Digitalisasi dan globalisasi telah mentransformasi ekonomi dunia secara fundamental, memacu inovasi, memperluas akses ke modal, barang, dan jasa, serta mendorong pertumbuhan yang lebih inklusif. Namun, perkembangan ini juga membawa tantangan signifikan bagi sistem perpajakan internasional. Sistem yang ada saat ini, yang sebagian besar prinsipnya disusun pada era 1920-an, dinilai usang dan tidak lagi memadai untuk menangani model bisnis modern, terutama yang berbasis digital dan beroperasi lintas yurisdiksi tanpa kehadiran fisik yang signifikan.
Kelemahan fundamental ini
menciptakan celah yang dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan multinasional
(MNEs) untuk melakukan praktik penghindaran pajak (tax avoidance) dan
penggerusan basis pajak serta pengalihan laba (Base Erosion and Profit Shifting
- BEPS). MNEs dapat memindahkan laba kena pajak dari yurisdiksi dengan tarif
pajak tinggi ke yurisdiksi dengan tarif pajak rendah atau bahkan nol,
seringkali melalui mekanisme seperti transfer pricing aset tak berwujud atau
struktur pembiayaan internal.
Fenomena ini tidak hanya
merugikan penerimaan negara tetapi juga menimbulkan isu keadilan, karena MNEs
besar dapat membayar pajak dengan tarif efektif yang jauh lebih rendah
dibandingkan perusahaan domestik atau usaha kecil dan menengah (UKM). Selain
itu, perkembangan ini memicu tekanan bagi negara-negara untuk terus menurunkan
tarif pajak perusahaan (corporate income tax - CIT) atau menawarkan
insentif pajak yang agresif demi menarik investasi, sebuah fenomena yang
dikenal sebagai race to the bottom. Kompetisi pajak ini menjadi masalah
tindakan kolektif (collective action problem) yang semakin menggerus basis
pajak global.
Inisiatif OECD/G20 BEPS
Menyadari urgensi permasalahan
ini, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan
negara-negara G20 meluncurkan Proyek BEPS pada tahun 2013. Proyek ini bertujuan
untuk mengatasi praktik BEPS secara komprehensif melalui serangkaian rencana
aksi (Action Plan) yang mencakup berbagai aspek perpajakan
internasional, seperti ekonomi digital, penyalahgunaan perjanjian pajak,
transfer pricing, dan transparansi. Salah satu fokus utama adalah mengatasi
tantangan pemajakan yang timbul dari digitalisasi ekonomi (Action 1).
Proyek BEPS menghasilkan
sejumlah rekomendasi dan standar minimum yang diadopsi oleh banyak negara
melalui OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS, sebuah forum kolaboratif
yang kini beranggotakan lebih dari 140 yurisdiksi. Meskipun proyek BEPS awal
(sering disebut BEPS 1.0) berhasil menyepakati beberapa harmonisasi aturan
pajak, tantangan mendasar terkait alokasi hak pemajakan di era digital dan isu
persaingan pajak yang tersisa masih belum sepenuhnya teratasi.
Solusi Dua Pilar
Sebagai kelanjutan dari upaya
mengatasi tantangan tersebut, pada tahun 2019, diskusi internasional memasuki
fase baru yang sering disebut "BEPS 2.0". Fase ini berpuncak pada
kesepakatan bersejarah yang dicapai oleh anggota Inclusive Framework pada
Oktober 2021 mengenai solusi dua pilar (Two-Pillar Solution) untuk
mereformasi aturan pajak internasional.
- Pilar Satu (Pillar One):
Berfokus pada realokasi sebagian hak pemajakan atas laba MNE terbesar dan
paling menguntungkan ke yurisdiksi pasar tempat konsumen atau pengguna
berada, terlepas dari kehadiran fisik perusahaan di sana. Pilar Satu
bertujuan untuk mengatasi tantangan pemajakan ekonomi digital secara lebih
langsung dan memastikan pembagian hak pemajakan yang lebih adil di era
modern. Implementasi Pilar Satu diharapkan akan menggantikan pajak layanan
digital (Digital Services Taxes - DST) unilateral yang telah
diterapkan oleh beberapa negara.
- Pilar Dua (Pillar Two):
Bertujuan untuk menetapkan batas bawah (floor) bagi persaingan pajak
melalui pengenalan Pajak Minimum Global (Global Minimum Tax - GMT).
Pilar Dua dirancang untuk memastikan bahwa MNE besar membayar tingkat
pajak minimum tertentu atas laba mereka di setiap yurisdiksi tempat mereka
beroperasi, sehingga mengurangi insentif untuk memindahkan laba ke surga
pajak.
Kedua pilar ini, meskipun
independen, dirancang untuk bekerja sama menciptakan sistem perpajakan
internasional yang lebih stabil, adil, dan sesuai dengan kondisi ekonomi global
saat ini.
Definisi Pajak Minimum Global
(GMT)
Pajak Minimum Global (Global
Minimum Tax - GMT) adalah sebuah kebijakan perpajakan internasional yang
dirancang untuk menetapkan suatu batas bawah (floor) terhadap tarif
pajak efektif (Effective Tax Rate - ETR) yang dibayarkan oleh perusahaan
multinasional (MNEs) skala besar atas laba yang mereka peroleh di seluruh
yurisdiksi tempat mereka menjalankan operasi bisnis. Secara esensial, GMT
bertujuan memastikan bahwa MNEs besar membayar setidaknya tingkat pajak
minimum yang disepakati secara global, terlepas dari di mana laba tersebut
dilaporkan. Kebijakan ini merupakan perubahan fundamental dari sistem
sebelumnya yang memungkinkan MNEs memanfaatkan perbedaan tarif pajak
antarnegara untuk meminimalkan beban pajak global mereka.
GMT sebagai Bagian dari Pilar
Dua
GMT merupakan komponen sentral
dan paling menonjol dari Pilar Dua (Pillar Two) dalam kerangka kerja solusi dua
pilar OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS. Pilar Dua secara keseluruhan
bertujuan untuk mengatasi isu-isu BEPS yang tersisa yang tidak sepenuhnya
tercakup oleh Pilar Satu atau proyek BEPS 1.0, terutama yang berkaitan dengan
persaingan pajak dan pengalihan laba ke yurisdiksi berpajak rendah.
Selain GMT yang
diimplementasikan melalui aturan GloBE, Pilar Dua juga mencakup Subject to
Tax Rule (STTR), sebuah aturan berbasis perjanjian pajak yang
menyasar jenis pembayaran intra-grup tertentu yang dikenakan pajak sangat
rendah.
Konsep "Top-up Tax"
Inti dari mekanisme GMT adalah
pengenaan "pajak tambahan" atau "top-up tax". Top-up
tax ini akan dikenakan apabila perhitungan menunjukkan bahwa ETR suatu MNE
di yurisdiksi tertentu berada di bawah tarif pajak minimum yang telah
disepakati secara global, yaitu 15%. Jumlah top-up tax dihitung sedemikian
rupa sehingga total pajak yang dibayar atas laba di yurisdiksi tersebut
mencapai tingkat minimum 15%. Dengan kata lain, top-up tax adalah selisih
antara tarif minimum 15% dan ETR aktual di yurisdiksi tersebut, yang kemudian
dikalikan dengan basis pajak tertentu (laba setelah penyesuaian tertentu).
Mekanisme ini secara efektif menghilangkan atau setidaknya mengurangi secara
signifikan keuntungan pajak dari pemindahan laba ke negara dengan tarif pajak
di bawah 15%.
Aturan GloBE (Global
Anti-Base Erosion)
Implementasi teknis dari GMT
diatur dalam seperangkat aturan rinci yang dikenal sebagai Global Anti-Base
Erosion (GloBE) Rules. Aturan GloBE ini dikembangkan oleh anggota Inclusive
Framework dan dirilis pertama kali pada Desember 2021. Aturan ini menyediakan
kerangka kerja yang terkoordinasi untuk memastikan MNEs besar membayar
tingkat pajak minimum atas laba yang timbul di setiap yurisdiksi tempat
mereka beroperasi.
Aturan Model GloBE dirancang
sebagai templat legislatif yang dapat diadopsi oleh negara-negara partisipan ke
dalam hukum domestik mereka. Aturan ini bersifat komprehensif dan teknis,
mencakup sekitar 45 halaman aturan inti ditambah 15 halaman definisi , serta
dilengkapi dengan Komentar (Commentary) , Contoh Ilustratif (Illustrative
Examples), dan Panduan Administratif (Administrative Guidance) yang terus
diperbarui oleh OECD untuk memberikan klarifikasi dan panduan penerapan. Aturan
GloBE mendefinisikan secara rinci lingkup MNE yang terdampak, metodologi
perhitungan ETR yurisdiksi, perhitungan top-up tax, serta mekanisme
pemungutannya melalui IIR dan UTPR. Desain aturan ini berupaya mengakomodasi
keragaman sistem pajak domestik di berbagai negara.
Kesimpulan
Perkembangan ekonomi digital
dan globalisasi telah menciptakan tantangan signifikan dalam sistem perpajakan
internasional, terutama terkait praktik penghindaran pajak oleh perusahaan
multinasional (MNEs) melalui penggerusan basis pajak dan pengalihan laba
(BEPS). Sistem perpajakan yang usang tidak mampu mengakomodasi model bisnis
modern, memicu ketidakadilan fiskal dan "race to the bottom" di mana
negara saling menurunkan tarif pajak untuk menarik investasi. Menanggapi hal
ini, OECD/G20 meluncurkan Proyek BEPS pada 2013, yang kemudian berkembang
menjadi solusi dua pilar (Two-Pillar Solution) pada 2021. Pilar Satu berfokus
pada realokasi hak pemajakan ke yurisdiksi pasar, sementara Pilar Dua
memperkenalkan Pajak Minimum Global (GMT) untuk membatasi persaingan pajak
dengan menetapkan tarif efektif minimum 15%.
Sebagai inti dari Pilar Dua,
GMT dirancang untuk memastikan MNEs besar membayar pajak minimum di setiap
yurisdiksi operasi mereka melalui mekanisme "top-up tax". Aturan
GloBE (Global Anti-Base Erosion) menjadi kerangka teknis yang mengikat, menghitung
selisih tarif pajak efektif dengan batas 15% dan mengenakan pajak tambahan.
Solusi ini bertujuan menghentikan praktik alih laba ke surga pajak, memulihkan
keadilan fiskal, serta menciptakan stabilitas sistem perpajakan internasional.
Kolaborasi lebih dari 140 negara dalam OECD/G20 Inclusive Framework menunjukkan
komitmen global untuk mengatasi masalah kolektif ini, meski implementasinya
masih memerlukan harmonisasi kebijakan dan transparansi yang berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar