Asas kemanfaatan, yang dalam konteks hukum acara sering diterjemahkan sebagai efisiensi dan efektivitas, merupakan salah satu tujuan penting dalam penyelenggaraan peradilan pajak di Indonesia. Upaya mewujudkan asas ini terlihat dalam berbagai ketentuan normatif dan inovasi prosedural.
A. Mandat Peradilan Sederhana,
Cepat, Biaya Ringan
Secara eksplisit, bagian
Menimbang huruf c UU No. 14 Tahun 2002 menyatakan bahwa sengketa pajak
memerlukan penyelesaian dengan prosedur dan proses yang cepat, murah, dan
sederhana. Mandat ini sejalan dengan prinsip umum penyelenggaraan kekuasaan
kehakiman yang diatur dalam UU Kekuasaan Kehakiman, yang juga menekankan asas
peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Tujuan dari mandat ini adalah
untuk menciptakan sistem peradilan yang efisien, tidak berbelit-belit, dapat
diakses oleh masyarakat luas tanpa terbebani biaya yang berlebihan, dan mampu
memberikan kepastian hukum dalam waktu yang relatif singkat.
B. Mekanisme Percepatan
Penyelesaian Sengketa
Untuk mengimplementasikan
mandat "cepat dan sederhana", UU No. 14 Tahun 2002 menyediakan
beberapa mekanisme percepatan:
- Pemeriksaan dengan Acara Cepat:
Pasal 65 hingga 68 mengatur mengenai pemeriksaan dengan Acara Cepat yang
dapat dilakukan oleh Majelis atau Hakim Tunggal. Jenis sengketa yang dapat
diperiksa dengan acara ini meliputi Gugatan yang tidak menyangkut sengketa
mengenai materi atau nilai pajak terutang (misalnya Gugatan atas
pelaksanaan penagihan), Banding atas sengketa pajak dengan nilai tertentu
yang ditetapkan Ketua Pengadilan Pajak, atau sengketa pajak tertentu
lainnya. Pemeriksaan Acara Cepat dilakukan tanpa melalui tahap penyampaian
Surat Uraian Banding/Tanggapan dan Surat Bantahan (Pasal 67) , sehingga
memangkas waktu proses. Jangka waktu pengambilan putusan untuk Acara Cepat
juga jauh lebih singkat dibandingkan Acara Biasa, berkisar antara 1 hingga
6 bulan (Pasal 82).
- Sidang di Luar Tempat Kedudukan:
Untuk mendekatkan akses peradilan bagi WP yang berdomisili jauh dari
Ibukota Negara (tempat kedudukan Pengadilan Pajak), Pasal 4 UU No. 14
Tahun 2002 memungkinkan dilakukannya sidang di tempat lain. Praktik ini
telah diimplementasikan dengan adanya tempat sidang di luar kedudukan
(SDTK), misalnya di Surabaya dan Yogyakarta, yang penetapan kriteria
sengketa dan penunjukan majelisnya diatur melalui Keputusan Ketua
Pengadilan Pajak. Kebijakan ini bertujuan mengurangi biaya transportasi
dan akomodasi yang harus ditanggung WP, sehingga mewujudkan aspek
"biaya ringan" dan kemudahan akses.
C. Efisiensi Melalui
Digitalisasi: E-Tax Court
Langkah paling transformatif
dalam mewujudkan asas kemanfaatan, khususnya aspek efisiensi (cepat, sederhana,
biaya ringan), adalah implementasi sistem administrasi sengketa pajak dan
persidangan secara elektronik yang dikenal sebagai e-Tax Court. Sistem berbasis
web ini diluncurkan dan diatur secara komprehensif melalui Peraturan Ketua
Pengadilan Pajak Nomor PER-1/PP/2023.
Implementasi e-Tax Court
membawa sejumlah manfaat signifikan dalam mendorong efisiensi:
- Percepatan Proses Administrasi:
Pendaftaran akun, pengajuan Banding/Gugatan, pertukaran dokumen (Surat
Uraian Banding/Tanggapan, Bantahan, bukti-bukti), pemanggilan sidang,
hingga penyampaian salinan putusan dapat dilakukan secara elektronik
melalui platform e-Tax Court. Hal ini secara drastis memangkas waktu yang
sebelumnya dibutuhkan untuk pengiriman fisik dokumen.
- Pengurangan Biaya:
Dengan proses yang serba digital, biaya yang terkait dengan pencetakan
dokumen, pengiriman fisik (pos/kurir), dan transportasi para pihak (WP,
kuasa hukum, fiskus) untuk keperluan administrasi atau bahkan persidangan
(jika dilakukan secara elektronik) dapat ditekan secara signifikan.
- Peningkatan Aksesibilitas dan Kemudahan:
Para pihak dapat mengakses layanan administrasi dan mengikuti persidangan
(jika elektronik) dari mana saja, tanpa harus datang secara fisik ke
gedung Pengadilan Pajak di Jakarta atau tempat sidang lainnya. Ini sangat
memudahkan WP yang berlokasi jauh.
- Peningkatan Transparansi:
Sistem elektronik memungkinkan pencatatan dan pelacakan proses
penyelesaian sengketa secara lebih transparan. Publikasi putusan secara
elektronik juga meningkatkan akses terhadap yurisprudensi.
Evaluasi awal terhadap
implementasi e-Tax Court menunjukkan bahwa sistem ini secara umum dinilai
mendukung perwujudan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Namun,
tingkat adopsi oleh pengguna pada tahap awal masih perlu ditingkatkan, dan
beberapa tantangan seperti kesiapan infrastruktur teknologi informasi (terutama
di pihak pengguna), keamanan data, serta potensi resistensi terhadap perubahan
perlu diatasi untuk memastikan efektivitas dan aksesibilitas yang merata.
Kehadiran e-Tax Court dapat
dipandang sebagai lompatan kuantum dalam upaya mewujudkan kemanfaatan
prosedural di Pengadilan Pajak. Jika dibandingkan dengan mekanisme sebelumnya
seperti Acara Cepat atau sidang di luar kedudukan, dampak e-Tax Court terhadap
efisiensi waktu, biaya, dan kesederhanaan proses jauh lebih fundamental dan
menyeluruh, mencakup seluruh siklus penyelesaian sengketa dari hulu ke hilir.
Oleh karena itu, e-Tax Court menjadi realisasi paling konkret dan berdampak
luas dari asas kemanfaatan prosedural dalam konteks peradilan pajak modern di
Indonesia.
D. Kemanfaatan Substantif:
Penyelesaian Sengketa yang Efektif
Selain efisiensi prosedural,
asas kemanfaatan dalam peradilan pajak juga memiliki dimensi substantif, yaitu
tercapainya penyelesaian sengketa yang efektif. Efektivitas ini tidak hanya
diukur dari berakhirnya perselisihan antara WP dan fiskus, tetapi juga dari
kontribusinya terhadap tujuan yang lebih luas:
- Menjaga Penerimaan Negara:
Putusan Pengadilan Pajak yang adil dan berkekuatan hukum tetap memberikan
kepastian mengenai jumlah pajak yang harus dibayar oleh WP. Hal ini
penting untuk menjaga integritas sistem pemungutan pajak dan mengamankan
penerimaan negara yang menjadi sumber pembiayaan pembangunan.
- Meningkatkan Kepatuhan Pajak: Proses
peradilan yang adil, transparan, dan efisien dapat meningkatkan
kepercayaan WP terhadap sistem perpajakan. Putusan yang memberikan
kepastian hukum dan didasarkan pada alasan yang kuat dapat menjadi
pembelajaran bagi WP lain dan mendorong kepatuhan sukarela di masa depan.
Sebaliknya, proses yang dianggap tidak adil atau tidak efisien dapat
menurunkan tingkat kepatuhan.
- Pemulihan Kerugian:
Dalam konteks tertentu, seperti penyelesaian tindak pidana pajak melalui
pendekatan restorative justice (meskipun ini lebih terkait dengan
proses sebelum Pengadilan Pajak), kemanfaatan diukur dari pemulihan
kerugian keuangan negara dan pencegahan pelanggaran berulang.
Dengan demikian, penerapan
asas kemanfaatan dalam hukum acara peradilan pajak mencakup spektrum yang luas,
mulai dari efisiensi teknis dalam menjalankan prosedur hingga pencapaian hasil
akhir yang memberikan manfaat substantif bagi para pihak, sistem perpajakan,
dan negara secara keseluruhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar