1. Ringkasan Eksekutif
Rasio pajak (Tax Ratio),
yang menunjukkan proporsi output ekonomi suatu negara yang dikumpulkan sebagai
pajak, merupakan indikator penting dari kapasitas fiskal dan pembangunan
secara keseluruhan. Tulisan ini menyajikan analisis komprehensif tentang rasio
pajak di berbagai negara Asia Tenggara, mengungkapkan perbedaan signifikan yang
mencerminkan lanskap ekonomi dan pilihan kebijakan yang beragam di kawasan ini.
Sementara beberapa negara
menunjukkan rasio pajak mendekati atau melampaui tingkat yang dianggap kondusif
untuk pertumbuhan berkelanjutan, negara lain berjuang dengan tingkat yang lebih
rendah, yang berpotensi menghambat kemampuan mereka untuk mendanai layanan
publik penting dan mengejar tujuan pembangunan. Faktor-faktor utama yang
memengaruhi perbedaan ini meliputi tingkat pembangunan ekonomi, struktur
ekonomi, efektivitas kebijakan dan administrasi pajak, kualitas tata kelola,
dan keterlibatan dengan ekonomi global melalui perdagangan dan investasi.
Memahami dinamika dan tren
historis ini sangat penting bagi para pembuat kebijakan dan bisnis yang
beroperasi di kawasan dinamis ini, menawarkan wawasan untuk pengambilan
keputusan strategis dan perumusan kebijakan yang bertujuan untuk mendorong
pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif.
2. Pendahuluan
- 2.1. Definisi Rasio Pajak dalam Keuangan
Publik dan Ekonomi
Rasio pajak, yang juga sering
disebut sebagai rasio pajak terhadap PDB, adalah metrik fundamental dalam
keuangan publik yang mengukur hubungan antara total pendapatan pajak pemerintah
dan ukuran keseluruhan ekonominya, sebagaimana diukur oleh Produk Domestik
Bruto (PDB) .
Pada dasarnya, rasio ini
menunjukkan persentase dari total output ekonomi suatu negara yang dikumpulkan
oleh pemerintahnya melalui berbagai bentuk perpajakan. Ini menawarkan
perspektif yang berharga tentang sejauh mana pemerintah dapat memobilisasi
sumber daya dari ekonominya untuk membiayai pengeluaran publik. Dengan
membandingkan pendapatan pajak dengan PDB, rasio pajak memberikan ukuran
standar yang memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam tentang situasi fiskal
suatu negara daripada hanya melihat jumlah absolut pajak yang dikumpulkan .
- 2.2. Signifikansi Rasio Pajak sebagai
Indikator Kesehatan Fiskal dan Pembangunan
Rasio pajak memegang peranan
penting sebagai indikator kesehatan fiskal suatu negara dan kapasitasnya untuk
pembangunan berkelanjutan . Rasio pajak yang lebih tinggi umumnya menunjukkan
bahwa pemerintah memiliki kemampuan yang lebih besar untuk mendanai layanan
publik penting, termasuk investasi dalam infrastruktur, kesehatan, dan
pendidikan, yang sangat penting untuk prospek ekonomi jangka panjang dan
kesejahteraan warganya .
Selain itu, rasio pajak yang
sehat sering kali menunjukkan stabilitas fiskal pemerintah, yang menunjukkan
kemampuannya untuk memenuhi kewajiban keuangan dan melakukan kegiatan
pembangunan tanpa terlalu bergantung pada pinjaman . Ukuran ini juga berfungsi
sebagai alat utama untuk membandingkan kebijakan pajak dan efisiensi
pengumpulan pendapatan di berbagai negara, memberikan wawasan tentang
efektivitas sistem pajak suatu negara .
Khususnya, organisasi
internasional seperti Bank Dunia telah menyoroti bahwa mempertahankan
pendapatan pajak di atas 15% dari PDB suatu negara seringkali menjadi faktor
penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan, karena
tingkat perpajakan ini memastikan bahwa negara memiliki dana yang diperlukan
untuk berinvestasi di masa depan mereka dan mencapai pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan.
Rasio pajak juga dapat
menawarkan wawasan tentang status ekonomi suatu negara, dengan rasio yang lebih
tinggi sering dikaitkan dengan ekonomi yang lebih maju, sementara rasio yang
lebih rendah mungkin menunjukkan status negara berkembang atau terbelakang .
- 2.3. Rumus untuk Menghitung Rasio Pajak
Rasio pajak dihitung
menggunakan rumus sederhana yang membandingkan total pendapatan pajak yang
dikumpulkan oleh pemerintah suatu negara dengan produk domestik brutonya selama
periode waktu tertentu, biasanya satu tahun . Rumusnya adalah sebagai berikut:
Rasio Pajak = (Total
Pendapatan Pajak Negara Selama Periode / Produk Domestik Bruto Negara Selama
Periode yang Sama) x 100
Di sini, "Total
Pendapatan Pajak" mencakup semua bentuk pajak yang dikumpulkan oleh
pemerintah, termasuk pajak penghasilan, kontribusi jaminan sosial, pajak atas
barang dan jasa, pajak gaji, dan pajak atas kepemilikan dan pengalihan properti
. "Produk Domestik Bruto (PDB)" mewakili total nilai moneter atau
pasar dari semua barang dan jasa jadi yang diproduksi di dalam batas-batas
suatu negara dalam periode waktu tertentu.
3. Asia Tenggara dan
Keanekaragaman Ekonominya
- 3.1. Negara-Negara di Kawasan Asia
Tenggara
Kawasan Asia Tenggara secara
geografis dan politik sangat beragam, terdiri dari sebelas negara berdaulat.
Negara-negara tersebut adalah Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos,
Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Timor-Leste, dan Vietnam .
Sepuluh dari negara-negara ini – semuanya kecuali Timor-Leste – adalah negara
anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) . Meskipun bukan
anggota ASEAN, Timor-Leste secara luas dianggap sebagai bagian dari kawasan
Asia Tenggara karena kedekatan geografis dan ikatan budaya serta sejarah yang
sama .
- 3.2. Gambaran Umum Struktur Ekonomi dan
Tahap Pembangunan yang Beragam
Asia Tenggara dicirikan oleh
heterogenitas ekonomi yang signifikan di antara negara-negara anggotanya .
Tingkat pembangunan ekonomi sangat bervariasi, mulai dari negara-negara
berpenghasilan tinggi seperti Singapura dan Brunei, yang memiliki PDB per kapita
yang besar dan sektor industri serta jasa yang maju , hingga negara-negara
berpenghasilan menengah ke bawah dan berpenghasilan rendah seperti Kamboja,
Laos, Myanmar, dan Timor-Leste . Struktur ekonomi negara-negara ini juga
berbeda secara signifikan.
Sementara negara-negara
seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand telah mengembangkan industri
manufaktur dan jasa yang kuat, negara-negara lain seperti Indonesia, Filipina,
dan Vietnam memiliki basis ekonomi yang lebih terdiversifikasi yang mencakup
kontribusi signifikan dari pertanian, manufaktur, dan jasa . Sebaliknya, Laos
dan Myanmar masih memiliki proporsi ekonomi yang relatif besar yang bergantung
pada pertanian dan sumber daya alam .
Selain itu, prevalensi ekonomi
informal bervariasi di seluruh kawasan, dengan beberapa negara memiliki
sebagian besar kegiatan ekonomi mereka terjadi di luar kerangka peraturan
formal, yang dapat menimbulkan tantangan bagi pengumpulan pajak . Berbagai macam
struktur ekonomi dan tahap pembangunan ini memainkan peran penting dalam
membentuk rasio pajak yang diamati di seluruh Asia Tenggara.
4. Statistik Rasio Pajak Saat
Ini di Asia Tenggara
- 4.1. Rasio Pajak terhadap PDB pada Tahun
2022 (Data OECD)
Data dari Organisasi untuk
Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memberikan gambaran perbandingan
rasio pajak terhadap PDB untuk beberapa negara Asia Tenggara pada tahun 2022 .
Menurut data ini, Vietnam menunjukkan rasio pajak sebesar 19,0%, diikuti oleh
Filipina sebesar 18,4% dan Thailand sebesar 16,7%. Indonesia mencatat rasio
pajak sebesar 11,3%, sedangkan Malaysia sebesar 10,3%. Laos dan Kamboja
masing-masing memiliki rasio pajak sebesar 10,0% dan 7,5% . Data ini menyoroti
rentang yang cukup besar dalam proporsi output ekonomi yang disalurkan ke
pendapatan pemerintah melalui perpajakan di antara negara-negara ini pada tahun
2022.
- 4.2. Rasio Pajak terhadap PDB (Data
Terbaru dari Bank Dunia)
Bank Dunia juga menyediakan
data tentang pendapatan pajak sebagai persentase dari PDB untuk negara-negara
Asia Tenggara, meskipun tahun terbaru data yang tersedia mungkin bervariasi .
Untuk Brunei Darussalam, rasio pajak pada tahun 2022 dilaporkan sebesar 12,06%
, dengan sumber lain yang menunjukkan potensi 11,1% atau 16,5% untuk tahun yang
sama, menyoroti pentingnya sumber data yang cermat.
Pendapatan pajak Kamboja
sebagai persentase dari PDB tercatat sebesar 12,0% pada tahun 2021 . Rasio
Indonesia adalah 11,8% pada Desember 2024 , dengan angka sebelumnya sebesar
9,1% dilaporkan untuk tahun 2021 . Rasio pajak Laos mencapai 13,0% pada tahun 2023
. Rasio Malaysia adalah 13,2% pada September 2024 . Pendapatan pajak Myanmar
sebagai persentase dari PDB adalah 4,4% pada tahun 2021 , dengan tahun fiskal
2022/23 menunjukkan sekitar 5,1% . Rasio pajak Filipina adalah 14,1% pada tahun
2023 , dan Singapura adalah 12,03% pada tahun 2022 . Pendapatan pajak Thailand
sebagai persentase dari PDB adalah 13,2% pada tahun 2023 , dengan rata-rata
16,2% dilaporkan untuk periode 1998-2020 . Timor-Leste menunjukkan rasio pajak
sebesar 21,64% pada tahun 2022 . Vietnam dilaporkan sebesar 16% pada tahun 2021
. Data Bank Dunia memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang kawasan ini,
meskipun dengan tahun data yang bervariasi, umumnya menguatkan perbedaan
signifikan dalam rasio pajak.
- 4.3. Rasio Pajak terhadap PDB (Data
Terbaru dari IMF)
Data dari Dana Moneter
Internasional (IMF) juga memberikan wawasan tentang rasio pajak negara-negara
Asia Tenggara. Untuk Brunei Darussalam, IMF melaporkan rasio pajak sebesar
12,06% pada tahun 2022 , sementara total pendapatan pemerintah adalah 17,3% dari
PDB pada tahun yang sama . Data terbaru yang konsisten untuk Kamboja,
Indonesia, Laos, dan Timor-Leste tidak tersedia dalam cuplikan yang diberikan.
Data historis dari IMF menunjukkan rasio pajak Malaysia sebesar 19,62% dan
Filipina sebesar 20,28%, meskipun angka-angka ini mungkin tidak mencerminkan
situasi terkini.
Untuk Myanmar, IMF melaporkan
pendapatan pemerintah sebesar 17,65% dari PDB pada tahun 2023 , dengan angka
lain sebesar 36,28% untuk tahun yang tidak ditentukan , menunjukkan potensi
variasi dalam definisi atau periode pelaporan. Rasio pajak Singapura tercatat
sebesar 18,5% pada tahun 2021 , dan Thailand sebesar 20,89% secara historis dan
16% pada tahun 2021 . Rasio pajak Vietnam juga dilaporkan sebesar 16% pada
tahun 2021 . Data IMF umumnya sejalan dengan tren yang diamati dari OECD dan
Bank Dunia, menunjukkan beragam rasio pajak di seluruh kawasan.
- 4.4. Tabel Rasio Pajak Saat Ini di Asia
Tenggara
Negara |
Rasio
Pajak Terbaru (%) |
Tahun |
Sumber |
Brunei Darussalam |
12.06 |
2022 |
Bank Dunia |
Kamboja |
12.0 |
2021 |
Bank Dunia |
Indonesia |
11.8 |
2024 |
Bank Dunia |
Laos |
13.0 |
2023 |
Bank Dunia |
Malaysia |
13.2 |
2024 |
Bank Dunia |
Myanmar |
4.4 |
2021 |
Bank Dunia |
Filipina |
14.1 |
2023 |
Bank Dunia |
Singapura |
12.03 |
2022 |
Bank Dunia |
Thailand |
13.2 |
2023 |
Bank Dunia |
Timor-Leste |
21.64 |
2022 |
Bank Dunia |
Vietnam |
16.0 |
2021 |
Bank Dunia |
Catatan:
Data untuk Brunei dan Indonesia mungkin memiliki variasi di berbagai laporan.
Data Myanmar berasal dari tahun 2021 karena angka yang lebih baru mencerminkan
pendapatan pemerintah yang lebih luas. Tabel memprioritaskan data Bank Dunia
untuk konsistensi jika tersedia.
5. Tren Historis Rasio Pajak
di Asia Tenggara
- 5.1. Analisis Data Historis dari Bank
Dunia
Pemeriksaan data historis dari
Bank Dunia mengungkapkan tren yang bervariasi dalam rasio pajak terhadap PDB di
seluruh Asia Tenggara. Untuk Brunei Darussalam, rasionya menunjukkan fluktuasi,
yang berpotensi dipengaruhi oleh volatilitas pendapatan minyak dan gas .
Kamboja umumnya menyaksikan tren peningkatan rasio pajaknya dari awal tahun
2000-an hingga 2021, menunjukkan peningkatan efektivitas dalam mobilisasi
pendapatan .
Namun, Indonesia dilaporkan
mengalami penurunan rasio pajaknya selama dekade terakhir, yang mengindikasikan
tantangan dalam upaya pengumpulan pajaknya . Data untuk Laos dari tahun 2006
hingga 2022 menunjukkan tren yang berfluktuasi . Sejarah rasio pajak Malaysia
dari tahun 1996 hingga 2022 menunjukkan pola yang relatif stabil dengan
beberapa variasi .
Rasio pajak Myanmar umumnya
rendah, dengan penurunan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, yang
berpotensi terkait dengan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang sedang
berlangsung . Sejarah rasio pajak Filipina dari tahun 1990 hingga 2023 menunjukkan
beberapa fluktuasi tetapi dengan kecenderungan umum untuk tetap berada di
pertengahan belasan persen .
Singapura, meskipun merupakan
negara maju, telah menunjukkan rasio pajak terhadap PDB yang, meskipun stabil
dari tahun 1972 hingga 2022, mungkin lebih rendah dari yang diperkirakan
dibandingkan dengan negara maju lainnya . Upaya mobilisasi pendapatan Thailand
menunjukkan kemajuan yang terbatas selama tiga dekade terakhir, dengan rasio
pajak yang relatif stagnan .
Rasio pajak Timor-Leste dari
tahun 2010 hingga 2022 relatif tinggi, kemungkinan dipengaruhi oleh pendapatan
minyak buminya . Rasio pajak Vietnam, meskipun sebanding dengan beberapa negara
tetangganya di kawasan, telah mengalami beberapa perubahan, terutama jika
dibandingkan dengan tingkat sebelum pandemi .
- 5.2. Wawasan dari Database Longitudinal
Pendapatan Dunia (WoRLD) IMF
Database Longitudinal
Pendapatan Dunia (WoRLD) IMF memberikan perspektif historis yang lebih luas
tentang tren pendapatan pemerintah, termasuk pendapatan pajak, sejak awal tahun
1990-an . Secara global, rata-rata pendapatan pajak sebagai bagian dari PDB mencapai
sekitar 17,1% pada tahun 2021, menunjukkan sedikit peningkatan dibandingkan
dengan pertengahan tahun 1990-an . Menganalisis data negara-negara Asia
Tenggara dalam database ini dapat mengungkapkan apakah tren pendapatan pajak
historis mereka umumnya selaras dengan atau berbeda dari pola global ini.
- 5.3. Tabel Rasio Pajak Historis untuk
Negara-Negara Utama:
Negara |
2000 (%) |
2010 (%) |
2020 (%) |
Tahun Tersedia Terbaru (%) |
Indonesia |
11.6 |
12.1 |
8.3 |
11.8 (2024) |
Filipina |
12.2 |
12.7 |
13.9 |
14.1 (2023) |
Singapura |
15.8 |
14.2 |
10.4 |
12.03 (2022) |
Thailand |
16.7 |
16.1 |
15.7 |
13.2 (2023) |
Vietnam |
17.8 |
18.8 |
16.0 |
16.0 (2021) |
Catatan:
Data bersumber dari Bank Dunia.
6. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Perbedaan Rasio Pajak di Asia Tenggara:
- 6.1. Peran Struktur Ekonomi dan Tingkat
Pembangunan
Tingkat pembangunan ekonomi,
yang sering ditunjukkan oleh PDB per kapita, memainkan peran penting dalam
membentuk rasio pajak suatu negara . Umumnya, negara-negara yang lebih maju
cenderung memiliki rasio pajak yang lebih tinggi . Hal ini sering dikaitkan
dengan struktur ekonomi mereka yang lebih kompleks, sektor formal yang lebih
besar, dan kapasitas yang lebih besar untuk menerapkan dan menegakkan sistem
pajak yang canggih .
Komposisi sektoral ekonomi
juga memberikan pengaruh yang cukup besar. Negara-negara dengan pangsa PDB yang
lebih besar berasal dari manufaktur dan jasa biasanya lebih mudah mengumpulkan
pajak dibandingkan dengan ekonomi yang sangat bergantung pada pertanian atau
ekstraksi sumber daya alam, di mana pendapatan dapat lebih bergejolak dan
pengumpulan pajak lebih menantang . Selain itu, ukuran ekonomi informal suatu
negara memiliki korelasi negatif langsung dengan rasio pajaknya. Sektor
informal yang substansial berarti sebagian besar kegiatan ekonomi tidak
dilaporkan dan tidak dikenakan pajak, yang menyebabkan pendapatan pajak
keseluruhan lebih rendah .
- 6.2. Pengaruh Kebijakan Pajak dan
Efisiensi Administrasi Pajak
Kebijakan pajak suatu negara,
termasuk tarif pajak, cakupan basis pajak, dan berbagai pengecualian,
pengurangan, dan insentif yang ditawarkan, merupakan penentu penting dari rasio
pajaknya . Misalnya, tingkat tarif pajak penghasilan badan dapat memengaruhi
baik keputusan investasi maupun jumlah pajak yang dikumpulkan dari bisnis .
Demikian pula, tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dan penerapannya pada
berbagai barang dan jasa secara signifikan memengaruhi pendapatan pemerintah .
Di luar desain kebijakan, efisiensi sistem administrasi pajak suatu negara
sangat penting. Mekanisme pengumpulan pajak yang efektif, penegakan hukum pajak
yang ketat, dan upaya yang berhasil untuk memerangi penggelapan pajak sangat
penting untuk memaksimalkan pendapatan pajak dan mencapai rasio pajak terhadap
PDB yang lebih tinggi . Penerapan teknologi dalam administrasi pajak juga dapat
memainkan peran penting dalam meningkatkan efisiensi dan memperluas jangkauan
pajak . Menyederhanakan undang-undang dan prosedur pajak lebih lanjut dapat
mendorong kepatuhan wajib pajak dan meningkatkan tingkat pengumpulan .
- 6.3. Dampak Tata Kelola dan Kualitas
Kelembagaan
Kualitas tata kelola dan
kekuatan institusi di dalam suatu negara memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap rasio pajaknya . Tingkat efektivitas pemerintah yang lebih tinggi,
kualitas regulasi yang lebih baik, dan pengendalian korupsi yang efektif cenderung
berkorelasi dengan kepatuhan pajak yang lebih tinggi dan peningkatan
pengumpulan pendapatan .
Ketika warga negara memiliki
kepercayaan yang lebih besar pada pemerintah mereka dan menganggap sistem pajak
adil dan transparan, mereka lebih cenderung mematuhi kewajiban pajak .
Sebaliknya, institusi yang lemah dan tingkat korupsi yang tinggi dapat mengikis
kepercayaan publik dan menyebabkan kebocoran pendapatan yang signifikan melalui
penggelapan dan penghindaran pajak .
- 6.4. Pengaruh Keterbukaan Perdagangan dan
Investasi Asing Langsung (FDI)
Sejauh mana suatu negara
terlibat dalam perdagangan internasional dan menarik investasi asing langsung
juga dapat memengaruhi rasio pajaknya . Meskipun peningkatan keterbukaan
perdagangan dapat menyebabkan penurunan pendapatan dari tarif dan bea impor, pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan aktivitas bisnis yang dihasilkan berpotensi
meningkatkan pendapatan dari sumber pajak lain, seperti pajak penghasilan badan
dan PPN .
Namun, untuk menarik FDI,
beberapa negara mungkin menawarkan insentif pajak atau tarif pajak badan yang
lebih rendah, yang pada awalnya dapat menghasilkan rasio pajak yang lebih
rendah . Oleh karena itu, dampak keseluruhan perdagangan dan FDI terhadap rasio
pajak suatu negara bersifat kompleks dan bergantung pada kebijakan spesifik dan
konteks ekonomi.
- 6.5. Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan
Ekonomi terhadap Rasio Pajak
Pertumbuhan ekonomi umumnya
dikaitkan dengan peningkatan pendapatan dan keuntungan bisnis, yang pada
gilirannya dapat menyebabkan basis pajak yang lebih besar dan rasio pajak yang
berpotensi lebih tinggi . Seiring dengan ekspansi ekonomi, potensi pendapatan
pemerintah melalui berbagai pajak juga meningkat. Inflasi, di sisi lain, dapat
memiliki dampak yang lebih kompleks. Sementara pendapatan pajak nominal mungkin
meningkat dengan kenaikan harga, nilai riil pendapatan ini dapat terkikis jika
batas pajak dan pengecualian tidak disesuaikan untuk memperhitungkan inflasi .
Selain itu, inflasi yang
tinggi dapat berdampak negatif pada daya beli individu dan bisnis, yang
berpotensi memengaruhi kemampuan mereka untuk membayar pajak. Oleh karena itu,
meskipun pertumbuhan ekonomi umumnya mendukung rasio pajak yang lebih tinggi,
dampak inflasi perlu dipertimbangkan dengan cermat dalam pengelolaan kebijakan
fiskal.
7. Analisis Komparatif dengan
Kawasan Lain
- 7.1. Perbandingan dengan Negara-Negara
OECD
Perbandingan rasio pajak Asia
Tenggara dengan negara-negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan
Pembangunan Ekonomi (OECD) mengungkapkan perbedaan yang signifikan . Pada tahun
2022, rata-rata rasio pajak terhadap PDB untuk negara-negara OECD adalah 34,0%
, jauh lebih tinggi daripada rasio yang umumnya diamati di Asia Tenggara.
Perbedaan ini dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, termasuk tingkat pembangunan ekonomi yang lebih tinggi di
negara-negara OECD, yang seringkali mendukung sistem kesejahteraan sosial dan
layanan publik yang lebih luas yang membutuhkan pendanaan pemerintah yang lebih
besar . Selain itu, negara-negara OECD biasanya memiliki sistem administrasi
pajak yang lebih mapan dan kuat dengan tingkat kepatuhan yang lebih tinggi.
- 7.2. Perbandingan dengan Kawasan
Asia-Pasifik yang Lebih Luas
Jika dibandingkan dengan
kawasan Asia-Pasifik yang lebih luas, yang mencakup 36 ekonomi, rata-rata rasio
pajak terhadap PDB pada tahun 2022 adalah 19,3% . Rata-rata ini umumnya lebih
tinggi dari apa yang diamati di seluruh negara-negara Asia Tenggara, menunjukkan
bahwa, sebagai sebuah kawasan, Asia Tenggara cenderung memiliki tingkat
mobilisasi pendapatan pajak yang lebih rendah relatif terhadap output
ekonominya dibandingkan dengan Asia-Pasifik yang lebih luas . Rentang di dalam
Asia-Pasifik juga signifikan, dari terendah 7,4% di Sri Lanka hingga tertinggi
34,1% di Jepang (pada tahun 2021), menunjukkan keragaman substansial dalam
kinerja pendapatan pajak di seluruh kawasan.
- 7.3. Perbandingan dengan Amerika Latin dan
Karibia (LAC)
Pada tahun 2022, rata-rata
rasio pajak terhadap PDB untuk Amerika Latin dan Karibia (LAC) adalah 21,5% .
Rata-rata ini juga umumnya lebih tinggi dari rata-rata yang diamati di Asia
Tenggara. Membandingkan Asia Tenggara dengan LAC, kawasan lain dengan sejumlah
besar negara berkembang, memberikan konteks lebih lanjut untuk memahami upaya
mobilisasi pendapatan. Sementara kedua kawasan menghadapi tantangan pembangunan
yang serupa, perbedaan dalam rasio pajak rata-rata mungkin mencerminkan variasi
dalam struktur ekonomi, kebijakan pajak, atau efisiensi administrasi.
8. Kesimpulan
- 8.1. Rekapitulasi Temuan Utama
Rasio pajak merupakan
indikator penting kekuatan fiskal suatu negara, yang mencerminkan proporsi
output ekonominya yang dikumpulkan sebagai pendapatan pemerintah. Di seluruh
Asia Tenggara, rasio pajak saat ini menunjukkan variasi yang signifikan, mulai
dari tingkat yang relatif rendah di negara-negara seperti Myanmar dan Kamboja
hingga tingkat yang lebih moderat di Vietnam dan Filipina.
Tren historis mengungkapkan
pola yang beragam, dengan beberapa negara menunjukkan peningkatan mobilisasi
pendapatan dari waktu ke waktu, sementara yang lain menghadapi stagnasi atau
bahkan penurunan. Perbedaan ini dibentuk oleh interaksi kompleks dari berbagai
faktor, termasuk tingkat dan struktur pembangunan ekonomi, desain dan
efektivitas kebijakan dan administrasi pajak, kualitas tata kelola dan
institusi, tingkat keterbukaan perdagangan dan FDI, serta dinamika inflasi dan
pertumbuhan ekonomi.
- 8.2. Implikasi dan Rekomendasi Kebijakan
Bagi para pembuat kebijakan di
Asia Tenggara, memahami nuansa rasio pajak masing-masing dan faktor-faktor
penentu yang mendasarinya sangat penting untuk merumuskan strategi fiskal yang
efektif. Reformasi pajak yang disesuaikan yang mempertimbangkan konteks ekonomi
dan kelembagaan unik setiap negara sangat penting. Upaya harus difokuskan pada
perluasan basis pajak dengan memformalkan ekonomi, mengurangi pengecualian yang
tidak perlu, dan meningkatkan kepatuhan pajak.
Memperkuat administrasi pajak
melalui kemajuan teknologi, penegakan hukum yang ditingkatkan, dan prosedur
yang disederhanakan dapat secara signifikan meningkatkan pengumpulan
pendapatan. Mengoptimalkan pajak utama seperti PPN, pajak penghasilan pribadi, dan
pajak properti, sambil mempertimbangkan dengan cermat dampaknya terhadap
pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial, juga harus menjadi prioritas. Selain
itu, mendorong tata kelola yang baik dan memperkuat institusi adalah
fundamental untuk membangun kepercayaan publik dan mempromosikan budaya
kepatuhan pajak, yang pada akhirnya mengarah pada rasio pajak yang lebih tinggi
dan lebih berkelanjutan.
- 8.3. Implikasi bagi Bisnis dan Pembangunan
Ekonomi
Rezim pajak yang stabil dan
dapat diprediksi, yang didukung oleh rasio pajak yang memadai, sangat penting
untuk menarik investasi domestik dan asing serta mendorong lingkungan bisnis
yang kondusif di Asia Tenggara. Pendapatan pemerintah yang cukup diperlukan
untuk mendanai infrastruktur publik, pendidikan, kesehatan, dan layanan penting
lainnya yang sangat penting untuk pembangunan ekonomi jangka panjang dan
meningkatkan kualitas hidup warga negara secara keseluruhan. Mencapai sistem
pajak yang seimbang yang secara efektif memenuhi kebutuhan pendapatan
pemerintah sambil meminimalkan disinsentif terhadap aktivitas ekonomi dan
investasi merupakan tantangan utama bagi kawasan ini.
- 8.4. Penelitian Lebih Lanjut
Penelitian lebih lanjut dapat
menggali analisis spesifik negara tentang faktor-faktor penentu rasio pajak di
Asia Tenggara, memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang tantangan dan
peluang unik yang dihadapi oleh setiap negara. Studi yang meneliti dampak
reformasi pajak spesifik yang diterapkan di kawasan ini juga akan berharga
untuk menginformasikan keputusan kebijakan di masa depan. Menjelajahi hubungan
antara rasio pajak dan berbagai hasil pembangunan, seperti pengurangan
kemiskinan dan ketidaksetaraan, dalam konteks Asia Tenggara dapat memberikan
bukti lebih lanjut tentang pentingnya mobilisasi pendapatan yang efektif. Studi
komparatif di Asia Tenggara untuk mengidentifikasi dan menyebarkan praktik
terbaik dalam kebijakan dan administrasi pajak juga akan bermanfaat bagi
kawasan secara keseluruhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar