Kamis, 10 April 2025

Metode dan Teknik Pemeriksaan Pajak Berdasarkan SE-65/PJ/2013

I. Pendahuluan

Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-65/PJ/2013, yang diterbitkan pada tanggal 31 Desember 2013, merupakan instrumen regulasi penting yang menetapkan pedoman penggunaan metode dan teknik pemeriksaan pajak di Indonesia. Kehadiran surat edaran ini menandai langkah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam memberikan kerangka kerja yang lebih terstruktur dan terstandarisasi bagi para Pemeriksa Pajak dalam menjalankan tugasnya.  

Pentingnya pedoman ini terletak pada tujuannya untuk menyeragamkan praktik pemeriksaan, meningkatkan objektivitas dan profesionalisme Pemeriksa Pajak, serta memastikan bahwa setiap temuan pemeriksaan didasarkan pada bukti yang kompeten dan cukup sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Dengan adanya pedoman ini, diharapkan proses pemeriksaan dapat berjalan lebih efektif, efisien, dan menghasilkan keputusan yang lebih akuntabel. SE-65/PJ/2013 ini secara eksplisit dinyatakan sebagai bagian dari Standar Pemeriksaan yang lebih luas, menunjukkan integrasinya dalam kerangka kerja audit perpajakan secara keseluruhan.  

Tulisan ini bertujuan untuk menyajikan penjelasan analitis dan mendalam mengenai metode pemeriksaan dan teknik pemeriksaan sebagaimana diatur secara spesifik dalam SE-65/PJ/2013. Pembahasan akan mencakup definisi, ruang lingkup penerapan, keterkaitan antara metode dan teknik, serta prinsip-prinsip dasar yang melandasi penggunaannya dalam praktik pemeriksaan pajak di Indonesia.

II. Konteks dan Kerangka Dasar SE-65/PJ/2013

Pemahaman yang komprehensif mengenai SE-65/PJ/2013 memerlukan penelaahan terhadap konteks penerbitannya, termasuk tujuan, ruang lingkup, dasar hukum, dan definisi-definisi kunci yang digunakan.

A. Tujuan dan Sasaran

Tujuan utama penerbitan SE-65/PJ/2013 adalah untuk memberikan pedoman yang jelas kepada Pemeriksa Pajak dalam melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar pemeriksaan yang berlaku. Selain itu, surat edaran ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dalam penggunaan berbagai metode dan teknik pemeriksaan yang tersedia. Pernyataan eksplisit mengenai penyediaan "pedoman" dan "kemudahan penggunaan" mengindikasikan adanya kebutuhan untuk menciptakan suatu kerangka operasional yang seragam bagi seluruh Pemeriksa Pajak. Upaya standardisasi ini penting untuk mengurangi potensi inkonsistensi dalam pendekatan pemeriksaan antar kantor pajak atau antar pemeriksa, sehingga dapat menghasilkan proses dan hasil audit yang lebih dapat diprediksi dan adil bagi Wajib Pajak. Dengan kata lain, SE ini berfokus pada standardisasi cara pelaksanaan audit.  

B. Ruang Lingkup

Pedoman yang diatur dalam SE-65/PJ/2013 mencakup metode dan teknik pemeriksaan yang digunakan dalam rangka pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Selain itu, pedoman ini juga berlaku untuk pemeriksaan yang dilakukan untuk tujuan lain, selama hal tersebut tidak diatur secara khusus dalam ketentuan tersendiri. Ruang lingkup yang luas ini menunjukkan bahwa SE-65/PJ/2013 berlaku untuk sebagian besar jenis pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh DJP.  

Namun demikian, klausul "sepanjang tidak diatur dalam ketentuan tersendiri" merupakan pembatasan penting. Hal ini menyiratkan bahwa untuk jenis pemeriksaan yang sangat spesifik, mungkin terdapat peraturan tambahan atau bahkan peraturan yang menimpa (override) pedoman umum dalam SE-65 ini. Contohnya adalah pemeriksaan terkait transfer pricing yang memiliki regulasi detail tersendiri seperti Peraturan Dirjen Pajak No. PER-22/PJ/2013 atau pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan. Meskipun SE-65 menyediakan perangkat umum, Pemeriksa Pajak harus tetap memperhatikan konteks spesifik audit dan peraturan terkait lainnya yang mungkin berlaku.  

C. Dasar Hukum

Dasar hukum penerbitan SE-65/PJ/2013 adalah Pasal 4 huruf b dan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2013 tentang Standar Pemeriksaan. Ini menunjukkan bahwa SE-65/PJ/2013 berfungsi sebagai aturan pelaksana atau penjabaran lebih lanjut ("ketentuan pelengkap" atau "turunan") dari prinsip-prinsip yang lebih umum yang telah ditetapkan dalam PER-23/PJ/2013.  

Lebih lanjut, penerbitan PER-23/PJ/2013 itu sendiri merupakan konsekuensi dari perubahan pada peraturan yang lebih tinggi, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013. Rangkaian penerbitan peraturan ini mengilustrasikan adanya struktur hierarki dalam regulasi perpajakan di Indonesia. Surat Edaran (SE) memberikan panduan operasional detail berdasarkan standar yang lebih luas dalam Peraturan Dirjen Pajak (PER), yang pada gilirannya mengimplementasikan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Peraturan Pemerintah (PP). Pemahaman terhadap hierarki ini krusial untuk menafsirkan bobot hukum dan konteks SE-65 sebagai panduan praktis dalam kerangka hukum yang lebih besar.  

D. Definisi Kunci

SE-65/PJ/2013 memberikan definisi untuk beberapa istilah kunci guna memastikan pemahaman yang seragam :  

  • Pemeriksaan (Audit): Serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  • Metode Pemeriksaan (Audit Method): Teknik pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan terhadap buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain.
  • Metode Langsung (Direct Method): Teknik pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan untuk menguji kebenaran pos-pos diperiksa yang dilakukan secara langsung terhadap buku, catatan, dan dokumen terkait dengan pos-pos yang diperiksa.
  • Metode Tidak Langsung (Indirect Method): Teknik pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan untuk menguji kebenaran pos-pos yang diperiksa secara tidak langsung melalui suatu pendekatan penghitungan tertentu.
  • Pemeriksa Pajak (Tax Auditor): Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan.
  • Teknik Pemeriksaan (Audit Technique): Cara-cara pengumpulan bukti, pengujian, dan/atau pembuktian yang dikembangkan oleh Pemeriksa Pajak untuk meyakini kebenaran pos-pos yang diperiksa.
  • Prosedur Pemeriksaan (Audit Procedure): Serangkaian langkah dalam suatu teknik pemeriksaan, berupa petunjuk rinci yang biasanya tertulis dalam bentuk perintah, untuk dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak.

Definisi-definisi ini secara cermat membedakan antara konsep Metode, Teknik, dan Prosedur. Metode merujuk pada pendekatan keseluruhan (Langsung atau Tidak Langsung). Teknik adalah alat spesifik yang digunakan dalam metode tersebut (misalnya, analisis, konfirmasi). Prosedur adalah instruksi langkah-demi-langkah yang detail untuk menerapkan suatu teknik. Terminologi yang terstruktur ini menjadi dasar bagi pendekatan sistematis yang dianjurkan oleh SE-65 dan pemahaman yang benar atas perbedaan ini sangat penting untuk menerapkan pedoman secara tepat.

III. Metode Pemeriksaan Pajak

SE-65/PJ/2013 mengklasifikasikan metode pemeriksaan menjadi dua kategori utama: Metode Langsung dan Metode Tidak Langsung.  

A. Metode Langsung (Direct Method)

Metode Langsung didefinisikan sebagai teknik dan prosedur pemeriksaan yang bertujuan untuk menguji kebenaran pos-pos dalam Surat Pemberitahuan (SPT) atau akun-akun turunannya secara langsung. Pengujian ini dilakukan dengan memeriksa bukti-bukti primer seperti buku-buku akuntansi, catatan pendukung, dokumen transaksi (misalnya faktur, kuitansi, kontrak), dan data relevan lainnya yang secara langsung berkaitan dengan pos yang sedang diaudit. Esensi dari metode ini adalah verifikasi langsung terhadap angka atau informasi yang dilaporkan oleh Wajib Pajak.  

Dalam praktiknya, Metode Langsung melibatkan penelusuran transaksi dari dokumen sumber ke catatan akuntansi (tracing) atau sebaliknya, dari catatan akuntansi ke dokumen sumber (vouching). Contoh penerapan termasuk memeriksa kebenaran jumlah penjualan yang dilaporkan dengan mencocokkannya ke faktur penjualan dan bukti pengiriman barang, atau memverifikasi biaya yang dibebankan dengan memeriksa faktur pembelian dari pemasok dan bukti pembayarannya.

Karena sifatnya yang mengandalkan verifikasi langsung terhadap bukti transaksi, metode ini secara inheren dianggap sebagai pendekatan fundamental dalam pemeriksaan pajak, meskipun SE-65 tidak secara eksplisit melabelinya sebagai "metode utama". Logika ini diperkuat oleh persyaratan yang ditetapkan untuk penggunaan Metode Tidak Langsung.

B. Metode Tidak Langsung (Indirect Method)

Berbeda dengan Metode Langsung, Metode Tidak Langsung adalah teknik dan prosedur pemeriksaan yang digunakan untuk menguji kebenaran pos-pos yang diperiksa secara tidak langsung. Pengujian tidak dilakukan dengan memverifikasi setiap transaksi secara individual, melainkan melalui suatu pendekatan penghitungan tertentu yang menggunakan data atau indikator finansial yang lebih luas untuk mengestimasi atau merekonstruksi jumlah penghasilan atau pos lainnya.  

Penggunaan Metode Tidak Langsung tidak dapat dilakukan secara sembarangan. SE-65/PJ/2013 menetapkan kondisi-kondisi spesifik untuk penerapannya:

  1. Metode Tidak Langsung pada prinsipnya digunakan apabila Metode Langsung tidak dapat diterapkan. Ini bisa terjadi jika, misalnya, Wajib Pajak tidak menyelenggarakan pembukuan, pembukuan tidak lengkap atau tidak dapat diandalkan, atau bukti-bukti transaksi hilang atau tidak memadai.  
  2. Jika Pemeriksa Pajak memutuskan untuk menggunakan Metode Tidak Langsung sebagai satu-satunya metode (tanpa didukung Metode Langsung), maka Pemeriksa Pajak harus memiliki bukti yang menunjukkan bahwa Metode Langsung memang tidak dapat digunakan. Persyaratan justifikasi ini menegaskan bahwa Metode Langsung harus diupayakan terlebih dahulu.  
  3. Metode Tidak Langsung juga dapat digunakan sebagai pendukung terhadap penggunaan Metode Langsung, atau sebagai alat untuk melakukan identifikasi masalah atau area berisiko yang memerlukan pendalaman lebih lanjut.  

Kondisi-kondisi ini secara jelas memposisikan Metode Tidak Langsung sebagai alat sekunder atau komplementer. Ia menjadi pilihan ketika verifikasi langsung tidak memungkinkan atau tidak cukup, atau digunakan untuk memberikan keyakinan tambahan atau mengarahkan fokus pemeriksaan. Hal ini mencegah Pemeriksa Pajak untuk langsung menggunakan estimasi jika verifikasi langsung sebenarnya masih mungkin dilakukan.

Penting untuk ditekankan bahwa setiap penerapan Metode Tidak Langsung harus tetap didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.  

SE-65/PJ/2013, khususnya dalam Lampiran I, menguraikan beberapa pendekatan spesifik yang dapat digunakan dalam Metode Tidak Langsung. Pemeriksa Pajak dapat menggunakan satu atau lebih pendekatan ini sesuai dengan kondisi kasus yang dihadapi. Pendekatan-pendekatan tersebut adalah:  

  • Pendekatan Transaksi Tunai dan Bank (Cash Transaction and Bank Approach).

Pendekatan ini menganalisis seluruh transaksi penerimaan (kredit) dan pengeluaran (debit) melalui kas dan rekening bank Wajib Pajak selama periode pemeriksaan untuk mengestimasi penghasilan bruto. Diperlukan data rekening koran dan/atau buku kas sebagai bukti kompeten.

Jika total kredit (penerimaan) melebihi total debit (pengeluaran) setelah penyesuaian tertentu, selisihnya dapat mengindikasikan adanya penghasilan yang belum dilaporkan. Perhitungan harus disesuaikan untuk mengeluarkan penerimaan yang bukan penghasilan (misalnya pinjaman) dan pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan menurut pajak. Sumber data dapat meliputi SPT, bukti potong/pungut pihak ketiga, data bank/kas, dan hasil wawancara.  

  • 2. Pendekatan Sumber dan Penggunaan Dana (Source and Application of Funds Approach).

Pendekatan ini membandingkan total sumber dana yang diperoleh Wajib Pajak (misalnya dari penghasilan, pinjaman, penjualan aset) dengan total penggunaan dana (misalnya untuk biaya operasional, pembelian aset, pembayaran utang) selama periode tertentu.

Prinsip dasarnya adalah jika pelaporan akurat, total sumber dana setidaknya harus sama dengan total penggunaan dana. Jika penggunaan dana secara signifikan melebihi sumber dana yang teridentifikasi, hal ini dapat mengindikasikan adanya sumber dana (kemungkinan penghasilan) yang tidak dilaporkan. Pendekatan ini efektif jika data mengenai arus kas masuk dan keluar Wajib Pajak tersedia.  

  • Pendekatan Penghitungan Rasio (Ratio Analysis Approach).

Pendekatan ini menggunakan rasio-rasio keuangan atau operasional sebagai dasar untuk mengestimasi pos-pos SPT seperti peredaran usaha, harga pokok penjualan, atau laba. Rasio pembanding dapat berasal dari data historis Wajib Pajak sendiri, data industri sejenis yang dipublikasikan, data internal DJP, atau hasil pemeriksaan sebelumnya.

Keberhasilan pendekatan ini sangat bergantung pada ketersediaan data pembanding yang andal dan relevan. Pemeriksa Pajak harus cermat mempertimbangkan faktor-faktor kesebandingan (seperti karakteristik usaha, skala, lokasi geografis, kondisi ekonomi, strategi bisnis) sebelum menerapkan rasio pembanding , sebuah prinsip yang juga penting dalam analisis transfer pricing.  

  • Pendekatan Satuan dan/atau Volume (Unit and/or Volume Approach).

Pendekatan ini menghitung kembali jumlah penghasilan bruto atau pos SPT lainnya dengan cara mengalikan jumlah satuan atau volume usaha yang direalisasi dengan harga jual per satuan atau laba per satuan. Satuan bisa berupa kuantitas produk yang dijual, jumlah jasa yang diberikan, jumlah bahan baku yang digunakan, atau indikator kuantitatif lainnya (misalnya jumlah kunjungan pasien untuk dokter).

Pendekatan ini sangat cocok untuk usaha dengan produk atau jasa yang relatif homogen, terstandarisasi, dan memiliki harga yang stabil atau mudah ditentukan. Diperlukan data yang akurat mengenai volume dan harga/laba per satuan, yang bisa diperoleh dari catatan Wajib Pajak atau pihak ketiga.  

  • Pendekatan Penghitungan Biaya Hidup (Cost of Living Approach).

Pendekatan ini umumnya digunakan untuk pemeriksaan Wajib Pajak Orang Pribadi, terutama jika catatan kas dan bank tidak memadai. Caranya adalah dengan menghitung total biaya hidup Wajib Pajak dan keluarganya selama setahun.

Logikanya, penghasilan Wajib Pajak minimal harus dapat menutupi biaya hidupnya (dengan asumsi tidak ada penambahan utang atau penggunaan tabungan). Biaya hidup mencakup semua pengeluaran untuk konsumsi pribadi dan keluarga (misalnya makanan, pakaian, perumahan, transportasi, pendidikan, rekreasi) tetapi tidak termasuk pengeluaran untuk menambah kekayaan. Estimasi biaya hidup harus dilakukan secara wajar dengan mempertimbangkan jumlah tanggungan, gaya hidup, dan lokasi tempat tinggal Wajib Pajak, seringkali melalui wawancara atau konfirmasi.  

  • Pendekatan Pertambahan Kekayaan Bersih (Net Worth Approach).

Pendekatan ini menghitung penghasilan berdasarkan perubahan kekayaan bersih Wajib Pajak antara awal dan akhir tahun pajak. Kekayaan bersih dihitung sebagai selisih antara total harta (aset) dan total kewajiban (utang). Pertambahan kekayaan bersih selama setahun, setelah ditambah dengan estimasi biaya hidup dan dikurangi penerimaan yang bukan penghasilan (misalnya warisan, hibah, atau tambahan modal yang sah), dianggap sebagai penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak pada tahun tersebut. Pendekatan ini memerlukan data yang komprehensif mengenai posisi harta dan utang Wajib Pajak pada dua titik waktu (awal dan akhir tahun).  

IV. Teknik-Teknik Pemeriksaan Pajak

Selain metode pemeriksaan, SE-65/PJ/2013 juga menguraikan berbagai teknik pemeriksaan yang dapat digunakan oleh Pemeriksa Pajak.

A. Pengantar Teknik Pemeriksaan

Teknik Pemeriksaan didefinisikan sebagai cara-cara spesifik yang dikembangkan dan digunakan oleh Pemeriksa Pajak untuk mengumpulkan bukti, melakukan pengujian, dan/atau membuktikan kebenaran pos-pos yang sedang diperiksa. Teknik-teknik ini merupakan alat praktis atau prosedur kerja yang digunakan untuk mengimplementasikan Metode Pemeriksaan yang dipilih (baik Metode Langsung maupun Metode Tidak Langsung). Tujuan utama dari penerapan teknik-teknik ini adalah untuk menghimpun bukti kompeten yang cukup ("sufficient competent evidence") sebagai dasar yang kuat untuk mendukung setiap temuan atau kesimpulan pemeriksaan.  

B. Penjelasan Rinci Teknik-Teknik Pemeriksaan

SE-65/PJ/2013 menyebutkan serangkaian teknik pemeriksaan yang dapat dimanfaatkan oleh Pemeriksa Pajak. Berikut adalah penjelasan untuk masing-masing teknik tersebut, dengan penekanan pada beberapa teknik kunci berdasarkan informasi yang tersedia:  

  • Pemanfaatan informasi internal dan/atau eksternal Direktorat Jenderal Pajak: Teknik ini melibatkan penggunaan data dan informasi yang berasal dari dalam DJP (internal) maupun dari luar DJP (eksternal).
    • Informasi Internal mencakup data SPT tahun-tahun sebelumnya, data pembayaran pajak, hasil pemeriksaan atau keberatan/banding sebelumnya, data profil Wajib Pajak, data dari sistem informasi DJP lainnya.  
    • Informasi Eksternal dapat bersumber dari instansi pemerintah lain (misalnya data kepemilikan properti/kendaraan, data perizinan), data dari pihak ketiga (misalnya data transaksi dari bank, data pembelian/penjualan dari lawan transaksi Wajib Pajak), informasi dari media massa atau internet, serta data yang diperoleh melalui mekanisme pertukaran informasi (Exchange of Information/EoI) dengan otoritas pajak negara lain. Pemanfaatan informasi ini sangat krusial dalam tahap perencanaan pemeriksaan, identifikasi risiko ketidakpatuhan, pengujian kewajaran laporan Wajib Pajak, dan pengumpulan bukti pendukung.  

 

  • Pengujian keabsahan dokumen: Melakukan verifikasi untuk memastikan bahwa dokumen yang diperoleh (baik dari Wajib Pajak maupun pihak ketiga) adalah asli, sah secara hukum, tidak dipalsukan, dan memenuhi persyaratan formal yang berlaku.  
  • Evaluasi: Melakukan penilaian terhadap dokumen, kegiatan, sistem, atau informasi lainnya berdasarkan kriteria tertentu. Evaluasi dapat dilakukan sebelum pemeriksaan (pre-test) untuk mengukur kepatuhan awal atau efektivitas rencana pemeriksaan, maupun setelah pemeriksaan (post-test) untuk menilai kualitas pelaksanaan pemeriksaan dibandingkan prosedur formal.  
  • Analisis angka-angka: Menganalisis data kuantitatif (angka-angka keuangan) dalam laporan Wajib Pajak untuk mengidentifikasi adanya fluktuasi yang tidak wajar, tren yang mencurigakan, hubungan antar akun yang tidak logis, atau perbandingan yang signifikan dengan data industri/historis.  
  • Penelusuran angka-angka: Melacak alur suatu angka atau transaksi melalui berbagai tahapan pencatatan dalam sistem akuntansi atau dokumen terkait untuk memastikan konsistensi dan akurasi pencatatan.  
  • Penelusuran bukti (Vouching & Tracing): Teknik fundamental dalam audit yang terdiri dari dua arah :
    • Vouching: Menelusuri dari angka yang tercatat di buku/laporan keuangan kembali ke dokumen sumber pendukungnya (misalnya dari catatan penjualan ke faktur). Tujuannya menguji apakah transaksi yang dicatat benar-benar terjadi (existence/occurrence) dan didukung bukti yang sah.  
    • Tracing: Menelusuri dari dokumen sumber ke pencatatannya di buku/laporan keuangan (misalnya dari faktur pembelian ke catatan biaya). Tujuannya menguji apakah semua transaksi yang seharusnya dicatat memang sudah dicatat (completeness).  
  • Pengujian keterkaitan: Meneliti dan menguji hubungan atau korelasi logis antara satu pos, transaksi, atau data dengan pos, transaksi, atau data lainnya yang seharusnya saling berhubungan. Contohnya termasuk menguji hubungan antara volume penjualan dengan biaya pokok penjualan, antara pembelian bahan baku dengan produksi barang jadi, antara PPN Masukan dengan PPN Keluaran, antara biaya promosi dengan tingkat penjualan, atau antara arus barang dengan arus uang. Teknik ini membantu menilai kewajaran data dan mengidentifikasi potensi inkonsistensi atau ketidakakuratan.  
  • Ekualisasi atau rekonsiliasi: Membandingkan dan mencocokkan data mengenai objek pajak yang sama yang berasal dari sumber yang berbeda untuk mengidentifikasi adanya perbedaan (selisih) dan mencari penyebabnya. Contoh umum adalah melakukan ekualisasi antara peredaran usaha yang dilaporkan di SPT PPh Badan dengan objek PPN yang dilaporkan di SPT Masa PPN, atau rekonsiliasi antara saldo kas menurut buku besar dengan saldo menurut rekening koran bank. Ini adalah teknik penting untuk memastikan konsistensi pelaporan Wajib Pajak di berbagai jenis pajak atau catatan.  
  • Permintaan keterangan atau bukti: Mengajukan permintaan secara formal (biasanya tertulis) kepada Wajib Pajak atau pihak ketiga untuk memberikan penjelasan lisan/tertulis atau menyerahkan bukti/dokumen tambahan yang relevan dengan pemeriksaan.  
  • Konfirmasi: Memperoleh penegasan atau verifikasi informasi secara langsung dari pihak ketiga yang independen mengenai suatu hal yang berkaitan dengan Wajib Pajak. Contohnya adalah mengirim surat konfirmasi ke bank untuk memverifikasi saldo rekening atau pinjaman Wajib Pajak, ke pelanggan untuk memverifikasi saldo piutang, atau ke pemasok untuk memverifikasi saldo utang. Bukti konfirmasi dari pihak ketiga umumnya dianggap memiliki tingkat keandalan yang tinggi.  
  • Inspeksi: Melakukan pemeriksaan atau pengamatan fisik secara langsung terhadap aset berwujud (misalnya mesin, gedung, kendaraan), persediaan barang dagangan, atau proses kegiatan usaha Wajib Pajak di lokasi usahanya.  
  • Pengujian kebenaran fisik: Bagian spesifik dari inspeksi yang fokus pada verifikasi keberadaan fisik (eksistensi) suatu aset atau barang yang tercatat dalam pembukuan Wajib Pajak.  
  • Pengujian kebenaran penghitungan matematis: Melakukan perhitungan ulang (rekalkulasi) terhadap penjumlahan, pengurangan, perkalian, atau perhitungan lainnya yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk memastikan akurasi matematisnya.  
  • Wawancara: Melakukan tanya jawab secara lisan dengan Wajib Pajak, pegawainya, atau pihak lain yang relevan untuk memperoleh informasi, klarifikasi, atau penjelasan lebih lanjut mengenai hal-hal yang diperiksa. Hasil wawancara biasanya dituangkan dalam berita acara.  
  • Uji petik (sampling): Memilih dan menguji sebagian kecil (sampel) dari keseluruhan populasi data atau transaksi, ketika pengujian terhadap seluruh populasi dianggap tidak praktis atau tidak efisien karena jumlahnya yang sangat besar. Hasil pengujian sampel kemudian diproyeksikan ke seluruh populasi. Penggunaan teknik ini memerlukan penerapan metode sampling statistik atau non-statistik yang tepat agar sampel yang dipilih representatif.  
  • Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK) / Computer Assisted Audit Techniques (CAATs): Memanfaatkan perangkat lunak atau aplikasi komputer khusus untuk membantu Pemeriksa Pajak dalam mengolah, menganalisis, dan menguji data elektronik Wajib Pajak dalam volume besar. TABK memungkinkan analisis yang lebih kompleks dan efisien dibandingkan metode manual.  
  • Teknik-teknik pemeriksaan lainnya: Kategori ini mencakup teknik-teknik pemeriksaan lain yang sah dan relevan sesuai ketentuan perpajakan, namun tidak disebutkan secara eksplisit dalam daftar di atas. Ini memberikan fleksibilitas bagi Pemeriksa Pajak untuk menggunakan metode lain yang mungkin berkembang seiring waktu atau spesifik untuk industri tertentu.  

Banyaknya teknik yang berfokus pada analisis data (seperti Analisis angka-angka, TABK), perbandingan data dari berbagai sumber (Ekualisasi, Pengujian Keterkaitan), dan pemanfaatan informasi eksternal (Pemanfaatan Informasi Eksternal, Konfirmasi) menandakan pergeseran paradigma dalam audit pajak.

Pemeriksaan modern cenderung tidak lagi hanya bergantung pada dokumen yang disajikan oleh Wajib Pajak, tetapi semakin mengandalkan prosedur analitis yang canggih dan upaya koroborasi (pencocokan) dengan berbagai sumber data independen. Pendekatan ini lebih adaptif terhadap tantangan pemeriksaan di era digital dengan volume data elektronik yang besar dan transaksi bisnis yang semakin kompleks.  

Berikut adalah tabel ringkasan teknik-teknik pemeriksaan yang diatur dalam SE-65/PJ/2013:

V. Penerapan Metode dan Teknik dalam Praktik Pemeriksaan

Pemahaman mengenai metode dan teknik pemeriksaan menjadi lengkap ketika melihat bagaimana keduanya diterapkan secara terintegrasi dalam praktik pemeriksaan pajak sehari-hari.

A. Keterkaitan Antara Metode dan Teknik

Metode Pemeriksaan (Langsung atau Tidak Langsung) berfungsi sebagai strategi atau pendekatan umum yang dipilih oleh Pemeriksa Pajak berdasarkan kondisi kasus. Sementara itu, Teknik Pemeriksaan adalah alat atau cara spesifik yang digunakan untuk melaksanakan strategi tersebut. Keduanya tidak dapat dipisahkan; teknik-teknik digunakan untuk mengeksekusi metode yang telah dipilih.  

Sebagai ilustrasi, jika Pemeriksa Pajak menggunakan Metode Langsung untuk memverifikasi kebenaran pos penjualan, ia mungkin akan menerapkan kombinasi beberapa teknik seperti Penelusuran bukti (melakukan vouching dari catatan penjualan ke faktur dan bukti kirim), Konfirmasi (mengirim surat konfirmasi saldo piutang ke beberapa pelanggan besar), Analisis angka-angka (menganalisis tren penjualan bulanan), dan Pengujian kebenaran penghitungan matematis (memeriksa akurasi penjumlahan faktur). Sebaliknya, jika Pemeriksa Pajak terpaksa menggunakan Metode Tidak Langsung dengan Pendekatan Pertambahan Kekayaan Bersih, ia mungkin akan menggunakan teknik Pemanfaatan informasi (meminta data rekening bank, data aset dari BPN/Samsat), Wawancara (untuk mengestimasi biaya hidup), Pengujian kebenaran fisik (memeriksa keberadaan aset yang dilaporkan), dan Permintaan keterangan atau bukti (meminta dokumen terkait perolehan aset atau utang).

B. Pertimbangan Profesional Pemeriksa Pajak

SE-65/PJ/2013 secara eksplisit mengakui peran penting pertimbangan profesional Pemeriksa Pajak (professional judgment) dalam memilih dan mengkombinasikan teknik-teknik pemeriksaan. Kecuali jika ada ketentuan lain yang secara spesifik mewajibkan penggunaan teknik tertentu, Pemeriksa Pajak memiliki diskresi untuk menentukan teknik mana yang paling tepat dan efisien untuk digunakan dalam suatu pemeriksaan.

Pertimbangan ini harus didasarkan pada pemahaman mendalam atas kasus yang dihadapi, termasuk jenis usaha Wajib Pajak, kualitas sistem pencatatan dan pengendalian internalnya, area risiko yang teridentifikasi, serta tujuan pemeriksaan itu sendiri.  

Pengakuan terhadap pertimbangan profesional ini menunjukkan adanya keseimbangan antara upaya standardisasi dan kebutuhan akan fleksibilitas dalam praktik pemeriksaan. Meskipun SE-65 menyediakan daftar metode dan teknik yang terstruktur , peraturan ini memahami bahwa pendekatan yang kaku dan seragam untuk semua kasus tidaklah praktis.

Setiap pemeriksaan memiliki keunikan tersendiri, sehingga Pemeriksa Pajak perlu memiliki kemampuan untuk mengadaptasi pendekatannya. SE-65 menyediakan "menu" alat pemeriksaan, namun Pemeriksa Pajaklah yang harus memilih kombinasi "hidangan" yang paling sesuai untuk setiap situasi audit.  

C. Sinergi Antar Teknik Pemeriksaan

Penerapan teknik pemeriksaan seringkali bersifat sinergis. Hasil yang diperoleh dari penerapan satu teknik dapat memberikan dasar atau memicu penggunaan teknik lainnya. Misalnya, hasil dari teknik Analisis angka-angka yang menunjukkan adanya rasio biaya terhadap pendapatan yang sangat tidak wajar dibandingkan industri sejenis, dapat mendorong Pemeriksa Pajak untuk melakukan pendalaman menggunakan teknik Penelusuran bukti terhadap dokumen-dokumen biaya terkait, atau melakukan Wawancara dengan manajemen untuk meminta penjelasan atas ketidakwajaran tersebut. Sinergi ini memungkinkan proses pemeriksaan berjalan secara iteratif dan mendalam.  

D. Landasan Temuan Pemeriksaan: Bukti Kompeten yang Cukup

Pada akhirnya, seluruh rangkaian penerapan metode dan teknik pemeriksaan bermuara pada satu tujuan utama: mengumpulkan bukti kompeten yang cukup (sufficient competent evidence). SE-65/PJ/2013 menegaskan bahwa setiap temuan pemeriksaan (Temuan Pemeriksaan) yang dihasilkan harus didasarkan pada bukti-bukti tersebut. Selain itu, temuan juga harus selaras dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Prinsip ini menggarisbawahi pentingnya basis faktual dan legal yang kuat untuk setiap koreksi atau kesimpulan yang dibuat oleh Pemeriksa Pajak, demi menjamin kualitas, objektivitas, dan akuntabilitas hasil pemeriksaan.  

VI. Kesimpulan

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-65/PJ/2013 merupakan pedoman fundamental yang mengatur penggunaan metode dan teknik dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak di Indonesia. Regulasi ini secara jelas membedakan antara Metode Langsung (verifikasi langsung ke bukti primer) dan Metode Tidak Langsung (estimasi melalui pendekatan penghitungan tertentu), serta menetapkan kondisi spesifik dan justifikasi yang diperlukan untuk penggunaan Metode Tidak Langsung.

SE-65/PJ/2013 juga menguraikan secara rinci berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam Metode Tidak Langsung (seperti Pendekatan Transaksi Tunai dan Bank, Sumber dan Penggunaan Dana, Penghitungan Rasio, Satuan/Volume, Biaya Hidup, dan Pertambahan Kekayaan Bersih) serta menyediakan daftar komprehensif berisi 17 teknik pemeriksaan spesifik (mulai dari Pemanfaatan Informasi hingga TABK) yang menjadi perangkat kerja Pemeriksa Pajak.

Penerapan metode dan teknik ini dalam praktik menuntut adanya pertimbangan profesional dari Pemeriksa Pajak untuk memilih kombinasi yang paling efektif dan efisien, dengan tetap berpegang pada prinsip utama yaitu penghimpunan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar setiap temuan pemeriksaan. Dengan demikian, SE-65/PJ/2013 berperan krusial dalam upaya standardisasi praktik pemeriksaan, peningkatan profesionalisme aparat pajak, serta penguatan dasar hukum dan faktual bagi hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Kepatuhan terhadap pedoman ini menjadi esensial untuk menjaga kualitas, konsistensi, dan akuntabilitas proses pemeriksaan pajak di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengapa Tax Ratio Indonesia Rendah

Pendahuluan: Memahami Rasio Pajak Bagian ini memperkenalkan ko...