajak untuk mendapatkan tarif pajak yang sangat rendah atas pembayaran
pasif atau mobile.
- Qualified Domestic Minimum Top-up Tax
(QDMTT): Ini adalah pajak minimum domestik yang
dirancang dan diimplementasikan oleh suatu negara agar konsisten dengan
standar aturan GloBE. Jika suatu negara menerapkan QDMTT yang memenuhi
syarat ("qualified"), negara tersebut berhak memungut top-up tax
atas laba entitas konstituen yang berlokasi di wilayahnya sendiri sebelum
negara lain dapat mengenakan pajak melalui IIR atau UTPR atas laba
tersebut. Dengan kata lain, QDMTT memberikan prioritas hak pemajakan
kepada yurisdiksi tempat laba dihasilkan (source jurisdiction). QDMTT
yang memenuhi syarat juga dapat berfungsi sebagai "safe
harbour", yang menyederhanakan perhitungan GloBE bagi MNE di
yurisdiksi tersebut.
Penerapan QDMTT menciptakan
insentif ekonomi yang kuat bagi semua negara, termasuk yurisdiksi yang
secara historis menawarkan tarif pajak rendah, untuk mengadopsi pajak minimum
domestik setidaknya 15%. Jika suatu negara dengan ETR di bawah 15% tidak
menerapkan QDMTT, potensi penerimaan top-up tax dari laba MNE yang beroperasi
di negaranya akan 'bocor' dan dipungut oleh negara lain (negara domisili UPE
melalui IIR, atau negara lain melalui UTPR). Sebaliknya, dengan menerapkan
QDMTT, negara tersebut dapat mengamankan penerimaan pajak tambahan itu untuk
dirinya sendiri.
Fenomena ini secara efektif mendorong
konvergensi global menuju penerapan tarif efektif minimum 15%, bahkan di
negara-negara yang mungkin pada awalnya enggan menaikkan tarif pajaknya, karena
secara ekonomi lebih menguntungkan untuk memungut pajak tambahan secara
domestik daripada membiarkannya dipungut oleh negara lain.
Tarif Pajak Minimum 15%
Angka 15% adalah tarif pajak
efektif minimum yang disepakati secara politis oleh lebih dari 140 negara
anggota Inclusive Framework sebagai ambang batas untuk Pilar Dua. Jika
ETR suatu MNE di suatu yurisdiksi jatuh di bawah 15%, maka top-up tax akan
dikenakan untuk menaikkan beban pajaknya hingga mencapai level 15%.
Penghitungan Basis Pajak GloBE
(GloBE Income Base Calculation)
Untuk menghitung ETR secara
konsisten, aturan GloBE menetapkan basis pajak yang terstandarisasi, yang
disebut Pendapatan atau Kerugian GloBE (GloBE Income or Loss).
- Titik Awal:
Perhitungan dimulai dari laba atau rugi bersih akuntansi keuangan (net
income or loss) entitas konstituen sebelum penyesuaian konsolidasi
antar-grup, sebagaimana dilaporkan dalam penyusunan Laporan Keuangan
Konsolidasi UPE. Standar akuntansi yang digunakan biasanya adalah
standar yang dipakai oleh UPE (misalnya, IFRS atau GAAP lokal yang
diakui).
- Penyesuaian:
Laba/rugi akuntansi ini kemudian disesuaikan untuk sejumlah item tertentu
guna menyelaraskannya dengan prinsip-prinsip kebijakan pajak GloBE dan
menghilangkan perbedaan umum antara perlakuan akuntansi dan pajak.
Penyesuaian ini dirancang untuk meminimalkan kompleksitas yang tidak
perlu. Contoh penyesuaian utama meliputi :
- Pengeluaran dividen dan
keuntungan/kerugian ekuitas tertentu (untuk menghindari penghitungan
ganda).
- Penyesuaian terkait pajak tercakup.
- Biaya yang tidak dapat dikurangkan
berdasarkan kebijakan (misalnya, denda, suap).
- Biaya kompensasi berbasis saham.
- Keuntungan atau kerugian selisih kurs
yang asimetris.
- Pendapatan dari pelayaran internasional
(dikecualikan).
- Penyesuaian khusus lainnya (misalnya,
terkait restrukturisasi, rezim pajak tertentu).
Pajak Tercakup (Covered Taxes)
Pajak Tercakup (Covered Taxes)
adalah pajak-pajak yang diperhitungkan dalam pembilang (numerator) saat
menghitung ETR yurisdiksi. Ini mencakup :
- Pajak atas laba atau keuntungan entitas
yang tercatat dalam laporan keuangan.
- Pajak atas laba terdistribusi, laba
ditahan, dan ekuitas perusahaan.
- Pajak yang dikenakan sebagai pengganti
pajak penghasilan badan pada umumnya.
- Pajak yang dikenakan berdasarkan laba
lebih (excess profits).
Perhitungan Pajak Tercakup
dimulai dari beban pajak kini (current tax expense) yang diakru, kemudian
disesuaikan. Penyesuaian yang paling signifikan adalah terkait pajak
tangguhan (deferred taxes). Aturan GloBE menggunakan akuntansi pajak
tangguhan untuk memperhitungkan perbedaan waktu (timing differences) antara
pengakuan pendapatan/beban untuk tujuan akuntansi dan pajak. Namun, untuk
menjaga integritas sistem dan memastikan hanya perbedaan waktu temporer yang
dinetralisir, penggunaannya dibatasi :
- Jumlah pajak tangguhan yang diakui
dibatasi (capped) pada tarif minimum 15%.
- Terdapat mekanisme penangkapan kembali
(recapture mechanism) yang mengharuskan penyesuaian jika suatu liabilitas
pajak tangguhan (deferred tax liability - DTL) tidak benar-benar terbayar
(tidak dibalik/reversed) dalam jangka waktu lima tahun (kecuali untuk
item-item tertentu seperti penyusutan aset berwujud, biaya R&D, dll.).
Pajak yang dibayarkan di satu
entitas (misalnya, pajak atas Controlled Foreign Company/CFC atau pajak atas
BUT) mungkin perlu dialokasikan ke entitas lain yang relevan dalam perhitungan
ETR yurisdiksi.
Pengecualian Pendapatan
Berbasis Substansi (Substance-Based Income Exclusion - SBIE)
Untuk memastikan bahwa GMT
menargetkan laba "lebih" (excess profit) yang seringkali terkait
dengan pengalihan laba, dan bukan laba yang berasal dari aktivitas ekonomi riil
dengan substansi, aturan GloBE menyediakan Pengecualian Pendapatan Berbasis
Substansi (SBIE). SBIE ini merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari
Pendapatan GloBE suatu yurisdiksi sebelum menghitung jumlah top-up tax. Jumlah
SBIE dihitung berdasarkan persentase tertentu dari:
- Nilai buku aset berwujud yang memenuhi
syarat (eligible tangible assets) di yurisdiksi tersebut.
- Biaya gaji yang memenuhi syarat (eligible
payroll costs) di yurisdiksi tersebut.
Pada awal penerapan GloBE,
persentase yang digunakan adalah 8% untuk aset berwujud dan 10% untuk biaya
gaji. Persentase ini akan menurun secara bertahap selama periode transisi 10
tahun hingga akhirnya mencapai 5% untuk keduanya. SBIE secara efektif mengecualikan
"imbal hasil normal" (routine return) atas aset dan tenaga kerja dari
basis pengenaan top-up tax, sehingga pajak tambahan lebih fokus pada laba
residual yang dianggap berisiko lebih tinggi berasal dari praktik BEPS.
Ketentuan Transisi dan Safe
Harbour
Untuk memfasilitasi penerapan
aturan baru yang kompleks ini dan mengurangi beban kepatuhan, terutama pada
tahun-tahun awal, aturan GloBE mencakup beberapa ketentuan transisi dan
mekanisme penyederhanaan yang disebut "safe harbours".
- Aturan Transisi:
Mengatur bagaimana memperlakukan kerugian pajak yang terjadi sebelum
periode efektif GloBE (loss carry-forwards) dan atribut pajak lainnya yang
ada, untuk memastikan tidak terjadi pengenaan pajak minimum yang tidak
semestinya hanya karena penggunaan atribut pra-GloBE.
- Safe Harbours:
Ini adalah aturan opsional yang, jika kondisi tertentu terpenuhi,
memungkinkan MNE untuk menganggap kewajiban top-up tax di suatu yurisdiksi
adalah nol untuk periode tertentu, tanpa perlu melakukan perhitungan GloBE
penuh yang rumit. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan kepatuhan bagi
MNE dan administrasi bagi otoritas pajak, terutama untuk yurisdiksi yang
jelas-jelas berisiko rendah (misalnya, ETR yang sudah tinggi). Beberapa
safe harbour utama meliputi:
- Transitional Country-by-Country Reporting
(CbCR) Safe Harbour: Berlaku untuk periode transisi awal
(umumnya hingga akhir 2026). MNE dapat menggunakan data dari Laporan per
Negara (CbCR) yang sudah ada untuk melakukan tiga pengujian sederhana
(uji de minimis, uji ETR sederhana, uji laba rutin) di suatu yurisdiksi.
Jika salah satu tes terpenuhi, top-up tax dianggap nol. Indonesia secara
eksplisit mengadopsi safe harbour transisi ini dalam PMK 136/2024 untuk
tiga tahun pertama.
- Permanent QDMTT Safe Harbour:
Jika suatu yurisdiksi menerapkan QDMTT yang sepenuhnya konsisten dengan
standar GloBE dan diakui oleh Inclusive Framework, MNE dapat menggunakan
perhitungan QDMTT domestik sebagai pengganti perhitungan GloBE penuh
untuk yurisdiksi tersebut.
- Transitional UTPR Safe Harbour:
Memberikan pengecualian sementara dari penerapan UTPR untuk yurisdiksi
UPE tertentu (umumnya hingga akhir 2026), dengan syarat tarif CIT nominal
di yurisdiksi UPE tersebut minimal 20%.
Kompleksitas inheren dalam
aturan GloBE – mulai dari perhitungan ETR yang melibatkan banyak penyesuaian,
perlakuan pajak tangguhan yang rumit, definisi basis pajak dan pajak tercakup,
perhitungan SBIE, hingga interaksi antara berbagai mekanisme pemungutan (IIR,
UTPR, QDMTT) dan safe harbours – menciptakan tantangan kepatuhan yang
signifikan bagi MNEs dan tantangan administrasi bagi otoritas pajak. MNEs perlu
mengumpulkan dan memproses volume data yang jauh lebih besar dari berbagai
entitas dan yurisdiksi, seringkali dari sistem yang berbeda. Hal ini mendorong
kebutuhan investasi besar dalam teknologi, otomatisasi, dan keahlian sumber
daya manusia, baik di sisi Wajib Pajak maupun otoritas pajak. Selain itu, sifat
aturan yang masih terus berkembang melalui panduan administratif tambahan dari
OECD serta potensi perbedaan interpretasi antar negara dapat meningkatkan
ketidakpastian dan risiko sengketa pajak internasional. Oleh karena itu,
efektivitas jangka panjang GMT tidak hanya bergantung pada desain aturannya,
tetapi juga pada bagaimana tantangan kompleksitas ini dapat dikelola secara
praktis oleh semua pemangku kepentingan.
Kesimpulan
Pilar Dua dari inisiatif
OECD/G20 BEPS, yang diwujudkan melalui Pajak Minimum Global (GMT), mengandalkan
kerangka teknis rumit bernama Global Anti-Base Erosion (GloBE).
Aturan GloBE mencakup 10 bab yang mendefinisikan lingkup penerapan,
penghitungan laba kena pajak, tarif efektif (ETR), dan mekanisme
pengenaan top-up tax untuk memastikan tarif pajak minimum 15%
di setiap yurisdiksi.
Komponen utama seperti Income
Inclusion Rule (IIR), Undertaxed Payments Rule (UTPR),
dan Qualified Domestic Minimum Top-up Tax (QDMTT) saling
melengkapi: IIR memungkinkan negara induk mengenakan pajak tambahan atas laba
entitas anak berpajak rendah, UTPR menjadi jaring pengaman jika IIR tidak
efektif, dan QDMTT memberi prioritas hak pemajakan kepada negara sumber.
Mekanisme ini didukung oleh Substance-Based Income Exclusion (SBIE)
yang mengecualikan laba berbasis aset dan tenaga kerja riil dari perhitungan,
serta aturan transisi untuk mengurangi beban kepatuhan awal.
Implementasi GMT melibatkan
langkah sistematis, mulai dari identifikasi entitas multinasional skala besar
(pendapatan ≥€750 juta), penghitungan laba GloBE, penyesuaian pajak tercakup,
hingga kalkulasi top-up tax jika ETR di bawah 15%. Meski
dirancang untuk menciptakan keadilan fiskal, kompleksitas aturan GloBE—seperti
penyesuaian pajak tangguhan, alokasi pajak antar-yurisdiksi, dan integrasi data
lintas sistem—menimbulkan tantangan administrasi besar bagi perusahaan dan
otoritas pajak.
Safe harbour transisi
dan permanen (misalnya penggunaan data Country-by-Country Report)
bertujuan menyederhanakan kepatuhan, tetapi efektivitas jangka panjang GMT
bergantung pada harmonisasi interpretasi aturan, investasi teknologi, serta
kolaborasi global untuk menghindari sengketa dan double taxation.
Dengan demikian, meski menjadi terobosan dalam memerangi praktik tax
avoidance, keberhasilan Pilar Dua akan diuji oleh kemampuan pemangku
kepentingan mengelola kerumitan teknis dan menjaga konsistensi implementasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar