Sabtu, 29 Maret 2025

Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak

Pendahuluan

Pengadilan Pajak di Indonesia adalah badan peradilan khusus yang berada di lingkungan peradilan tata usaha negara dan melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak . Dalam proses penyelesaian sengketa pajak yang seringkali kompleks, peran pendampingan atau perwakilan hukum menjadi sangat krusial.

Kuasa Hukum, sebagai representasi pihak yang bersengketa, memegang peranan penting dalam memastikan proses berjalan adil dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seiring dengan meningkatnya jumlah sengketa pajak setiap tahunnya, kebutuhan akan Kuasa Hukum yang kompeten dan memenuhi persyaratan semakin signifikan.

Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan secara komprehensif mengenai siapa saja yang berwenang bertindak sebagai Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.  

Definisi Kuasa Hukum dalam Konteks Pengadilan Pajak

Dalam konteks Pengadilan Pajak di Indonesia, Kuasa Hukum didefinisikan sebagai orang perseorangan yang dapat mendampingi atau mewakili para pihak yang bersengketa dalam beracara di hadapan Pengadilan Pajak . Definisi ini secara eksplisit tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 184/PMK.01/2017 tentang Persyaratan untuk Menjadi Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak dan Pasal 1 Peraturan Ketua Pengadilan Pajak Nomor PER-01/PP/2024 tentang Tata Cara Permohonan Izin Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak.

Kuasa Hukum bertindak atas nama pihak yang diwakilinya berdasarkan Surat Kuasa Khusus yang diberikan untuk keperluan beracara di Pengadilan Pajak . Penting untuk membedakan antara Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak dengan Konsultan Pajak. Meskipun keduanya berkecimpung dalam bidang perpajakan, Kuasa Hukum secara spesifik memiliki wewenang untuk mewakili klien dalam proses litigasi atau sengketa di Pengadilan Pajak, sementara Konsultan Pajak umumnya memberikan jasa konsultasi terkait pemenuhan kewajiban perpajakan di luar proses peradilan.

Selain itu, terdapat dua jenis izin Kuasa Hukum yang berlaku di Pengadilan Pajak, yaitu izin untuk bidang perpajakan secara umum dan izin untuk bidang kepabeanan dan cukai, yang menunjukkan adanya spesialisasi dalam penanganan sengketa di kedua area tersebut .  

Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur Kuasa Hukum Pengadilan Pajak

Persyaratan dan kualifikasi seseorang untuk menjadi Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan utama. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak merupakan landasan hukum utama yang mengatur keberadaan dan fungsi Kuasa Hukum dalam proses penyelesaian sengketa pajak . Pasal 34 undang-undang ini secara spesifik mengatur mengenai Kuasa Hukum, menetapkan persyaratan dasar seperti kewarganegaraan Indonesia, pengetahuan yang luas tentang peraturan perundang-undangan perpajakan, serta persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan . Undang-undang ini juga memberikan pengecualian persyaratan tertentu bagi keluarga sedarah atau semenda sampai derajat kedua, pegawai, atau pengampu dari pemohon Banding atau penggugat .  

Peraturan pelaksana dari undang-undang ini adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 184/PMK.01/2017 tentang Persyaratan untuk Menjadi Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak . PMK ini menjabarkan secara lebih rinci persyaratan umum dan persyaratan khusus yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk dapat menjadi Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak . PMK Nomor 184/PMK.01/2017 ini menggantikan PMK sebelumnya, yaitu Nomor 61/PMK.01/2012 .  

Selain itu, tata cara permohonan izin Kuasa Hukum diatur lebih lanjut dalam Peraturan Ketua Pengadilan Pajak Nomor PER-01/PP/2024 tentang Tata Cara Permohonan Izin Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak . Peraturan ini mengatur secara detail mengenai prosedur pengajuan permohonan izin, dokumen-dokumen yang diperlukan, proses verifikasi, penerbitan izin, masa berlaku izin, hingga proses perpanjangan izin. Peraturan Ketua Pengadilan Pajak Nomor PER-01/PP/2024 ini menggantikan peraturan sebelumnya, yaitu Nomor PER-01/PP/2018.  

Jenis-jenis Profesi dan Latar Belakang Pendidikan yang Memenuhi Syarat

Beberapa jenis profesi dan latar belakang pendidikan umumnya memenuhi syarat untuk menjadi Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak, asalkan memenuhi persyaratan pengetahuan dan keahlian di bidang peraturan perundang-undangan perpajakan . Profesi-profesi tersebut antara lain:  

  • Konsultan Pajak: Individu atau firma yang bergerak di bidang jasa konsultasi perpajakan seringkali memiliki pengetahuan mendalam tentang peraturan perpajakan dan memenuhi syarat untuk menjadi Kuasa Hukum . Kepemilikan sertifikasi Brevet Pajak sering menjadi salah satu indikator keahlian di bidang ini .  
  • Advokat/Pengacara: Meskipun gelar sarjana hukum secara spesifik tidak dipersyaratkan, advokat yang memiliki pemahaman dan keahlian di bidang hukum pajak juga dapat memenuhi syarat, terutama jika dilengkapi dengan pengetahuan perpajakan yang memadai . Keahlian mereka dalam proses peradilan menjadi nilai tambah dalam beracara di Pengadilan Pajak.  
  • Akuntan: Akuntan, terutama yang memiliki spesialisasi di bidang perpajakan, seringkali memiliki pengetahuan yang dibutuhkan mengenai prinsip-prinsip akuntansi perpajakan yang relevan dalam sengketa pajak . Pemahaman mereka terhadap catatan keuangan dan pelaporan pajak sangat penting dalam banyak kasus sengketa.  
  • Akademisi dan Peneliti Hukum Pajak: Individu dengan latar belakang pendidikan tinggi dan pengalaman penelitian di bidang hukum pajak juga berpotensi memenuhi syarat. Pengetahuan teoritis mereka yang mendalam dapat sangat berguna dalam menangani kasus-kasus sengketa yang kompleks.
  • Mantan Pejabat Pajak (setelah masa tunggu 2 tahun): Individu yang pernah bekerja di instansi pemerintah yang berhubungan dengan perpajakan dan memiliki pengetahuan yang relevan, serta telah melewati masa tunggu dua tahun setelah berhenti dengan hormat, juga dapat mengajukan diri sebagai Kuasa Hukum . Pengalaman praktis mereka di dalam sistem administrasi perpajakan dapat memberikan perspektif yang berharga dalam proses sengketa.  

Latar belakang pendidikan yang relevan dan seringkali menjadi dasar pemenuhan persyaratan pengetahuan perpajakan antara lain adalah gelar Sarjana atau Diploma IV di bidang administrasi fiskal, akuntansi, perpajakan, dan/atau kepabeanan dan cukai dari perguruan tinggi yang terakreditasi . Selain itu, gelar di bidang lain dapat dilengkapi dengan ijazah Diploma III perpajakan dan/atau kepabeanan dan cukai, brevet perpajakan, sertifikat keahlian kepabeanan dan cukai, atau pengalaman kerja di bidang teknis perpajakan atau kepabeanan dan cukai di instansi pemerintah.  

Batasan dan Larangan bagi Pihak Tertentu

Terdapat batasan dan larangan bagi pihak tertentu untuk bertindak sebagai Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak. Salah satu larangan yang tegas adalah bagi individu yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau pejabat negara . Larangan ini bertujuan untuk mencegah adanya potensi konflik kepentingan dan menjaga independensi Kuasa Hukum dari otoritas perpajakan . Selain itu, bagi mantan Hakim Pengadilan Pajak, terdapat masa tunggu atau cooling-off period selama 2 (dua) tahun setelah pemberhentian dengan hormat sebelum mereka diperbolehkan untuk berpraktik sebagai Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak . Masa tunggu ini bertujuan untuk menghindari potensi penyalahgunaan pengaruh atau informasi yang dimiliki selama menjabat sebagai hakim.  

Secara implisit, individu yang tidak memenuhi persyaratan umum dan khusus yang telah ditetapkan dalam PMK Nomor 184/PMK.01/2017 dan tidak memiliki izin Kuasa Hukum yang sah dari Ketua Pengadilan Pajak juga dilarang untuk bertindak sebagai Kuasa Hukum . Masa berlaku izin Kuasa Hukum adalah selama dua tahun, sehingga apabila izin tersebut telah berakhir dan tidak diperpanjang, maka individu yang bersangkutan tidak lagi berwenang untuk mewakili pihak yang bersengketa di Pengadilan Pajak . Prinsip-prinsip etika profesi hukum juga kemungkinan akan membatasi atau melarang seseorang untuk bertindak sebagai Kuasa Hukum jika terdapat potensi konflik kepentingan yang signifikan, meskipun hal ini tidak secara eksplisit disebutkan dalam snippet yang tersedia.  

Proses dan Tata Cara Pengangkatan dan Pendaftaran Kuasa Hukum

Proses pengangkatan dan pendaftaran Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak telah mengalami modernisasi dengan pemberlakuan Peraturan Ketua Pengadilan Pajak Nomor PER-01/PP/2024 . Sejak tanggal 12 April 2024, pengajuan permohonan izin Kuasa Hukum wajib dilakukan secara daring (online) melalui sistem IKH Online yang dapat diakses melalui laman resmi Pengadilan Pajak . Pengajuan permohonan secara manual atau fisik tidak lagi diterima.  

Pemohon izin Kuasa Hukum harus mengunggah salinan digital (softcopy) dari berbagai dokumen persyaratan yang telah ditentukan. Dokumen-dokumen tersebut meliputi: Daftar Riwayat Hidup sesuai format (Lampiran I PER-01/PP/2024) , Kartu Tanda Penduduk (KTP) , ijazah Sarjana atau Diploma IV (beserta surat penyetaraan jika lulusan perguruan tinggi luar negeri) , dokumen yang menunjukkan pengetahuan perpajakan (seperti ijazah Diploma III perpajakan, sertifikat brevet, atau bukti pengalaman kerja) , kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) , bukti tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan Orang Pribadi untuk dua tahun terakhir , Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang masih berlaku untuk keperluan permohonan izin Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak , pas foto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm dengan latar belakang merah, menghadap ke depan, dan berpakaian formal , Surat Pernyataan tidak berstatus sebagai PNS atau pejabat negara yang ditandatangani dengan meterai elektronik (e-meterai) (Lampiran II PER-01/PP/2024) , Pakta Integritas yang ditandatangani dengan e-meterai (Lampiran III PER-01/PP/2024) , Keputusan Presiden tentang pemberhentian dengan hormat sebagai Hakim Pengadilan Pajak (jika ada) , Kartu Keluarga (jika hak dan kewajiban perpajakan istri digabungkan dengan suami) , dan Surat Pernyataan data yang disampaikan benar dan sesuai dengan aslinya yang ditandatangani dengan e-meterai (Lampiran IV PER-01/PP/2024) .  

Setelah permohonan diajukan secara online, Pengadilan Pajak akan melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima . Jika dokumen dinyatakan lengkap, pemohon akan menerima notifikasi melalui email . Jika terdapat kekurangan, pemohon akan diinformasikan untuk melengkapi dalam waktu 3 (tiga) hari kerja .

Setelah dokumen dinyatakan lengkap, Pengadilan Pajak akan memproses permohonan untuk mendapatkan Izin Kuasa Hukum . Izin Kuasa Hukum ditetapkan melalui Keputusan Ketua Pengadilan Pajak . Panitera Pengadilan Pajak kemudian menerbitkan salinan Keputusan Ketua dan Kartu Tanda Pengenal Kuasa Hukum dalam bentuk elektronik yang dibubuhi Tanda Tangan Elektronik . Keputusan Ketua, salinannya, dan Kartu Tanda Pengenal Kuasa Hukum diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan dinyatakan lengkap . Masa berlaku izin Kuasa Hukum adalah selama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan . Permohonan perpanjangan izin harus diajukan secara online paling cepat 30 hari kalender sebelum masa berlaku izin berakhir . Permohonan yang diajukan setelah masa berlaku izin berakhir tidak akan diproses dan harus mengajukan permohonan baru .  

Perbedaan Persyaratan untuk Wajib Pajak Badan Hukum dan Orang Pribadi

Persyaratan untuk menjadi Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak pada dasarnya sama, baik untuk mewakili Wajib Pajak badan hukum maupun Wajib Pajak orang pribadi. Persyaratan yang diatur dalam PMK Nomor 184/PMK.01/2017 dan Peraturan Ketua Pengadilan Pajak Nomor PER-01/PP/2024 adalah persyaratan bagi individu yang ingin mendapatkan izin sebagai Kuasa Hukum .  

Namun, dalam hal penunjukan Kuasa Hukum, terdapat perbedaan dalam mekanisme pemberian kuasa. Wajib Pajak badan hukum akan menunjuk seorang Kuasa Hukum melalui Surat Kuasa Khusus yang dikeluarkan oleh badan hukum tersebut, biasanya ditandatangani oleh perwakilan yang berwenang dari badan hukum . Sementara itu, Wajib Pajak orang pribadi juga memberikan kuasa melalui Surat Kuasa Khusus yang ditandatangani oleh individu yang bersangkutan.  

Perlu diperhatikan pula ketentuan dalam Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, yang memberikan pengecualian persyaratan bagi kuasa hukum yang mendampingi atau mewakili pemohon Banding atau penggugat jika merupakan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat kedua, pegawai, atau pengampu . Dalam konteks Wajib Pajak badan hukum, ketentuan ini memungkinkan pegawai perusahaan untuk mewakili perusahaan dalam sengketa pajak tanpa harus memenuhi seluruh persyaratan untuk menjadi Kuasa Hukum yang berizin, meskipun cakupan dan batasan perwakilan ini mungkin perlu ditelaah lebih lanjut .  

Hak dan Kewajiban Kuasa Hukum Selama Beracara di Pengadilan Pajak

Selama beracara di Pengadilan Pajak, Kuasa Hukum memiliki sejumlah hak dan kewajiban yang bertujuan untuk memastikan representasi yang efektif dan etis bagi kliennya.

Hak Kuasa Hukum meliputi:

  • Hak untuk mewakili kliennya dalam semua tahapan persidangan di Pengadilan Pajak, termasuk mengajukan Banding atau Gugatan, menyampaikan bukti-bukti, mengajukan argumentasi hukum, dan menghadiri persidangan .  
  • Hak untuk menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan, sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan klien .  
  • Hak untuk mengakses dokumen-dokumen perkara dan informasi lain yang relevan dengan sengketa kliennya, sesuai dengan peraturan tata tertib Pengadilan Pajak.

Kewajiban Kuasa Hukum meliputi:

  • Kewajiban untuk bertindak secara profesional dan etis dalam menjalankan tugasnya, serta mematuhi kode etik atau peraturan lain yang mengatur perilaku Kuasa Hukum.  
  • Kewajiban untuk memiliki dan mempertahankan izin Kuasa Hukum yang sah dari Ketua Pengadilan Pajak selama beracara.  
  • Kewajiban untuk mewakili kliennya dengan sungguh-sungguh dan sebaik mungkin, dengan menggunakan pengetahuan dan keahliannya di bidang hukum pajak dan prosedur Pengadilan Pajak.  
  • Kewajiban untuk menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari kliennya.  
  • Kewajiban untuk menyampaikan informasi dan bukti yang akurat kepada Pengadilan Pajak.
  • Kewajiban untuk mematuhi semua peraturan tata tertib dan tenggat waktu yang ditetapkan oleh Pengadilan Pajak.  
  • Kewajiban untuk bertindak sesuai dengan Surat Kuasa Khusus yang telah diberikan oleh klien.  
  • Kewajiban untuk menandatangani pakta integritas sebagai wujud komitmen terhadap perilaku etis dan pencegahan korupsi.  

Kesimpulan

Kuasa Hukum memegang peranan yang sangat penting dalam sistem penyelesaian sengketa pajak di Indonesia melalui Pengadilan Pajak. Peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002, PMK Nomor 184/PMK.01/2017, dan Peraturan Ketua Pengadilan Pajak Nomor PER-01/PP/2024, mengatur secara komprehensif mengenai definisi, persyaratan, kualifikasi, batasan, proses pengangkatan, hak, dan kewajiban Kuasa Hukum. Persyaratan untuk menjadi Kuasa Hukum dirancang untuk memastikan bahwa individu yang mewakili Wajib Pajak memiliki pengetahuan, keahlian, integritas, dan independensi yang memadai. Proses permohonan izin yang kini dilakukan secara daring menunjukkan upaya modernisasi dan peningkatan efisiensi dalam administrasi peradilan pajak. Pemahaman yang mendalam mengenai peraturan-peraturan ini sangat penting bagi Wajib Pajak yang menghadapi sengketa pajak maupun bagi para profesional yang ingin berpraktik sebagai Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak, demi terwujudnya penyelesaian sengketa pajak yang adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Tabel 1: Ringkasan Persyaratan Kelayakan Kuasa Hukum

Kategori

Persyaratan

Dasar Hukum

Persyaratan Umum

Warga Negara Indonesia

PMK 184/PMK.01/2017, Pasal 3 huruf a

Memiliki pengetahuan luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan perpajakan (dibuktikan dengan ijazah atau sertifikat)

PMK 184/PMK.01/2017, Pasal 3 huruf b dan Pasal 4

Persyaratan Khusus

Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

PMK 184/PMK.01/2017, Pasal 5 huruf a

Memiliki bukti tanda terima penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk 2 tahun terakhir

PMK 184/PMK.01/2017, Pasal 5 huruf b

Memiliki Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)

PMK 184/PMK.01/2017, Pasal 5 huruf c

Tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau pejabat negara

PMK 184/PMK.01/2017, Pasal 5 huruf d

Menandatangani pakta integritas

PMK 184/PMK.01/2017, Pasal 5 huruf e

Telah melewati jangka waktu 2 tahun setelah diberhentikan dengan hormat sebagai Hakim Pengadilan Pajak (bagi mantan hakim)

PMK 184/PMK.01/2017, Pasal 5 huruf f

Memiliki izin kuasa hukum dari Ketua Pengadilan Pajak

PMK 184/PMK.01/2017, Pasal 5 huruf g

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengapa Tax Ratio Indonesia Rendah

Pendahuluan: Memahami Rasio Pajak Bagian ini memperkenalkan ko...