Rabu, 16 April 2025

Mengenal Pajak Minimum Global (Global Minimum Tax/GMT)

Digitalisasi dan globalisasi telah mentransformasi ekonomi dunia secara fundamental, memacu inovasi, memperluas akses ke modal, barang, dan jasa, serta mendorong pertumbuhan yang lebih inklusif. Namun, perkembangan ini juga membawa tantangan signifikan bagi sistem perpajakan internasional. Sistem yang ada saat ini, yang sebagian besar prinsipnya disusun pada era 1920-an, dinilai usang dan tidak lagi memadai untuk menangani model bisnis modern, terutama yang berbasis digital dan beroperasi lintas yurisdiksi tanpa kehadiran fisik yang signifikan.  

Kelemahan fundamental ini menciptakan celah yang dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan multinasional (MNEs) untuk melakukan praktik penghindaran pajak (tax avoidance) dan penggerusan basis pajak serta pengalihan laba (Base Erosion and Profit Shifting - BEPS). MNEs dapat memindahkan laba kena pajak dari yurisdiksi dengan tarif pajak tinggi ke yurisdiksi dengan tarif pajak rendah atau bahkan nol, seringkali melalui mekanisme seperti transfer pricing aset tak berwujud atau struktur pembiayaan internal.

Fenomena ini tidak hanya merugikan penerimaan negara tetapi juga menimbulkan isu keadilan, karena MNEs besar dapat membayar pajak dengan tarif efektif yang jauh lebih rendah dibandingkan perusahaan domestik atau usaha kecil dan menengah (UKM). Selain itu, perkembangan ini memicu tekanan bagi negara-negara untuk terus menurunkan tarif pajak perusahaan (corporate income tax - CIT) atau menawarkan insentif pajak yang agresif demi menarik investasi, sebuah fenomena yang dikenal sebagai race to the bottom. Kompetisi pajak ini menjadi masalah tindakan kolektif (collective action problem) yang semakin menggerus basis pajak global.  

Inisiatif OECD/G20 BEPS

Menyadari urgensi permasalahan ini, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan negara-negara G20 meluncurkan Proyek BEPS pada tahun 2013. Proyek ini bertujuan untuk mengatasi praktik BEPS secara komprehensif melalui serangkaian rencana aksi (Action Plan) yang mencakup berbagai aspek perpajakan internasional, seperti ekonomi digital, penyalahgunaan perjanjian pajak, transfer pricing, dan transparansi. Salah satu fokus utama adalah mengatasi tantangan pemajakan yang timbul dari digitalisasi ekonomi (Action 1).  

Proyek BEPS menghasilkan sejumlah rekomendasi dan standar minimum yang diadopsi oleh banyak negara melalui OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS, sebuah forum kolaboratif yang kini beranggotakan lebih dari 140 yurisdiksi. Meskipun proyek BEPS awal (sering disebut BEPS 1.0) berhasil menyepakati beberapa harmonisasi aturan pajak, tantangan mendasar terkait alokasi hak pemajakan di era digital dan isu persaingan pajak yang tersisa masih belum sepenuhnya teratasi.  

Solusi Dua Pilar

Sebagai kelanjutan dari upaya mengatasi tantangan tersebut, pada tahun 2019, diskusi internasional memasuki fase baru yang sering disebut "BEPS 2.0". Fase ini berpuncak pada kesepakatan bersejarah yang dicapai oleh anggota Inclusive Framework pada Oktober 2021 mengenai solusi dua pilar (Two-Pillar Solution) untuk mereformasi aturan pajak internasional.  

  • Pilar Satu (Pillar One): Berfokus pada realokasi sebagian hak pemajakan atas laba MNE terbesar dan paling menguntungkan ke yurisdiksi pasar tempat konsumen atau pengguna berada, terlepas dari kehadiran fisik perusahaan di sana. Pilar Satu bertujuan untuk mengatasi tantangan pemajakan ekonomi digital secara lebih langsung dan memastikan pembagian hak pemajakan yang lebih adil di era modern. Implementasi Pilar Satu diharapkan akan menggantikan pajak layanan digital (Digital Services Taxes - DST) unilateral yang telah diterapkan oleh beberapa negara.  
  • Pilar Dua (Pillar Two): Bertujuan untuk menetapkan batas bawah (floor) bagi persaingan pajak melalui pengenalan Pajak Minimum Global (Global Minimum Tax - GMT). Pilar Dua dirancang untuk memastikan bahwa MNE besar membayar tingkat pajak minimum tertentu atas laba mereka di setiap yurisdiksi tempat mereka beroperasi, sehingga mengurangi insentif untuk memindahkan laba ke surga pajak.  

Kedua pilar ini, meskipun independen, dirancang untuk bekerja sama menciptakan sistem perpajakan internasional yang lebih stabil, adil, dan sesuai dengan kondisi ekonomi global saat ini.  

Definisi Pajak Minimum Global (GMT)

Pajak Minimum Global (Global Minimum Tax - GMT) adalah sebuah kebijakan perpajakan internasional yang dirancang untuk menetapkan suatu batas bawah (floor) terhadap tarif pajak efektif (Effective Tax Rate - ETR) yang dibayarkan oleh perusahaan multinasional (MNEs) skala besar atas laba yang mereka peroleh di seluruh yurisdiksi tempat mereka menjalankan operasi bisnis. Secara esensial, GMT bertujuan memastikan bahwa MNEs besar membayar setidaknya tingkat pajak minimum yang disepakati secara global, terlepas dari di mana laba tersebut dilaporkan. Kebijakan ini merupakan perubahan fundamental dari sistem sebelumnya yang memungkinkan MNEs memanfaatkan perbedaan tarif pajak antarnegara untuk meminimalkan beban pajak global mereka.  

GMT sebagai Bagian dari Pilar Dua

GMT merupakan komponen sentral dan paling menonjol dari Pilar Dua (Pillar Two) dalam kerangka kerja solusi dua pilar OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS. Pilar Dua secara keseluruhan bertujuan untuk mengatasi isu-isu BEPS yang tersisa yang tidak sepenuhnya tercakup oleh Pilar Satu atau proyek BEPS 1.0, terutama yang berkaitan dengan persaingan pajak dan pengalihan laba ke yurisdiksi berpajak rendah.

Selain GMT yang diimplementasikan melalui aturan GloBE, Pilar Dua juga mencakup Subject to Tax Rule (STTR), sebuah aturan berbasis perjanjian pajak yang menyasar jenis pembayaran intra-grup tertentu yang dikenakan pajak sangat rendah.  

Konsep "Top-up Tax"

Inti dari mekanisme GMT adalah pengenaan "pajak tambahan" atau "top-up tax". Top-up tax ini akan dikenakan apabila perhitungan menunjukkan bahwa ETR suatu MNE di yurisdiksi tertentu berada di bawah tarif pajak minimum yang telah disepakati secara global, yaitu 15%. Jumlah top-up tax dihitung sedemikian rupa sehingga total pajak yang dibayar atas laba di yurisdiksi tersebut mencapai tingkat minimum 15%. Dengan kata lain, top-up tax adalah selisih antara tarif minimum 15% dan ETR aktual di yurisdiksi tersebut, yang kemudian dikalikan dengan basis pajak tertentu (laba setelah penyesuaian tertentu). Mekanisme ini secara efektif menghilangkan atau setidaknya mengurangi secara signifikan keuntungan pajak dari pemindahan laba ke negara dengan tarif pajak di bawah 15%.  

Aturan GloBE (Global Anti-Base Erosion)

Implementasi teknis dari GMT diatur dalam seperangkat aturan rinci yang dikenal sebagai Global Anti-Base Erosion (GloBE) Rules. Aturan GloBE ini dikembangkan oleh anggota Inclusive Framework dan dirilis pertama kali pada Desember 2021. Aturan ini menyediakan kerangka kerja yang terkoordinasi untuk memastikan MNEs besar membayar tingkat pajak minimum atas laba yang timbul di setiap yurisdiksi tempat mereka beroperasi.  

Aturan Model GloBE dirancang sebagai templat legislatif yang dapat diadopsi oleh negara-negara partisipan ke dalam hukum domestik mereka. Aturan ini bersifat komprehensif dan teknis, mencakup sekitar 45 halaman aturan inti ditambah 15 halaman definisi , serta dilengkapi dengan Komentar (Commentary) , Contoh Ilustratif (Illustrative Examples), dan Panduan Administratif (Administrative Guidance) yang terus diperbarui oleh OECD untuk memberikan klarifikasi dan panduan penerapan. Aturan GloBE mendefinisikan secara rinci lingkup MNE yang terdampak, metodologi perhitungan ETR yurisdiksi, perhitungan top-up tax, serta mekanisme pemungutannya melalui IIR dan UTPR. Desain aturan ini berupaya mengakomodasi keragaman sistem pajak domestik di berbagai negara.  

Kesimpulan

Perkembangan ekonomi digital dan globalisasi telah menciptakan tantangan signifikan dalam sistem perpajakan internasional, terutama terkait praktik penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional (MNEs) melalui penggerusan basis pajak dan pengalihan laba (BEPS). Sistem perpajakan yang usang tidak mampu mengakomodasi model bisnis modern, memicu ketidakadilan fiskal dan "race to the bottom" di mana negara saling menurunkan tarif pajak untuk menarik investasi. Menanggapi hal ini, OECD/G20 meluncurkan Proyek BEPS pada 2013, yang kemudian berkembang menjadi solusi dua pilar (Two-Pillar Solution) pada 2021. Pilar Satu berfokus pada realokasi hak pemajakan ke yurisdiksi pasar, sementara Pilar Dua memperkenalkan Pajak Minimum Global (GMT) untuk membatasi persaingan pajak dengan menetapkan tarif efektif minimum 15%.

Sebagai inti dari Pilar Dua, GMT dirancang untuk memastikan MNEs besar membayar pajak minimum di setiap yurisdiksi operasi mereka melalui mekanisme "top-up tax". Aturan GloBE (Global Anti-Base Erosion) menjadi kerangka teknis yang mengikat, menghitung selisih tarif pajak efektif dengan batas 15% dan mengenakan pajak tambahan. Solusi ini bertujuan menghentikan praktik alih laba ke surga pajak, memulihkan keadilan fiskal, serta menciptakan stabilitas sistem perpajakan internasional. Kolaborasi lebih dari 140 negara dalam OECD/G20 Inclusive Framework menunjukkan komitmen global untuk mengatasi masalah kolektif ini, meski implementasinya masih memerlukan harmonisasi kebijakan dan transparansi yang berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengapa Tax Ratio Indonesia Rendah

Pendahuluan: Memahami Rasio Pajak Bagian ini memperkenalkan ko...