Pendahuluan: Memahami Pajak Penghasilan Indonesia
Pajak Penghasilan (PPh) di
Indonesia merupakan kontribusi keuangan wajib yang dikenakan oleh negara kepada
individu dan badan berdasarkan penghasilan atau keuntungan ekonomi dalam
periode pajak tertentu . Kontribusi ini, yang berakar pada peraturan
perundang-undangan, berfungsi sebagai sumber utama pendapatan negara, mendanai
pengeluaran publik, dan berkontribusi pada pembangunan nasional .
Konsep penghasilan, untuk tujuan
perpajakan, didefinisikan secara luas sebagai setiap penambahan kemampuan
ekonomi Wajib Pajak, terlepas dari asalnya (domestik atau internasional) atau
bentuknya, yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk meningkatkan kekayaan
Wajib Pajak . Ini mencakup tidak hanya penerimaan moneter tetapi juga bentuk
manfaat ekonomi lainnya.
Kerangka hukum yang mengatur
Pajak Penghasilan Indonesia terutama tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan. Namun, undang-undang dasar ini telah mengalami
beberapa kali perubahan selama bertahun-tahun untuk beradaptasi dengan lanskap
ekonomi dan prioritas kebijakan yang terus berkembang. Rangkaian perubahan yang
paling baru dan signifikan diperkenalkan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) .
Undang-undang terbaru ini membawa
perubahan dalam berbagai aspek pajak penghasilan, termasuk pengenaan pajak atas
natura dan/atau kenikmatan, tarif pajak penghasilan orang pribadi dan badan,
aturan penyusutan, dan perjanjian pajak internasional . Selain itu, Peraturan
Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) diterbitkan untuk
memberikan aturan yang lebih rinci dan pedoman khusus untuk pelaksanaan
Undang-Undang Pajak Penghasilan, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2023 yang secara khusus mengatur tarif untuk Pajak Penghasilan Pasal 21 .
Administrasi dan pengawasan
sistem perpajakan Indonesia, termasuk Pajak Penghasilan, berada di bawah
wewenang Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yang merupakan badan di bawah
Kementerian Keuangan Republik Indonesia . Situs web resmi DJP, www.pajak.go.id,
berfungsi sebagai platform pusat untuk menyebarkan informasi pajak terbaru,
termasuk peraturan, pengumuman, dan berbagai layanan daring yang bertujuan
untuk memfasilitasi kepatuhan Wajib Pajak .
Subjek Pajak Penghasilan di Indonesia
Undang-Undang Pajak Penghasilan
Indonesia, khususnya sebagaimana diubah oleh UU No. 7 Tahun 2021,
mengidentifikasi beberapa kategori entitas dan individu sebagai subjek pajak
penghasilan . Subjek-subjek ini secara garis besar diklasifikasikan menjadi Wajib
Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri, dengan kewajiban pajak mereka
sering kali bergantung pada status kependudukan dan sumber penghasilan mereka.
Orang Pribadi merupakan
kategori utama subjek pajak penghasilan di Indonesia . Undang-undang membedakan
antara Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) dan Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) .
Wajib Pajak dalam negeri umumnya dikenakan pajak atas seluruh penghasilan
mereka di seluruh dunia, yang mencakup penghasilan dari dalam maupun luar
negeri . Kategori ini meliputi warga negara Indonesia yang tinggal di
Indonesia, warga negara asing yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan, atau mereka yang berniat untuk tinggal di
Indonesia .
Wajib Pajak luar negeri, di sisi
lain, biasanya hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari
Indonesia . Kelompok ini meliputi individu yang tidak tinggal di Indonesia,
warga negara asing yang tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan, dan warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dengan kondisi tertentu . Direktorat
Jenderal Pajak juga mengidentifikasi berbagai jenis Wajib Pajak orang pribadi,
seperti karyawan dan pekerja mandiri .
Badan dan Bentuk Usaha Tetap(BUT)
juga merupakan kelompok signifikan subjek pajak penghasilan . Istilah
"Badan" mengacu pada badan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT),
Firma, Komanditer (CV), dan Koperasi yang didirikan atau berdomisili di
Indonesia . Badan-badan dalam negeri ini dikenakan pajak atas penghasilan
mereka, baik yang diperoleh dari dalam Indonesia maupun dari operasi di luar
negeri .
Badan hukum asing yang
menjalankan usaha atau menghasilkan penghasilan di Indonesia juga dapat
dikenakan pajak penghasilan Indonesia. Hal ini sering terjadi melalui Bentuk
Usaha Tetap (BUT), yang pada dasarnya adalah tempat usaha tetap di
Indonesia yang digunakan oleh perusahaan asing untuk menjalankan kegiatannya .
Contoh-contoh apa saja yang dapat menjadi bentuk usaha tetap meliputi kantor
pusat manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, pabrik, bengkel, gudang,
dan tempat untuk promosi atau penjualan .
Selain orang pribadi dan badan,
Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia juga menetapkan Warisan yang belum terbagi,
sebagai subjek pajak penghasilan . Ini mengacu pada aset dan penghasilan yang
dihasilkan oleh harta warisan seseorang yang telah meninggal sebelum secara
hukum dibagi di antara para ahli waris . Kewajiban pajak untuk warisan yang
belum terbagi biasanya dikelola oleh salah satu ahli waris, pelaksana wasiat,
atau individu yang bertanggung jawab untuk mengelola harta warisan tersebut .
Objek Pajak Penghasilan di Indonesia
Objek Pajak Penghasilan
didefinisikan secara luas sebagai setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar negeri, yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apa pun . Definisi yang komprehensif ini memastikan bahwa berbagai bentuk
penghasilan dan manfaat ekonomi dikenakan pajak.
Terdapat berbagai Jenis
Penghasilan yang Dikenakan Pajak di Indonesia. Ini termasuk, namun tidak
terbatas pada:
- Penghasilan dari Pekerjaan: Ini mencakup
upah, gaji, tunjangan, insentif, bonus, gratifikasi, pensiun, dan bentuk
kompensasi lain yang terkait dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan .
Khususnya, UU No. 7 Tahun 2021 membawa perubahan terkait pengenaan pajak
atas natura dan/atau kenikmatan .
- Laba Usaha: Penghasilan yang diperoleh dari
menjalankan kegiatan usaha, termasuk keuntungan dari penjualan, jasa, dan
kegiatan operasional lainnya .
- Keuntungan Modal (Capital Gains): Keuntungan
yang direalisasikan dari penjualan atau pengalihan aset, seperti properti,
saham, atau investasi lainnya. Ini termasuk keuntungan dari pengalihan
aset ke perusahaan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, serta
keuntungan dari pengalihan kepada pemegang saham .
- Penghasilan dari Investasi: Kategori ini
mencakup penghasilan yang dihasilkan dari investasi, seperti bunga
(termasuk premium, diskonto, dan kompensasi atas jaminan utang), dividen,
dan royalti .
- Penghasilan dari Sewa: Penghasilan yang
diperoleh dari menyewakan properti atau aset lainnya .
- Penghasilan Lain-lain: Kategori luas ini
dapat mencakup hadiah dan penghargaan (seperti hadiah undian), keuntungan
dari penghapusan utang, keuntungan selisih kurs mata uang asing, dan
peningkatan kekayaan bersih yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak sebelumnya .
Penting untuk dicatat bahwa jenis
penghasilan tertentu dikenakan Pajak Final di Indonesia . Hal ini
berarti bahwa pajak dipotong pada sumbernya atau dibayar langsung dengan tarif
tetap, dan pembayaran ini dianggap sebagai penyelesaian akhir kewajiban pajak
penghasilan untuk penghasilan tersebut, tanpa perlu dimasukkan lebih lanjut
dalam perhitungan SPT Tahunan . Contoh umum penghasilan yang dikenakan pajak
final meliputi:
- Bunga yang diperoleh dari deposito bank dan
rekening tabungan lainnya .
- Bunga dari obligasi dan surat utang negara .
- Hadiah dari undian atau bentuk perjudian lainnya .
- Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas
lainnya di bursa efek .
- Penghasilan yang diperoleh dari pengalihan tanah
dan/atau bangunan .
- Penghasilan dari jasa konstruksi .
- Penghasilan yang diperoleh oleh usaha kecil dan
menengah (UKM) tertentu dengan omzet bruto tertentu, yang sering kali
dikenakan pajak dengan tarif final 0,5% dari omzet bruto .
Sebaliknya, terdapat kategori Penghasilan
yang Tidak Dikenakan Pajak berdasarkan hukum pajak Indonesia . Untuk Wajib
Pajak orang pribadi, batas penghasilan tertentu dibebaskan dari pajak. Ini
dikenal sebagai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) . Besarnya PTKP
bervariasi berdasarkan status perkawinan dan jumlah tanggungan Wajib Pajak .
Misalnya, berdasarkan peraturan
saat ini, PTKP untuk Wajib Pajak lajang adalah Rp54.000.000 per tahun, dengan
tambahan untuk Wajib Pajak yang menikah dan memiliki tanggungan . Jenis pengalihan kekayaan tertentu, seperti
warisan dalam satu derajat hubungan darah dan beberapa bentuk hibah dan
sumbangan, juga tidak dikenakan pajak .
Tarif Pajak Penghasilan di Indonesia
Indonesia menerapkan sistem pajak
progresif untuk penghasilan orang pribadi, di mana tingkat penghasilan kena
pajak yang lebih tinggi dikenakan tarif pajak yang semakin tinggi. Untuk
penghasilan badan, umumnya berlaku sistem tarif tetap, meskipun ada ketentuan
khusus untuk jenis perusahaan dan tingkat omzet tertentu. Tarif-tarif ini
ditetapkan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang terakhir diubah oleh UU
No. 7 Tahun 2021.
Tarif Pajak Penghasilan Orang
Pribadi (Sistem Pajak Progresif) diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Pajak Penghasilan . Tarif-tarif ini diterapkan pada Penghasilan
Kena Pajak (PKP), yaitu penghasilan bersih setelah dikurangi Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP). Kelompok penghasilan dan tarif pajak saat ini, sesuai dengan
UU No. 7 Tahun 2021 , adalah sebagai berikut:
Tabel 1: Kelompok Penghasilan
Kena Pajak dan Tarif Pajak Orang Pribadi Saat Ini (mengacu pada UU No. 7 Tahun
2021)
Penghasilan Kena Pajak (PKP) |
Tarif Pajak |
Sampai dengan Rp60.000.000 |
5% |
Di atas Rp60.000.000 s.d.
Rp250.000.000 |
15% |
Di atas Rp250.000.000 s.d.
Rp500.000.000 |
25% |
Di atas Rp500.000.000 s.d.
Rp5.000.000.000 |
30% |
Di atas Rp5.000.000.000 |
35% |
Kelompok penghasilan ini
menunjukkan bahwa individu dengan penghasilan kena pajak yang lebih tinggi akan
masuk ke dalam kategori tarif pajak yang lebih tinggi. Perlu dicatat bahwa ada
juga mekanisme terpisah untuk pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)
atas penghasilan dari pekerjaan, yang dapat menggunakan skema tarif efektif
rata-rata (TER) untuk pemotongan bulanan .
Tarif Pajak Penghasilan Badan
juga telah mengalami perubahan, dengan tarif terbaru umumnya ditetapkan sebesar
22% mulai tahun pajak 2022, sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 7 Tahun 2021 .
Tarif ini berlaku untuk penghasilan kena pajak sebagian besar badan dalam
negeri dan bentuk usaha tetap . Namun, ada ketentuan khusus untuk jenis
perusahaan tertentu:
Mekanisme Perhitungan Pajak Penghasilan di Indonesia
Perhitungan Pajak Penghasilan di
Indonesia mengikuti mekanisme yang berbeda untuk orang pribadi dan badan,
terutama berdasarkan penghasilan kena pajak dan tarif pajak yang berlaku.
Perhitungan untuk Orang
Pribadi melibatkan beberapa langkah untuk mendapatkan pajak penghasilan
yang harus dibayar. Pertama, Menentukan Penghasilan Kena Pajak sangat
penting. Ini dimulai dengan menghitung penghasilan bruto individu dari semua
sumber dalam satu tahun pajak . Dari penghasilan bruto ini, pengurangan yang
diperbolehkan tertentu dapat dikurangkan untuk mendapatkan penghasilan neto .
Pengurangan umum untuk karyawan mungkin termasuk biaya jabatan, yang biasanya
merupakan persentase dari penghasilan bruto dengan batas maksimum tahunan, dan
kontribusi ke dana pensiun . Setelah penghasilan neto ditentukan, langkah
selanjutnya adalah mengurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yang
merupakan batas jumlah yang dibebaskan dari pajak . Jumlah sisanya adalah Penghasilan
Kena Pajak (PKP) .
Setelah menghitung Penghasilan
Kena Pajak, langkah selanjutnya adalah Menerapkan Tarif Pajak. Karena
Indonesia menggunakan sistem pajak progresif untuk individu, tarif pajak yang
berlaku bergantung pada kelompok penghasilan di mana Penghasilan Kena Pajak
berada . Kewajiban pajak dihitung dengan menerapkan tarif yang sesuai untuk
setiap kelompok penghasilan.
Kredit Pajak kemudian
dapat diterapkan untuk mengurangi total pajak penghasilan yang harus dibayar .
Kredit ini mungkin termasuk pajak yang telah dipotong dari penghasilan individu
selama tahun pajak (misalnya, PPh 21) atau pajak yang dibayar dalam bentuk
angsuran . Dalam beberapa kasus tertentu, mungkin juga ada ketentuan untuk
pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah .
Untuk mengilustrasikan proses
ini, pertimbangkan contoh di mana seorang karyawan memiliki penghasilan bruto
tahunan sebesar Rp120.000.000. Pengurangan yang diperbolehkan untuk biaya
jabatan mungkin 5% dari jumlah ini, hingga maksimum Rp6.000.000 . Dengan asumsi
karyawan tersebut menikah tanpa tanggungan, PTKP untuk tahun pajak tersebut
mungkin Rp58.500.000 . Penghasilan Kena Pajak akan dihitung sebagai
(Rp120.000.000 - Rp6.000.000) - Rp58.500.000 = Rp55.500.000. Jumlah ini
kemudian akan dikenakan tarif pajak progresif. Untuk penghasilan hingga
Rp60.000.000, tarifnya adalah 5%, jadi pajak penghasilan yang harus dibayar
dalam kasus ini adalah 5% dari Rp55.500.000, yaitu Rp2.775.000 per tahun.
Perhitungan untuk Badan
juga melibatkan penentuan penghasilan kena pajak dan penerapan tarif pajak yang
relevan. Prosesnya biasanya dimulai dengan laba akuntansi perusahaan . Untuk
mendapatkan Penghasilan Kena Pajak, laba akuntansi ini sering kali
dikenakan Penyesuaian Fiskal sesuai dengan peraturan perpajakan, yang
mungkin termasuk menambahkan kembali biaya yang tidak dapat dikurangkan dan
melakukan penyesuaian lainnya . Penghasilan bruto dikurangi dengan biaya usaha
yang diperbolehkan untuk menentukan dasar pengenaan pajak . Perusahaan juga
dapat mengurangkan kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan dari tahun-tahun
sebelumnya .
Setelah Penghasilan Kena Pajak
dihitung, Tarif Pajak yang berlaku diterapkan. Seperti yang dibahas
sebelumnya, tarif pajak penghasilan badan umum adalah 22%, tetapi ada tarif
khusus untuk jenis perusahaan tertentu berdasarkan ukuran dan struktur mereka .
Mirip dengan individu, badan juga
dapat mengklaim Kredit Pajak untuk mengurangi pajak penghasilan yang
harus dibayar . Ini mungkin termasuk pajak penghasilan yang dipotong (seperti
PPh 22 dan PPh 23) yang dipotong oleh pihak lain atas pembayaran yang dilakukan
kepada perusahaan, serta pembayaran angsuran pajak penghasilan badan (PPh 25)
yang dilakukan selama tahun pajak .
Misalnya, jika suatu perusahaan
memiliki penghasilan kena pajak sebesar Rp10.000.000.000, tarif pajak
penghasilan badan umum sebesar 22% akan menghasilkan kewajiban pajak sebesar
Rp2.200.000.000. Jika perusahaan ini telah membayar Rp500.000.000 dalam angsuran
PPh 25 dan Rp100.000.000 telah dipotong sebagai PPh 23, maka pajak penghasilan yang harus dibayar adalah Rp2.200.000.000 -
Rp500.000.000 - Rp100.000.000 = Rp1.600.000.000.
Prosedur Pelaporan dan Pembayaran Pajak Penghasilan di Indonesia
Kepatuhan terhadap prosedur
pelaporan dan pembayaran sangat penting untuk memenuhi peraturan Pajak
Penghasilan Indonesia. Beberapa langkah dan persyaratan utama terlibat dalam
proses ini.
Persyaratan mendasar bagi semua
Wajib Pajak di Indonesia adalah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
. Nomor unik ini diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan wajib
dimiliki oleh individu dan badan yang berkewajiban membayar pajak penghasilan .
NPWP berfungsi sebagai identifikasi untuk semua kegiatan terkait pajak,
termasuk pelaporan dan pembayaran .
Penetapan dan pelaporan pajak
penghasilan biasanya didasarkan pada Masa Pajak dan Tahun Pajak, yang di
Indonesia umumnya sesuai dengan tahun kalender . Wajib Pajak diwajibkan
melaporkan penghasilan mereka dan menghitung kewajiban pajak mereka untuk
penghasilan yang diperoleh dalam periode ini.
Mekanisme pelaporan utama adalah Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) . Prosedur pengisian berbeda untuk
individu dan badan. Untuk Individu, batas waktu pengisian SPT Tahunan
biasanya adalah 31 Maret tahun berikutnya . Metode yang disukai untuk pengisian
adalah secara daring melalui platform DJP Online (djponline.pajak.go.id)
menggunakan layanan e-Filing .
Proses ini melibatkan masuk ke
platform, memilih formulir SPT yang sesuai (Formulir 1770 untuk pekerja mandiri
atau mereka yang memiliki penghasilan dari berbagai sumber, Formulir 1770S
untuk karyawan dengan penghasilan di atas batas tertentu, atau Formulir 1770SS
untuk karyawan dengan penghasilan di bawah batas tertentu) , mengisi rincian
yang diperlukan tentang penghasilan, pengurangan, aset, dan kewajiban, dan
mengirimkan SPT secara elektronik setelah mendapatkan kode verifikasi .
Pengisian secara luring juga
merupakan pilihan, di mana Wajib Pajak dapat mengunduh formulir SPT dari situs
web DJP, mengisinya secara manual, dan menyerahkannya ke kantor pelayanan pajak
(KPP) setempat . Beberapa Wajib Pajak juga dapat menggunakan Penyedia Jasa
Aplikasi Perpajakan (PJAP) yang berwenang untuk memfasilitasi pengisian daring
mereka .
Untuk Badan, batas waktu
pengajuan SPT Tahunan Badan (SPT Tahunan Perusahaan) biasanya adalah 30 April
tahun berikutnya . Sementara e-Filing digunakan oleh individu, badan biasanya
menggunakan layanan e-Form di platform DJP Online untuk pengisian daring
. Ini melibatkan pengunduhan formulir SPT (Formulir 1771), pengisiannya secara
luring menggunakan aplikasi penampil formulir khusus, dan kemudian mengunggah
formulir yang telah diisi beserta lampiran yang diperlukan, seperti laporan
keuangan yang diaudit dan bukti pembayaran pajak, kembali ke situs web DJP
Online .
Prasyarat utama untuk proses ini
termasuk memiliki NPWP yang valid dan Nomor Identifikasi Pengarsipan Elektronik
(EFIN) untuk badan tersebut . Mirip dengan individu, pengisian luring dengan
menyerahkan formulir fisik dan dokumen pendukung ke kantor pajak juga
dimungkinkan .
Prosedur Pembayaran Pajak
Penghasilan di Indonesia terutama mengandalkan Sistem Pembayaran
Elektronik (e-Billing) . Sistem ini mengharuskan Wajib Pajak untuk membuat
kode billing melalui situs web DJP Online atau saluran resmi lainnya
sebelum melakukan pembayaran . Untuk membuat kode ini, Wajib Pajak perlu
mengisi surat setoran elektronik (SSE) dengan rincian seperti jenis pajak, masa
pajak, dan jumlah yang akan dibayar . Setelah kode billing diperoleh,
Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran melalui berbagai Saluran Pembayaran,
termasuk bank (melalui teller, ATM, internet banking, dan
aplikasi mobile banking) , kantor pos , dan mungkin penyedia layanan
pembayaran resmi lainnya . Sistem elektronik ini menyederhanakan proses
pembayaran, membuatnya lebih efisien dan tidak rentan terhadap kesalahan
dibandingkan metode manual tradisional . Penting untuk dicatat bahwa pembayaran
elektronik umumnya mencakup semua jenis pajak kecuali bea masuk yang dikelola
oleh Bea Cukai dan pajak dengan prosedur pembayaran khusus .
Kesimpulan
Sistem Pajak Penghasilan
Indonesia, yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana
terakhir diubah oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, adalah kerangka kerja
yang komprehensif untuk mengenakan pajak atas keuntungan ekonomi individu dan badan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memainkan peran penting dalam mengelola sistem
ini, menyediakan sumber daya dan layanan daring yang luas melalui situs web
resminya, www.pajak.go.id, untuk memfasilitasi kepatuhan Wajib Pajak.
Sistem ini mengidentifikasi
berbagai subjek, termasuk individu, badan hukum, dan bahkan warisan yang belum
terbagi, dan mengenakan pajak atas berbagai sumber penghasilan, yang mencakup
penghasilan dari pekerjaan, laba usaha, keuntungan modal, dan penghasilan
investasi, di antara yang lain. Sementara struktur tarif pajak progresif
berlaku untuk individu, penghasilan badan umumnya dikenakan tarif tetap, dengan
ketentuan khusus untuk jenis usaha tertentu seperti perusahaan terbuka dan UKM.
Perhitungan pajak penghasilan melibatkan penentuan penghasilan kena pajak
melalui pengurangan dan pengecualian, penerapan tarif pajak yang relevan, dan
perhitungan kredit pajak apa pun. Akhirnya, pelaporan dan pembayaran pajak
penghasilan semakin banyak dilakukan secara elektronik melalui platform DJP
Online dan sistem e-Billing, yang menyoroti langkah Indonesia menuju
administrasi pajak yang lebih digital dan efisien. Memahami konsep dan prosedur
utama ini penting bagi individu dan badan yang beroperasi dalam lanskap ekonomi
Indonesia untuk memastikan kepatuhan terhadap kewajiban pajak mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar