Pendahuluan
Pengadilan Pajak di Indonesia
adalah badan peradilan khusus yang berada di lingkungan peradilan tata usaha
negara dan melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung
pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak . Dalam proses penyelesaian
sengketa pajak yang seringkali kompleks, peran pendampingan atau perwakilan
hukum menjadi sangat krusial.
Kuasa Hukum, sebagai
representasi pihak yang bersengketa, memegang peranan penting dalam memastikan
proses berjalan adil dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Seiring dengan meningkatnya jumlah sengketa pajak setiap tahunnya,
kebutuhan akan Kuasa Hukum yang kompeten dan memenuhi persyaratan semakin
signifikan.
Tulisan ini bertujuan untuk
menjelaskan secara komprehensif mengenai siapa saja yang berwenang bertindak
sebagai Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak, berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Definisi Kuasa Hukum dalam
Konteks Pengadilan Pajak
Dalam konteks Pengadilan Pajak
di Indonesia, Kuasa Hukum didefinisikan sebagai orang perseorangan yang dapat
mendampingi atau mewakili para pihak yang bersengketa dalam beracara di hadapan
Pengadilan Pajak . Definisi ini secara eksplisit tercantum dalam Pasal 1 angka
2 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 184/PMK.01/2017 tentang Persyaratan
untuk Menjadi Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak dan Pasal 1 Peraturan Ketua
Pengadilan Pajak Nomor PER-01/PP/2024 tentang Tata Cara Permohonan Izin Kuasa
Hukum pada Pengadilan Pajak.
Kuasa Hukum bertindak atas
nama pihak yang diwakilinya berdasarkan Surat Kuasa Khusus yang diberikan untuk
keperluan beracara di Pengadilan Pajak . Penting untuk membedakan antara Kuasa
Hukum di Pengadilan Pajak dengan Konsultan Pajak. Meskipun keduanya berkecimpung
dalam bidang perpajakan, Kuasa Hukum secara spesifik memiliki wewenang untuk
mewakili klien dalam proses litigasi atau sengketa di Pengadilan Pajak,
sementara Konsultan Pajak umumnya memberikan jasa konsultasi terkait pemenuhan
kewajiban perpajakan di luar proses peradilan.
Selain itu, terdapat dua jenis
izin Kuasa Hukum yang berlaku di Pengadilan Pajak, yaitu izin untuk bidang
perpajakan secara umum dan izin untuk bidang kepabeanan dan cukai, yang
menunjukkan adanya spesialisasi dalam penanganan sengketa di kedua area tersebut
.
Peraturan Perundang-undangan
yang Mengatur Kuasa Hukum Pengadilan Pajak
Persyaratan dan kualifikasi
seseorang untuk menjadi Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak diatur dalam beberapa
peraturan perundang-undangan utama. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak merupakan landasan hukum utama yang mengatur
keberadaan dan fungsi Kuasa Hukum dalam proses penyelesaian sengketa pajak .
Pasal 34 undang-undang ini secara spesifik mengatur mengenai Kuasa Hukum,
menetapkan persyaratan dasar seperti kewarganegaraan Indonesia, pengetahuan
yang luas tentang peraturan perundang-undangan perpajakan, serta persyaratan
lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan . Undang-undang ini juga memberikan
pengecualian persyaratan tertentu bagi keluarga sedarah atau semenda sampai derajat
kedua, pegawai, atau pengampu dari pemohon Banding atau penggugat .
Peraturan pelaksana dari
undang-undang ini adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
184/PMK.01/2017 tentang Persyaratan untuk Menjadi Kuasa Hukum pada Pengadilan
Pajak . PMK ini menjabarkan secara lebih rinci persyaratan umum dan
persyaratan khusus yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk dapat menjadi Kuasa
Hukum di Pengadilan Pajak . PMK Nomor 184/PMK.01/2017 ini menggantikan PMK
sebelumnya, yaitu Nomor 61/PMK.01/2012 .
Selain itu, tata cara
permohonan izin Kuasa Hukum diatur lebih lanjut dalam Peraturan Ketua
Pengadilan Pajak Nomor PER-01/PP/2024 tentang Tata Cara Permohonan Izin Kuasa
Hukum pada Pengadilan Pajak . Peraturan ini mengatur secara detail mengenai
prosedur pengajuan permohonan izin, dokumen-dokumen yang diperlukan, proses
verifikasi, penerbitan izin, masa berlaku izin, hingga proses perpanjangan
izin. Peraturan Ketua Pengadilan Pajak Nomor PER-01/PP/2024 ini menggantikan
peraturan sebelumnya, yaitu Nomor PER-01/PP/2018.
Jenis-jenis Profesi dan Latar
Belakang Pendidikan yang Memenuhi Syarat
Beberapa jenis profesi dan
latar belakang pendidikan umumnya memenuhi syarat untuk menjadi Kuasa Hukum di
Pengadilan Pajak, asalkan memenuhi persyaratan pengetahuan dan keahlian di
bidang peraturan perundang-undangan perpajakan . Profesi-profesi tersebut
antara lain:
- Konsultan Pajak:
Individu atau firma yang bergerak di bidang jasa konsultasi perpajakan
seringkali memiliki pengetahuan mendalam tentang peraturan perpajakan dan
memenuhi syarat untuk menjadi Kuasa Hukum . Kepemilikan sertifikasi Brevet
Pajak sering menjadi salah satu indikator keahlian di bidang ini .
- Advokat/Pengacara:
Meskipun gelar sarjana hukum secara spesifik tidak dipersyaratkan, advokat
yang memiliki pemahaman dan keahlian di bidang hukum pajak juga dapat
memenuhi syarat, terutama jika dilengkapi dengan pengetahuan perpajakan
yang memadai . Keahlian mereka dalam proses peradilan menjadi nilai tambah
dalam beracara di Pengadilan Pajak.
- Akuntan: Akuntan, terutama
yang memiliki spesialisasi di bidang perpajakan, seringkali memiliki
pengetahuan yang dibutuhkan mengenai prinsip-prinsip akuntansi perpajakan
yang relevan dalam sengketa pajak . Pemahaman mereka terhadap catatan
keuangan dan pelaporan pajak sangat penting dalam banyak kasus sengketa.
- Akademisi dan Peneliti Hukum Pajak:
Individu dengan latar belakang pendidikan tinggi dan pengalaman penelitian
di bidang hukum pajak juga berpotensi memenuhi syarat. Pengetahuan
teoritis mereka yang mendalam dapat sangat berguna dalam menangani
kasus-kasus sengketa yang kompleks.
- Mantan Pejabat Pajak (setelah masa tunggu
2 tahun): Individu yang pernah bekerja di instansi
pemerintah yang berhubungan dengan perpajakan dan memiliki pengetahuan
yang relevan, serta telah melewati masa tunggu dua tahun setelah berhenti
dengan hormat, juga dapat mengajukan diri sebagai Kuasa Hukum . Pengalaman
praktis mereka di dalam sistem administrasi perpajakan dapat memberikan
perspektif yang berharga dalam proses sengketa.
Latar belakang pendidikan yang
relevan dan seringkali menjadi dasar pemenuhan persyaratan pengetahuan
perpajakan antara lain adalah gelar Sarjana atau Diploma IV di bidang
administrasi fiskal, akuntansi, perpajakan, dan/atau kepabeanan dan cukai dari
perguruan tinggi yang terakreditasi . Selain itu, gelar di bidang lain dapat
dilengkapi dengan ijazah Diploma III perpajakan dan/atau kepabeanan dan cukai,
brevet perpajakan, sertifikat keahlian kepabeanan dan cukai, atau pengalaman
kerja di bidang teknis perpajakan atau kepabeanan dan cukai di instansi
pemerintah.
Batasan dan Larangan bagi
Pihak Tertentu
Terdapat batasan dan larangan
bagi pihak tertentu untuk bertindak sebagai Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak.
Salah satu larangan yang tegas adalah bagi individu yang berstatus sebagai Pegawai
Negeri Sipil (PNS) atau pejabat negara . Larangan ini bertujuan
untuk mencegah adanya potensi konflik kepentingan dan menjaga independensi
Kuasa Hukum dari otoritas perpajakan . Selain itu, bagi mantan Hakim
Pengadilan Pajak, terdapat masa tunggu atau cooling-off period
selama 2 (dua) tahun setelah pemberhentian dengan hormat sebelum mereka
diperbolehkan untuk berpraktik sebagai Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak . Masa
tunggu ini bertujuan untuk menghindari potensi penyalahgunaan pengaruh atau
informasi yang dimiliki selama menjabat sebagai hakim.
Secara implisit, individu yang
tidak memenuhi persyaratan umum dan khusus yang telah ditetapkan dalam PMK
Nomor 184/PMK.01/2017 dan tidak memiliki izin Kuasa Hukum yang sah dari Ketua
Pengadilan Pajak juga dilarang untuk bertindak sebagai Kuasa Hukum . Masa
berlaku izin Kuasa Hukum adalah selama dua tahun, sehingga apabila izin
tersebut telah berakhir dan tidak diperpanjang, maka individu yang bersangkutan
tidak lagi berwenang untuk mewakili pihak yang bersengketa di Pengadilan Pajak
. Prinsip-prinsip etika profesi hukum juga kemungkinan akan membatasi atau
melarang seseorang untuk bertindak sebagai Kuasa Hukum jika terdapat potensi
konflik kepentingan yang signifikan, meskipun hal ini tidak secara eksplisit
disebutkan dalam snippet yang tersedia.
Proses dan Tata Cara
Pengangkatan dan Pendaftaran Kuasa Hukum
Proses pengangkatan dan
pendaftaran Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak telah mengalami modernisasi dengan
pemberlakuan Peraturan Ketua Pengadilan Pajak Nomor PER-01/PP/2024 . Sejak
tanggal 12 April 2024, pengajuan permohonan izin Kuasa Hukum wajib dilakukan
secara daring (online) melalui sistem IKH Online yang dapat diakses melalui
laman resmi Pengadilan Pajak . Pengajuan permohonan secara manual atau fisik
tidak lagi diterima.
Pemohon izin Kuasa Hukum harus
mengunggah salinan digital (softcopy) dari berbagai dokumen persyaratan yang
telah ditentukan. Dokumen-dokumen tersebut meliputi: Daftar Riwayat Hidup
sesuai format (Lampiran I PER-01/PP/2024) , Kartu Tanda Penduduk (KTP) , ijazah
Sarjana atau Diploma IV (beserta surat penyetaraan jika lulusan perguruan
tinggi luar negeri) , dokumen yang menunjukkan pengetahuan perpajakan (seperti
ijazah Diploma III perpajakan, sertifikat brevet, atau bukti pengalaman kerja)
, kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) , bukti tanda terima penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan Orang Pribadi untuk dua tahun
terakhir , Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang masih berlaku untuk
keperluan permohonan izin Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak , pas foto berwarna
terbaru ukuran 4x6 cm dengan latar belakang merah, menghadap ke depan, dan
berpakaian formal , Surat Pernyataan tidak berstatus sebagai PNS atau pejabat
negara yang ditandatangani dengan meterai elektronik (e-meterai)
(Lampiran II PER-01/PP/2024) , Pakta Integritas yang ditandatangani dengan e-meterai
(Lampiran III PER-01/PP/2024) , Keputusan Presiden tentang pemberhentian dengan
hormat sebagai Hakim Pengadilan Pajak (jika ada) , Kartu Keluarga (jika hak dan
kewajiban perpajakan istri digabungkan dengan suami) , dan Surat Pernyataan
data yang disampaikan benar dan sesuai dengan aslinya yang ditandatangani
dengan e-meterai (Lampiran IV PER-01/PP/2024) .
Setelah permohonan diajukan
secara online, Pengadilan Pajak akan melakukan penelitian terhadap kelengkapan
dokumen paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima . Jika
dokumen dinyatakan lengkap, pemohon akan menerima notifikasi melalui email .
Jika terdapat kekurangan, pemohon akan diinformasikan untuk melengkapi dalam
waktu 3 (tiga) hari kerja .
Setelah dokumen dinyatakan
lengkap, Pengadilan Pajak akan memproses permohonan untuk mendapatkan Izin
Kuasa Hukum . Izin Kuasa Hukum ditetapkan melalui Keputusan Ketua Pengadilan
Pajak . Panitera Pengadilan Pajak kemudian menerbitkan salinan Keputusan Ketua
dan Kartu Tanda Pengenal Kuasa Hukum dalam bentuk elektronik yang dibubuhi
Tanda Tangan Elektronik . Keputusan Ketua, salinannya, dan Kartu Tanda Pengenal
Kuasa Hukum diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan
dinyatakan lengkap . Masa berlaku izin Kuasa Hukum adalah selama 2 (dua) tahun
terhitung sejak tanggal ditetapkan . Permohonan perpanjangan izin harus
diajukan secara online paling cepat 30 hari kalender sebelum masa berlaku izin
berakhir . Permohonan yang diajukan setelah masa berlaku izin berakhir tidak
akan diproses dan harus mengajukan permohonan baru .
Perbedaan Persyaratan untuk
Wajib Pajak Badan Hukum dan Orang Pribadi
Persyaratan untuk menjadi
Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak pada dasarnya sama, baik untuk mewakili Wajib
Pajak badan hukum maupun Wajib Pajak orang pribadi. Persyaratan yang diatur
dalam PMK Nomor 184/PMK.01/2017 dan Peraturan Ketua Pengadilan Pajak Nomor
PER-01/PP/2024 adalah persyaratan bagi individu yang ingin mendapatkan izin
sebagai Kuasa Hukum .
Namun, dalam hal penunjukan
Kuasa Hukum, terdapat perbedaan dalam mekanisme pemberian kuasa. Wajib Pajak
badan hukum akan menunjuk seorang Kuasa Hukum melalui Surat Kuasa Khusus
yang dikeluarkan oleh badan hukum tersebut, biasanya ditandatangani oleh
perwakilan yang berwenang dari badan hukum . Sementara itu, Wajib Pajak orang
pribadi juga memberikan kuasa melalui Surat Kuasa Khusus yang ditandatangani
oleh individu yang bersangkutan.
Perlu diperhatikan pula
ketentuan dalam Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak, yang memberikan pengecualian persyaratan bagi kuasa hukum
yang mendampingi atau mewakili pemohon Banding atau penggugat jika merupakan keluarga
sedarah atau semenda sampai derajat kedua, pegawai, atau pengampu . Dalam
konteks Wajib Pajak badan hukum, ketentuan ini memungkinkan pegawai perusahaan
untuk mewakili perusahaan dalam sengketa pajak tanpa harus memenuhi seluruh
persyaratan untuk menjadi Kuasa Hukum yang berizin, meskipun cakupan dan
batasan perwakilan ini mungkin perlu ditelaah lebih lanjut .
Hak dan Kewajiban Kuasa Hukum
Selama Beracara di Pengadilan Pajak
Selama beracara di Pengadilan
Pajak, Kuasa Hukum memiliki sejumlah hak dan kewajiban yang bertujuan untuk
memastikan representasi yang efektif dan etis bagi kliennya.
Hak Kuasa Hukum meliputi:
- Hak untuk mewakili kliennya dalam semua
tahapan persidangan di Pengadilan Pajak, termasuk mengajukan Banding atau
Gugatan, menyampaikan bukti-bukti, mengajukan argumentasi hukum, dan
menghadiri persidangan .
- Hak untuk menerima honorarium atas jasa
hukum yang diberikan, sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati
dengan klien .
- Hak untuk mengakses dokumen-dokumen
perkara dan informasi lain yang relevan dengan sengketa kliennya, sesuai
dengan peraturan tata tertib Pengadilan Pajak.
Kewajiban Kuasa Hukum
meliputi:
- Kewajiban untuk bertindak secara
profesional dan etis dalam menjalankan tugasnya, serta mematuhi kode etik
atau peraturan lain yang mengatur perilaku Kuasa Hukum.
- Kewajiban untuk memiliki dan
mempertahankan izin Kuasa Hukum yang sah dari Ketua Pengadilan Pajak
selama beracara.
- Kewajiban untuk mewakili kliennya dengan
sungguh-sungguh dan sebaik mungkin, dengan menggunakan pengetahuan dan
keahliannya di bidang hukum pajak dan prosedur Pengadilan Pajak.
- Kewajiban untuk menjaga kerahasiaan
informasi yang diperoleh dari kliennya.
- Kewajiban untuk menyampaikan informasi dan
bukti yang akurat kepada Pengadilan Pajak.
- Kewajiban untuk mematuhi semua peraturan
tata tertib dan tenggat waktu yang ditetapkan oleh Pengadilan Pajak.
- Kewajiban untuk bertindak sesuai dengan
Surat Kuasa Khusus yang telah diberikan oleh klien.
- Kewajiban untuk menandatangani pakta
integritas sebagai wujud komitmen terhadap perilaku etis dan pencegahan
korupsi.
Kesimpulan
Kuasa Hukum memegang peranan
yang sangat penting dalam sistem penyelesaian sengketa pajak di Indonesia
melalui Pengadilan Pajak. Peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002, PMK Nomor 184/PMK.01/2017, dan Peraturan
Ketua Pengadilan Pajak Nomor PER-01/PP/2024, mengatur secara komprehensif
mengenai definisi, persyaratan, kualifikasi, batasan, proses pengangkatan, hak,
dan kewajiban Kuasa Hukum. Persyaratan untuk menjadi Kuasa Hukum dirancang
untuk memastikan bahwa individu yang mewakili Wajib Pajak memiliki pengetahuan,
keahlian, integritas, dan independensi yang memadai. Proses permohonan izin
yang kini dilakukan secara daring menunjukkan upaya modernisasi dan peningkatan
efisiensi dalam administrasi peradilan pajak. Pemahaman yang mendalam mengenai
peraturan-peraturan ini sangat penting bagi Wajib Pajak yang menghadapi
sengketa pajak maupun bagi para profesional yang ingin berpraktik sebagai Kuasa
Hukum di Pengadilan Pajak, demi terwujudnya penyelesaian sengketa pajak yang
adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Tabel 1: Ringkasan Persyaratan
Kelayakan Kuasa Hukum
Kategori |
Persyaratan |
Dasar Hukum |
Persyaratan Umum |
Warga Negara Indonesia |
PMK 184/PMK.01/2017, Pasal 3
huruf a |
Memiliki pengetahuan luas
dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan perpajakan (dibuktikan
dengan ijazah atau sertifikat) |
PMK 184/PMK.01/2017, Pasal 3
huruf b dan Pasal 4 |
|
Persyaratan Khusus |
Memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) |
PMK 184/PMK.01/2017, Pasal 5
huruf a |
Memiliki bukti tanda terima
penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk 2 tahun terakhir |
PMK 184/PMK.01/2017, Pasal 5
huruf b |
|
Memiliki Surat Keterangan
Catatan Kepolisian (SKCK) |
PMK 184/PMK.01/2017, Pasal 5
huruf c |
|
Tidak berstatus sebagai
Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau pejabat negara |
PMK 184/PMK.01/2017, Pasal 5
huruf d |
|
Menandatangani pakta
integritas |
PMK 184/PMK.01/2017, Pasal 5
huruf e |
|
Telah melewati jangka waktu
2 tahun setelah diberhentikan dengan hormat sebagai Hakim Pengadilan Pajak
(bagi mantan hakim) |
PMK 184/PMK.01/2017, Pasal 5
huruf f |
|
Memiliki izin kuasa hukum
dari Ketua Pengadilan Pajak |
PMK 184/PMK.01/2017, Pasal 5
huruf g |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar