Selasa, 25 Maret 2025

Mengenal Konsep Dasar Pajak Penghasilan

 

Pendahuluan: Memahami Pajak Penghasilan Indonesia

Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia merupakan kontribusi keuangan wajib yang dikenakan oleh negara kepada individu dan badan berdasarkan penghasilan atau keuntungan ekonomi dalam periode pajak tertentu . Kontribusi ini, yang berakar pada peraturan perundang-undangan, berfungsi sebagai sumber utama pendapatan negara, mendanai pengeluaran publik, dan berkontribusi pada pembangunan nasional .

Konsep penghasilan, untuk tujuan perpajakan, didefinisikan secara luas sebagai setiap penambahan kemampuan ekonomi Wajib Pajak, terlepas dari asalnya (domestik atau internasional) atau bentuknya, yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk meningkatkan kekayaan Wajib Pajak . Ini mencakup tidak hanya penerimaan moneter tetapi juga bentuk manfaat ekonomi lainnya.  

Kerangka hukum yang mengatur Pajak Penghasilan Indonesia terutama tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Namun, undang-undang dasar ini telah mengalami beberapa kali perubahan selama bertahun-tahun untuk beradaptasi dengan lanskap ekonomi dan prioritas kebijakan yang terus berkembang. Rangkaian perubahan yang paling baru dan signifikan diperkenalkan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) .

Undang-undang terbaru ini membawa perubahan dalam berbagai aspek pajak penghasilan, termasuk pengenaan pajak atas natura dan/atau kenikmatan, tarif pajak penghasilan orang pribadi dan badan, aturan penyusutan, dan perjanjian pajak internasional . Selain itu, Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) diterbitkan untuk memberikan aturan yang lebih rinci dan pedoman khusus untuk pelaksanaan Undang-Undang Pajak Penghasilan, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 yang secara khusus mengatur tarif untuk Pajak Penghasilan Pasal 21 .  

Administrasi dan pengawasan sistem perpajakan Indonesia, termasuk Pajak Penghasilan, berada di bawah wewenang Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yang merupakan badan di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia . Situs web resmi DJP, www.pajak.go.id, berfungsi sebagai platform pusat untuk menyebarkan informasi pajak terbaru, termasuk peraturan, pengumuman, dan berbagai layanan daring yang bertujuan untuk memfasilitasi kepatuhan Wajib Pajak .

Subjek Pajak Penghasilan di Indonesia

Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia, khususnya sebagaimana diubah oleh UU No. 7 Tahun 2021, mengidentifikasi beberapa kategori entitas dan individu sebagai subjek pajak penghasilan . Subjek-subjek ini secara garis besar diklasifikasikan menjadi Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri, dengan kewajiban pajak mereka sering kali bergantung pada status kependudukan dan sumber penghasilan mereka.  

Orang Pribadi merupakan kategori utama subjek pajak penghasilan di Indonesia . Undang-undang membedakan antara Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) dan Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) . Wajib Pajak dalam negeri umumnya dikenakan pajak atas seluruh penghasilan mereka di seluruh dunia, yang mencakup penghasilan dari dalam maupun luar negeri . Kategori ini meliputi warga negara Indonesia yang tinggal di Indonesia, warga negara asing yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau mereka yang berniat untuk tinggal di Indonesia .

Wajib Pajak luar negeri, di sisi lain, biasanya hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia . Kelompok ini meliputi individu yang tidak tinggal di Indonesia, warga negara asing yang tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dengan kondisi tertentu . Direktorat Jenderal Pajak juga mengidentifikasi berbagai jenis Wajib Pajak orang pribadi, seperti karyawan dan pekerja mandiri .  

Badan dan Bentuk Usaha Tetap(BUT) juga merupakan kelompok signifikan subjek pajak penghasilan . Istilah "Badan" mengacu pada badan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT), Firma, Komanditer (CV), dan Koperasi yang didirikan atau berdomisili di Indonesia . Badan-badan dalam negeri ini dikenakan pajak atas penghasilan mereka, baik yang diperoleh dari dalam Indonesia maupun dari operasi di luar negeri .

Badan hukum asing yang menjalankan usaha atau menghasilkan penghasilan di Indonesia juga dapat dikenakan pajak penghasilan Indonesia. Hal ini sering terjadi melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT), yang pada dasarnya adalah tempat usaha tetap di Indonesia yang digunakan oleh perusahaan asing untuk menjalankan kegiatannya . Contoh-contoh apa saja yang dapat menjadi bentuk usaha tetap meliputi kantor pusat manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, pabrik, bengkel, gudang, dan tempat untuk promosi atau penjualan .  

Selain orang pribadi dan badan, Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia juga  menetapkan Warisan yang belum terbagi, sebagai subjek pajak penghasilan . Ini mengacu pada aset dan penghasilan yang dihasilkan oleh harta warisan seseorang yang telah meninggal sebelum secara hukum dibagi di antara para ahli waris . Kewajiban pajak untuk warisan yang belum terbagi biasanya dikelola oleh salah satu ahli waris, pelaksana wasiat, atau individu yang bertanggung jawab untuk mengelola harta warisan tersebut .  

Objek Pajak Penghasilan di Indonesia

Objek Pajak Penghasilan didefinisikan secara luas sebagai setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri, yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun . Definisi yang komprehensif ini memastikan bahwa berbagai bentuk penghasilan dan manfaat ekonomi dikenakan pajak.  

Terdapat berbagai Jenis Penghasilan yang Dikenakan Pajak di Indonesia. Ini termasuk, namun tidak terbatas pada:

  • Penghasilan dari Pekerjaan: Ini mencakup upah, gaji, tunjangan, insentif, bonus, gratifikasi, pensiun, dan bentuk kompensasi lain yang terkait dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan . Khususnya, UU No. 7 Tahun 2021 membawa perubahan terkait pengenaan pajak atas natura dan/atau kenikmatan .  
  • Laba Usaha: Penghasilan yang diperoleh dari menjalankan kegiatan usaha, termasuk keuntungan dari penjualan, jasa, dan kegiatan operasional lainnya .  
  • Keuntungan Modal (Capital Gains): Keuntungan yang direalisasikan dari penjualan atau pengalihan aset, seperti properti, saham, atau investasi lainnya. Ini termasuk keuntungan dari pengalihan aset ke perusahaan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, serta keuntungan dari pengalihan kepada pemegang saham .  
  • Penghasilan dari Investasi: Kategori ini mencakup penghasilan yang dihasilkan dari investasi, seperti bunga (termasuk premium, diskonto, dan kompensasi atas jaminan utang), dividen, dan royalti .  
  • Penghasilan dari Sewa: Penghasilan yang diperoleh dari menyewakan properti atau aset lainnya .  
  • Penghasilan Lain-lain: Kategori luas ini dapat mencakup hadiah dan penghargaan (seperti hadiah undian), keuntungan dari penghapusan utang, keuntungan selisih kurs mata uang asing, dan peningkatan kekayaan bersih yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak sebelumnya .  

Penting untuk dicatat bahwa jenis penghasilan tertentu dikenakan Pajak Final di Indonesia . Hal ini berarti bahwa pajak dipotong pada sumbernya atau dibayar langsung dengan tarif tetap, dan pembayaran ini dianggap sebagai penyelesaian akhir kewajiban pajak penghasilan untuk penghasilan tersebut, tanpa perlu dimasukkan lebih lanjut dalam perhitungan SPT Tahunan . Contoh umum penghasilan yang dikenakan pajak final meliputi:  

  • Bunga yang diperoleh dari deposito bank dan rekening tabungan lainnya .  
  • Bunga dari obligasi dan surat utang negara .  
  • Hadiah dari undian atau bentuk perjudian lainnya .  
  • Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek .  
  • Penghasilan yang diperoleh dari pengalihan tanah dan/atau bangunan .  
  • Penghasilan dari jasa konstruksi .  
  • Penghasilan yang diperoleh oleh usaha kecil dan menengah (UKM) tertentu dengan omzet bruto tertentu, yang sering kali dikenakan pajak dengan tarif final 0,5% dari omzet bruto .  

Sebaliknya, terdapat kategori Penghasilan yang Tidak Dikenakan Pajak berdasarkan hukum pajak Indonesia . Untuk Wajib Pajak orang pribadi, batas penghasilan tertentu dibebaskan dari pajak. Ini dikenal sebagai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) . Besarnya PTKP bervariasi berdasarkan status perkawinan dan jumlah tanggungan Wajib Pajak .

Misalnya, berdasarkan peraturan saat ini, PTKP untuk Wajib Pajak lajang adalah Rp54.000.000 per tahun, dengan tambahan untuk Wajib Pajak yang menikah dan memiliki tanggungan .  Jenis pengalihan kekayaan tertentu, seperti warisan dalam satu derajat hubungan darah dan beberapa bentuk hibah dan sumbangan, juga tidak dikenakan pajak .

Tarif Pajak Penghasilan di Indonesia

Indonesia menerapkan sistem pajak progresif untuk penghasilan orang pribadi, di mana tingkat penghasilan kena pajak yang lebih tinggi dikenakan tarif pajak yang semakin tinggi. Untuk penghasilan badan, umumnya berlaku sistem tarif tetap, meskipun ada ketentuan khusus untuk jenis perusahaan dan tingkat omzet tertentu. Tarif-tarif ini ditetapkan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang terakhir diubah oleh UU No. 7 Tahun 2021.

Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Sistem Pajak Progresif) diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan . Tarif-tarif ini diterapkan pada Penghasilan Kena Pajak (PKP), yaitu penghasilan bersih setelah dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Kelompok penghasilan dan tarif pajak saat ini, sesuai dengan UU No. 7 Tahun 2021 , adalah sebagai berikut:  

Tabel 1: Kelompok Penghasilan Kena Pajak dan Tarif Pajak Orang Pribadi Saat Ini (mengacu pada UU No. 7 Tahun 2021)

Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Tarif Pajak

Sampai dengan Rp60.000.000

5%

Di atas Rp60.000.000 s.d. Rp250.000.000

15%

Di atas Rp250.000.000 s.d. Rp500.000.000

25%

Di atas Rp500.000.000 s.d. Rp5.000.000.000

30%

Di atas Rp5.000.000.000

35%

Kelompok penghasilan ini menunjukkan bahwa individu dengan penghasilan kena pajak yang lebih tinggi akan masuk ke dalam kategori tarif pajak yang lebih tinggi. Perlu dicatat bahwa ada juga mekanisme terpisah untuk pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) atas penghasilan dari pekerjaan, yang dapat menggunakan skema tarif efektif rata-rata (TER) untuk pemotongan bulanan .  

Tarif Pajak Penghasilan Badan juga telah mengalami perubahan, dengan tarif terbaru umumnya ditetapkan sebesar 22% mulai tahun pajak 2022, sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 7 Tahun 2021 . Tarif ini berlaku untuk penghasilan kena pajak sebagian besar badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap . Namun, ada ketentuan khusus untuk jenis perusahaan tertentu:  

Mekanisme Perhitungan Pajak Penghasilan di Indonesia

Perhitungan Pajak Penghasilan di Indonesia mengikuti mekanisme yang berbeda untuk orang pribadi dan badan, terutama berdasarkan penghasilan kena pajak dan tarif pajak yang berlaku.

Perhitungan untuk Orang Pribadi melibatkan beberapa langkah untuk mendapatkan pajak penghasilan yang harus dibayar. Pertama, Menentukan Penghasilan Kena Pajak sangat penting. Ini dimulai dengan menghitung penghasilan bruto individu dari semua sumber dalam satu tahun pajak . Dari penghasilan bruto ini, pengurangan yang diperbolehkan tertentu dapat dikurangkan untuk mendapatkan penghasilan neto . Pengurangan umum untuk karyawan mungkin termasuk biaya jabatan, yang biasanya merupakan persentase dari penghasilan bruto dengan batas maksimum tahunan, dan kontribusi ke dana pensiun . Setelah penghasilan neto ditentukan, langkah selanjutnya adalah mengurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yang merupakan batas jumlah yang dibebaskan dari pajak . Jumlah sisanya adalah Penghasilan Kena Pajak (PKP) .  

Setelah menghitung Penghasilan Kena Pajak, langkah selanjutnya adalah Menerapkan Tarif Pajak. Karena Indonesia menggunakan sistem pajak progresif untuk individu, tarif pajak yang berlaku bergantung pada kelompok penghasilan di mana Penghasilan Kena Pajak berada . Kewajiban pajak dihitung dengan menerapkan tarif yang sesuai untuk setiap kelompok penghasilan.  

Kredit Pajak kemudian dapat diterapkan untuk mengurangi total pajak penghasilan yang harus dibayar . Kredit ini mungkin termasuk pajak yang telah dipotong dari penghasilan individu selama tahun pajak (misalnya, PPh 21) atau pajak yang dibayar dalam bentuk angsuran . Dalam beberapa kasus tertentu, mungkin juga ada ketentuan untuk pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah .  

Untuk mengilustrasikan proses ini, pertimbangkan contoh di mana seorang karyawan memiliki penghasilan bruto tahunan sebesar Rp120.000.000. Pengurangan yang diperbolehkan untuk biaya jabatan mungkin 5% dari jumlah ini, hingga maksimum Rp6.000.000 . Dengan asumsi karyawan tersebut menikah tanpa tanggungan, PTKP untuk tahun pajak tersebut mungkin Rp58.500.000 . Penghasilan Kena Pajak akan dihitung sebagai (Rp120.000.000 - Rp6.000.000) - Rp58.500.000 = Rp55.500.000. Jumlah ini kemudian akan dikenakan tarif pajak progresif. Untuk penghasilan hingga Rp60.000.000, tarifnya adalah 5%, jadi pajak penghasilan yang harus dibayar dalam kasus ini adalah 5% dari Rp55.500.000, yaitu Rp2.775.000 per tahun.  

Perhitungan untuk Badan juga melibatkan penentuan penghasilan kena pajak dan penerapan tarif pajak yang relevan. Prosesnya biasanya dimulai dengan laba akuntansi perusahaan . Untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak, laba akuntansi ini sering kali dikenakan Penyesuaian Fiskal sesuai dengan peraturan perpajakan, yang mungkin termasuk menambahkan kembali biaya yang tidak dapat dikurangkan dan melakukan penyesuaian lainnya . Penghasilan bruto dikurangi dengan biaya usaha yang diperbolehkan untuk menentukan dasar pengenaan pajak . Perusahaan juga dapat mengurangkan kerugian fiskal yang dapat dikompensasikan dari tahun-tahun sebelumnya .  

Setelah Penghasilan Kena Pajak dihitung, Tarif Pajak yang berlaku diterapkan. Seperti yang dibahas sebelumnya, tarif pajak penghasilan badan umum adalah 22%, tetapi ada tarif khusus untuk jenis perusahaan tertentu berdasarkan ukuran dan struktur mereka .  

Mirip dengan individu, badan juga dapat mengklaim Kredit Pajak untuk mengurangi pajak penghasilan yang harus dibayar . Ini mungkin termasuk pajak penghasilan yang dipotong (seperti PPh 22 dan PPh 23) yang dipotong oleh pihak lain atas pembayaran yang dilakukan kepada perusahaan, serta pembayaran angsuran pajak penghasilan badan (PPh 25) yang dilakukan selama tahun pajak .  

Misalnya, jika suatu perusahaan memiliki penghasilan kena pajak sebesar Rp10.000.000.000, tarif pajak penghasilan badan umum sebesar 22% akan menghasilkan kewajiban pajak sebesar Rp2.200.000.000. Jika perusahaan ini telah membayar Rp500.000.000 dalam angsuran PPh 25 dan Rp100.000.000 telah dipotong sebagai PPh 23, maka pajak penghasilan  yang harus dibayar adalah Rp2.200.000.000 - Rp500.000.000 - Rp100.000.000 = Rp1.600.000.000.   

Prosedur Pelaporan dan Pembayaran Pajak Penghasilan di Indonesia

Kepatuhan terhadap prosedur pelaporan dan pembayaran sangat penting untuk memenuhi peraturan Pajak Penghasilan Indonesia. Beberapa langkah dan persyaratan utama terlibat dalam proses ini.

Persyaratan mendasar bagi semua Wajib Pajak di Indonesia adalah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) . Nomor unik ini diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan wajib dimiliki oleh individu dan badan yang berkewajiban membayar pajak penghasilan . NPWP berfungsi sebagai identifikasi untuk semua kegiatan terkait pajak, termasuk pelaporan dan pembayaran .  

Penetapan dan pelaporan pajak penghasilan biasanya didasarkan pada Masa Pajak dan Tahun Pajak, yang di Indonesia umumnya sesuai dengan tahun kalender . Wajib Pajak diwajibkan melaporkan penghasilan mereka dan menghitung kewajiban pajak mereka untuk penghasilan yang diperoleh dalam periode ini.  

Mekanisme pelaporan utama adalah Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) . Prosedur pengisian berbeda untuk individu dan badan. Untuk Individu, batas waktu pengisian SPT Tahunan biasanya adalah 31 Maret tahun berikutnya . Metode yang disukai untuk pengisian adalah secara daring melalui platform DJP Online (djponline.pajak.go.id) menggunakan layanan e-Filing .

Proses ini melibatkan masuk ke platform, memilih formulir SPT yang sesuai (Formulir 1770 untuk pekerja mandiri atau mereka yang memiliki penghasilan dari berbagai sumber, Formulir 1770S untuk karyawan dengan penghasilan di atas batas tertentu, atau Formulir 1770SS untuk karyawan dengan penghasilan di bawah batas tertentu) , mengisi rincian yang diperlukan tentang penghasilan, pengurangan, aset, dan kewajiban, dan mengirimkan SPT secara elektronik setelah mendapatkan kode verifikasi .

Pengisian secara luring juga merupakan pilihan, di mana Wajib Pajak dapat mengunduh formulir SPT dari situs web DJP, mengisinya secara manual, dan menyerahkannya ke kantor pelayanan pajak (KPP) setempat . Beberapa Wajib Pajak juga dapat menggunakan Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) yang berwenang untuk memfasilitasi pengisian daring mereka .  

Untuk Badan, batas waktu pengajuan SPT Tahunan Badan (SPT Tahunan Perusahaan) biasanya adalah 30 April tahun berikutnya . Sementara e-Filing digunakan oleh individu, badan biasanya menggunakan layanan e-Form di platform DJP Online untuk pengisian daring . Ini melibatkan pengunduhan formulir SPT (Formulir 1771), pengisiannya secara luring menggunakan aplikasi penampil formulir khusus, dan kemudian mengunggah formulir yang telah diisi beserta lampiran yang diperlukan, seperti laporan keuangan yang diaudit dan bukti pembayaran pajak, kembali ke situs web DJP Online .

Prasyarat utama untuk proses ini termasuk memiliki NPWP yang valid dan Nomor Identifikasi Pengarsipan Elektronik (EFIN) untuk badan tersebut . Mirip dengan individu, pengisian luring dengan menyerahkan formulir fisik dan dokumen pendukung ke kantor pajak juga dimungkinkan .  

Prosedur Pembayaran Pajak Penghasilan di Indonesia terutama mengandalkan Sistem Pembayaran Elektronik (e-Billing) . Sistem ini mengharuskan Wajib Pajak untuk membuat kode billing melalui situs web DJP Online atau saluran resmi lainnya sebelum melakukan pembayaran . Untuk membuat kode ini, Wajib Pajak perlu mengisi surat setoran elektronik (SSE) dengan rincian seperti jenis pajak, masa pajak, dan jumlah yang akan dibayar . Setelah kode billing diperoleh, Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran melalui berbagai Saluran Pembayaran, termasuk bank (melalui teller, ATM, internet banking, dan aplikasi mobile banking) , kantor pos , dan mungkin penyedia layanan pembayaran resmi lainnya . Sistem elektronik ini menyederhanakan proses pembayaran, membuatnya lebih efisien dan tidak rentan terhadap kesalahan dibandingkan metode manual tradisional . Penting untuk dicatat bahwa pembayaran elektronik umumnya mencakup semua jenis pajak kecuali bea masuk yang dikelola oleh Bea Cukai dan pajak dengan prosedur pembayaran khusus .  

Kesimpulan

Sistem Pajak Penghasilan Indonesia, yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir diubah oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, adalah kerangka kerja yang komprehensif untuk mengenakan pajak atas keuntungan ekonomi individu dan badan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memainkan peran penting dalam mengelola sistem ini, menyediakan sumber daya dan layanan daring yang luas melalui situs web resminya, www.pajak.go.id, untuk memfasilitasi kepatuhan Wajib Pajak.

Sistem ini mengidentifikasi berbagai subjek, termasuk individu, badan hukum, dan bahkan warisan yang belum terbagi, dan mengenakan pajak atas berbagai sumber penghasilan, yang mencakup penghasilan dari pekerjaan, laba usaha, keuntungan modal, dan penghasilan investasi, di antara yang lain. Sementara struktur tarif pajak progresif berlaku untuk individu, penghasilan badan umumnya dikenakan tarif tetap, dengan ketentuan khusus untuk jenis usaha tertentu seperti perusahaan terbuka dan UKM. Perhitungan pajak penghasilan melibatkan penentuan penghasilan kena pajak melalui pengurangan dan pengecualian, penerapan tarif pajak yang relevan, dan perhitungan kredit pajak apa pun. Akhirnya, pelaporan dan pembayaran pajak penghasilan semakin banyak dilakukan secara elektronik melalui platform DJP Online dan sistem e-Billing, yang menyoroti langkah Indonesia menuju administrasi pajak yang lebih digital dan efisien. Memahami konsep dan prosedur utama ini penting bagi individu dan badan yang beroperasi dalam lanskap ekonomi Indonesia untuk memastikan kepatuhan terhadap kewajiban pajak mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengapa Tax Ratio Indonesia Rendah

Pendahuluan: Memahami Rasio Pajak Bagian ini memperkenalkan ko...