Kamis, 27 Maret 2025

Prosedur Pemeriksaan Pajak Tahun 2025

 

Pendahuluan

Pemeriksaan pajak di Indonesia merupakan sebuah mekanisme krusial dalam sistem perpajakan untuk memastikan kepatuhan Wajib Pajak terhadap peraturan yang berlaku. Landasan hukum terkini yang mengatur mengenai tata cara dan prosedur pemeriksaan pajak adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2025 tentang Pemeriksaan Pajak . Peraturan ini diterbitkan pada tanggal 10 Februari 2025 dan mulai berlaku sejak tanggal diundangkan, yaitu 14 Februari 2025

Penerbitan PMK 15/2025 ini bertujuan utama untuk memberikan kepastian hukum yang lebih baik dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak, termasuk pemeriksaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), melalui penyederhanaan dan pengaturan kembali ketentuan mengenai pemeriksaan pajak dalam satu peraturan yang komprehensif . Langkah ini juga merupakan respons terhadap diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, yang memerlukan penyesuaian terhadap ketentuan pemeriksaan pajak .  

Dengan berlakunya PMK 15/2025, beberapa peraturan sebelumnya yang mengatur mengenai tata cara pemeriksaan pajak dinyatakan dicabut dan tidak berlaku. Peraturan-peraturan yang dicabut tersebut termasuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan . 

Struktur PMK 15/2025 terdiri dari XII Bab dan 32 Pasal, yang dilengkapi dengan lampiran-lampiran berupa contoh format dokumen yang terkait dengan pelaksanaan pemeriksaan pajak . Pembentukan peraturan baru ini mengindikasikan adanya upaya dari pemerintah untuk menciptakan kerangka kerja pemeriksaan pajak yang lebih jelas dan efisien, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.  

Selain PMK 15/2025, penting untuk memahami bahwa administrasi perpajakan di Indonesia secara umum, termasuk pemeriksaan pajak, juga didasarkan pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir . UU KUP menetapkan prinsip-prinsip dasar dan prosedur dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 juga memiliki relevansi signifikan karena menjadi salah satu latar belakang diterbitkannya PMK 15/2025, yang menunjukkan adanya harmonisasi peraturan di tingkat pemerintah . Dengan demikian, PMK 15/2025 memberikan detail prosedural untuk pemeriksaan pajak, namun tetap berada dalam koridor hukum yang lebih luas yang ditetapkan oleh UU KUP dan peraturan pemerintah terkait.  

Tujuan utama pemeriksaan pajak berdasarkan peraturan terbaru adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan . Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan ini memiliki ruang lingkup yang luas, dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak, maupun tahun pajak penuh . Jenis-jenis pajak yang dapat diperiksa mencakup Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Bea Meterai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penjualan, Pajak Karbon, serta pajak lainnya yang diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sesuai dengan peraturan perundang-undangan . 

Di sisi lain, pemeriksaan untuk tujuan lain memiliki cakupan yang berbeda, seperti penentuan, pencocokan, pemenuhan kewajiban berdasarkan ketentuan perundang-undangan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan . Contoh dari pemeriksaan untuk tujuan lain ini antara lain adalah pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan, penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP, penagihan pajak, serta penyelesaian permohonan keberatan Wajib Pajak .  

Tahapan dan Prosedur Pemeriksaan Pajak Berdasarkan PMK 15 Tahun 2025

Proses pemeriksaan pajak berdasarkan PMK 15 Tahun 2025 memiliki tahapan-tahapan yang terstruktur, dimulai dari pemberitahuan hingga pelaporan hasil pemeriksaan. Tahap awal dari pemeriksaan pajak adalah penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) dan penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak . 

Pemeriksaan pajak dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam tim pemeriksa berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) yang diterbitkan secara resmi oleh DJP . Sebagai bentuk pemberitahuan formal, Wajib Pajak akan menerima Surat Pemberitahuan Pemeriksaan yang disampaikan secara tertulis kepada Wajib Pajak itu sendiri, wakilnya yang sah, kuasanya, pegawai Wajib Pajak, atau anggota keluarga dewasa dari Wajib Pajak yang bersangkutan . Tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Pemeriksaan ini menjadi penanda dimulainya proses pemeriksaan secara resmi . Dalam konteks pemeriksaan lapangan, sebelum pelaksanaan pemeriksaan lebih lanjut, akan diadakan pertemuan awal dengan Wajib Pajak setelah Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan .  

Tahap selanjutnya adalah pertemuan awal dengan Wajib Pajak . Pemeriksa Pajak memiliki kewajiban untuk melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak, atau wakil atau kuasanya, sesuai dengan ketentuan yang berlaku . Untuk pemeriksaan lapangan, pertemuan ini dilakukan setelah Pemeriksa menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan. Sementara itu, untuk pemeriksaan kantor, pertemuan dilaksanakan pada saat Wajib Pajak, wakil, atau kuasanya datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor . 

Tujuan utama dari pertemuan awal ini adalah agar pemeriksa dapat menjelaskan secara rinci mengenai tujuan dilakukannya pemeriksaan, serta menyampaikan hak dan kewajiban yang dimiliki oleh Wajib Pajak selama proses pemeriksaan berlangsung . Setelah pertemuan selesai, pemeriksa wajib membuat berita acara hasil pertemuan, yang harus ditandatangani oleh pemeriksa dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasanya. Apabila Wajib Pajak menolak untuk menandatangani berita acara tersebut, pemeriksa akan membuat catatan mengenai penolakan tersebut di dalam berita acara hasil pertemuan. Dalam kondisi di mana pemeriksa telah menandatangani berita acara dan membuat catatan mengenai penolakan penandatanganan, pertemuan tersebut tetap dianggap telah dilaksanakan .  

Setelah pertemuan awal, tahapan krusial berikutnya adalah pelaksanaan pemeriksaan, yang meliputi pengumpulan dan analisis data . Dalam melaksanakan pemeriksaan, Pemeriksa Pajak memiliki wewenang untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak, dan/atau barang tidak bergerak yang dipandang perlu untuk kelancaran pemeriksaan. Hal ini termasuk tempat yang digunakan untuk menyimpan buku, catatan, dokumen, termasuk data elektronik, dokumen lain, uang, dan/atau barang berharga lainnya . Selain itu, pemeriksa juga berwenang untuk meminta data, informasi, atau keterangan, baik secara lisan maupun tertulis, dari Wajib Pajak, termasuk memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor DJP . 

Wajib Pajak memiliki kewajiban untuk memberikan kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk mengakses dan/atau mengunduh data elektronik yang relevan dengan pemeriksaan. Wajib Pajak juga harus memberikan bantuan yang diperlukan untuk kelancaran pemeriksaan, yang dapat berupa penyediaan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak jika diperlukan akses khusus terhadap data elektronik, pemberian hak akses atas barang bergerak dan/atau tidak bergerak, serta penyediaan ruangan khusus jika pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak . 

Dalam situasi di mana Wajib Pajak tidak memberikan kesempatan untuk masuk dan memeriksa atau menolak membantu kelancaran pemeriksaan, pemeriksa berwenang melakukan penyegelan untuk mengamankan dokumen dan benda-benda lain yang dapat memberikan petunjuk tentang kegiatan usaha Wajib Pajak . Wajib Pajak juga memiliki kewajiban untuk meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang diminta oleh pemeriksa dalam jangka waktu maksimal 1 bulan sejak tanggal diterimanya surat permintaan peminjaman. Jika jangka waktu tersebut terlampaui dan Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan dokumen yang diminta, pemeriksa akan memberikan surat peringatan pertama setelah 2 minggu dan surat peringatan kedua setelah 3 minggu sejak tanggal penyampaian surat permintaan . Apabila dokumen yang diserahkan berupa salinan, Wajib Pajak wajib menyatakan bahwa salinan tersebut sesuai dengan aslinya .  

Setelah proses pengumpulan dan analisis data selesai, pemeriksa akan menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) . SPHP ini merupakan pemberitahuan tertulis yang berisi hasil pemeriksaan sementara, yang mencakup pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara dari jumlah pokok pajak terutang, serta perhitungan sementara dari sanksi administrasi jika ada . Wajib Pajak diberikan jangka waktu paling lama 5 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya SPHP untuk menyampaikan tanggapan tertulis kepada pemeriksa pajak . Penting untuk dicatat bahwa dalam PMK 15/2025, tidak ada perpanjangan waktu yang diberikan untuk penyampaian tanggapan SPHP ini .  

Tahap selanjutnya adalah Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP). Setelah pemeriksa menerima tanggapan tertulis dari Wajib Pajak atas SPHP, atau setelah berakhirnya jangka waktu 5 hari kerja jika Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan, pemeriksa akan mengundang Wajib Pajak untuk menghadiri PAHP . Undangan untuk PAHP ini harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 3 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya tanggapan atau berakhirnya jangka waktu penyampaian tanggapan . 

Jangka waktu untuk pelaksanaan PAHP dan penyelesaian pelaporan hasil pemeriksaan telah dipangkas menjadi paling lama 30 hari kerja terhitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) . Sebelumnya, berdasarkan peraturan terdahulu, jangka waktu untuk PAHP dan pelaporan adalah maksimal 2 bulan atau 60 hari kerja . Dalam forum PAHP, Wajib Pajak memiliki kesempatan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut atau menyampaikan bukti-bukti tambahan yang relevan terkait dengan temuan sementara yang disampaikan dalam SPHP . 

Apabila dalam pembahasan terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dan pemeriksa mengenai dasar hukum koreksi, Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance (QA) Pemeriksaan . Hasil dari PAHP ini akan dituangkan dalam berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, yang wajib ditandatangani oleh pemeriksa pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasanya. Jika Wajib Pajak menolak untuk menandatangani berita acara tersebut, pemeriksa akan membuat catatan mengenai penolakan tersebut .  

Tahap terakhir dalam proses pemeriksaan adalah pelaporan hasil pemeriksaan . Pemeriksaan pajak akan diakhiri dengan pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) oleh tim pemeriksa pajak . LHP ini disusun berdasarkan kertas kerja pemeriksaan yang telah dibuat selama proses pemeriksaan dan memuat informasi mengenai pelaksanaan pemeriksaan, simpulan dan usulan dari pemeriksa pajak, serta pengungkapan informasi lain yang terkait dengan pemeriksaan . 

LHP ini kemudian akan menjadi dasar bagi DJP untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) jika terdapat kekurangan atau kelebihan pembayaran pajak, atau surat ketetapan pajak nihil jika tidak ada selisih . Dalam hal pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dihentikan tanpa adanya penerbitan SKP, maka akan dibuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir yang berisi penghentian pemeriksaan tersebut .  

Prosedur Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak kepada Wajib Pajak

Prosedur pemberitahuan pemeriksaan pajak kepada Wajib Pajak diatur secara jelas dalam PMK 15 Tahun 2025. Pemeriksa Pajak memiliki kewajiban untuk memberitahukan kepada Wajib Pajak atau wakilnya mengenai akan dilaksanakannya pemeriksaan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di Unit Pelaksana Pemeriksaan . 

Surat Pemberitahuan Pemeriksaan ini harus diperlihatkan kepada Wajib Pajak pada saat dimulainya pemeriksaan . Dalam hal pemeriksaan lapangan, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak sebelum dilakukannya pertemuan awal antara pemeriksa dan Wajib Pajak . Tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Pemeriksaan oleh Wajib Pajak atau pihak yang berhak menerimanya secara hukum merupakan tanggal dimulainya pemeriksaan pajak .  

Dalam situasi di mana Wajib Pajak, wakil, atau kuasanya tidak berada di tempat saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan, namun surat tersebut telah diterima, maka pemeriksaan tetap dapat dilaksanakan dengan beberapa ketentuan. Pertama, pemeriksaan tetap dapat dilakukan sepanjang terdapat pegawai dari Wajib Pajak yang mempunyai tugas dan fungsi yang relevan untuk membantu kelancaran pemeriksaan. 

Kedua, pemeriksaan juga dapat tetap dilakukan jika terdapat anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang dapat membantu kelancaran pemeriksaan. Alternatif terakhir, jika kedua kondisi di atas tidak terpenuhi, pemeriksaan dapat ditunda untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya . Prosedur ini memastikan bahwa pemberitahuan telah disampaikan secara sah dan memberikan fleksibilitas dalam pelaksanaan pemeriksaan meskipun Wajib Pajak tidak hadir secara fisik pada saat pemberitahuan disampaikan.  

Jenis-Jenis Dokumen dan Catatan yang Biasanya Diminta oleh Pemeriksa Pajak Selama Proses Pemeriksaan

Selama proses pemeriksaan pajak, Pemeriksa Pajak memiliki hak untuk meminjam atau meminta berbagai jenis dokumen dan catatan dari Wajib Pajak yang dianggap relevan untuk menguji kepatuhan perpajakan. Dokumen-dokumen ini meliputi buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak, serta dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan dan kegiatan usaha Wajib Pajak, termasuk data elektronik . Beberapa jenis dokumen dan catatan yang biasanya diminta oleh pemeriksa pajak antara lain :  

  • Laporan Keuangan, yang biasanya terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, dan laporan arus kas untuk periode yang diperiksa. 
  • Faktur Penjualan dan Pembelian, termasuk faktur pajak keluaran dan faktur pajak masukan, serta dokumen pendukung transaksi lainnya seperti nota penjualan, bukti penerimaan kas, dan bukti pengeluaran kas .  
  • Laporan Surat Pemberitahuan (SPT), baik SPT Masa maupun SPT Tahunan untuk jenis pajak yang diperiksa .  
  • Buku Besar dan Jurnal, yang mencatat semua transaksi keuangan perusahaan secara sistematis .  
  • Bukti Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh), seperti Bukti Potong PPh Pasal 21, Pasal 23, Pasal 4 ayat (2), dan lain-lain .  
  • Dokumen Kepemilikan Aset, seperti akta jual beli, sertifikat tanah dan bangunan, faktur pembelian kendaraan, dan dokumen kepemilikan aset lainnya yang relevan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak .  
  • Dokumen Terkait Transaksi, seperti kontrak, perjanjian, surat pesanan, surat pengiriman barang, dan dokumen-dokumen lain yang mendasari transaksi bisnis Wajib Pajak .  
  • Data Elektronik, yang dapat berupa soft copies dari dokumen-dokumen di atas, database transaksi, catatan elektronik, dan data lain yang dikelola secara elektronik oleh Wajib Pajak .  
  • Kertas Kerja Pemeriksaan yang dibuat oleh akuntan publik, jika Wajib Pajak menggunakan jasa akuntan publik untuk audit laporan keuangannya .  

Wajib Pajak perlu memastikan bahwa semua dokumen dan catatan yang diminta tersedia dan mudah diakses oleh pemeriksa pajak. Jika dokumen yang diserahkan berupa fotokopi, cetakan, salinan, atau dalam bentuk elektronik, Wajib Pajak wajib menyatakan bahwa dokumen-dokumen tersebut sesuai dengan aslinya . Pemeriksa Pajak akan membuat bukti peminjaman dan/atau penyerahan untuk setiap dokumen yang dipinjam atau diberikan oleh Wajib Pajak .  

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Selama Proses Pemeriksaan Berlangsung

Selama proses pemeriksaan pajak berlangsung, Wajib Pajak memiliki sejumlah hak yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, serta kewajiban yang harus dipenuhi demi kelancaran pemeriksaan.

Hak Wajib Pajak meliputi :  

  • Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan pada saat awal pemeriksaan .  
  • Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan sebagai pemberitahuan resmi mengenai dilakukannya pemeriksaan .  
  • Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan pemeriksaan yang sedang dilakukan .  
  • Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim pemeriksa, apabila terdapat perubahan dalam susunan tim pemeriksa pajak yang bertugas .  
  • Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) yang berisi temuan-temuan sementara dari hasil pemeriksaan .  
  • Menghadiri pembahasan akhir hasil pemeriksaan (PAHP) bersama dengan pemeriksa pajak pada waktu yang telah ditentukan untuk membahas hasil pemeriksaan dan memberikan tanggapan .  
  • Mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal belum terdapat kesepakatan mengenai dasar hukum koreksi pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa pajak .  
  • Mengajukan keberatan terhadap hasil pemeriksaan pajak yang dituangkan dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP) jika Wajib Pajak tidak setuju dengan hasil tersebut .  
  • Mengisi kuesioner terkait pelaksanaan pemeriksaan sebagai umpan balik terhadap proses pemeriksaan yang telah dilalui .  
  • Melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan .  
  • Menghadirkan saksi, ahli, atau pihak ketiga dalam rangka Pembahasan Temuan Sementara untuk memberikan keterangan atau bukti yang diperlukan.   
  • Menerima surat pemberitahuan penangguhan pemeriksaan dalam hal pemeriksaan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan .  
  • Menerima surat pemberitahuan pemeriksaan dilanjutkan dalam hal pemeriksaan yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan pemeriksaan bukti permulaan dilanjutkan kembali .  

Di sisi lain, Kewajiban Wajib Pajak selama proses pemeriksaan meliputi :  

  • Memperlihatkan dan meminjamkan buku, catatan, dan dokumen, termasuk data elektronik, yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain yang diminta oleh Pemeriksa Pajak .  
  • Memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan, yang dapat berupa penyediaan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam mengakses Data Elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, pemberian hak akses atas barang bergerak dan/atau tidak bergerak, serta penyediaan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan dalam hal Pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak dan/atau lokasi Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan .  
  • Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan oleh Pemeriksa Pajak selama proses pemeriksaan berlangsung .  
  • Memenuhi panggilan untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak apabila diminta oleh Pemeriksa Pajak untuk memberikan keterangan atau penjelasan lebih lanjut .  
  • Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dalam jangka waktu yang telah ditentukan, yaitu paling lama 5 hari kerja sejak tanggal diterimanya SPHP .  
  • Menandatangani berita acara hasil pertemuan awal dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP) sebagai bukti telah dilaksanakannya tahapan-tahapan tersebut .  
  • Memberikan kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk mengakses dan/atau mengunduh Data Elektronik yang relevan dengan pemeriksaan .  
  • Memberikan kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak, dan/atau barang tidak bergerak yang dipandang perlu guna kelancaran pemeriksaan .  

Komunikasi Hasil Pemeriksaan Pajak kepada Wajib Pajak dan Proses Pembahasan Hasil Pemeriksaan

Hasil pemeriksaan pajak secara awal akan dikomunikasikan kepada Wajib Pajak melalui Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) . Dalam surat ini, pemeriksa akan menyampaikan temuan-temuan pemeriksaan, termasuk pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, serta perhitungan sementara pajak terutang dan sanksi administrasi jika ada. Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan tertulis atas SPHP tersebut dalam jangka waktu 5 hari kerja sejak tanggal diterimanya SPHP .  

Setelah Wajib Pajak menyampaikan tanggapan atas SPHP, atau apabila jangka waktu penyampaian tanggapan telah berakhir, akan diadakan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP) antara tim pemeriksa dan Wajib Pajak . Undangan untuk menghadiri PAHP akan disampaikan oleh pemeriksa kepada Wajib Pajak paling lambat 3 hari kerja setelah tanggapan SPHP diterima atau setelah berakhirnya batas waktu tanggapan . 

Jangka waktu yang diberikan untuk pelaksanaan PAHP dan pelaporan hasil pemeriksaan adalah maksimal 30 hari kerja terhitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak . Dalam proses PAHP, Wajib Pajak memiliki kesempatan untuk mengklarifikasi temuan-temuan pemeriksaan, memberikan penjelasan tambahan, atau menyampaikan bukti-bukti lain yang mendukung posisinya . Apabila terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dan pemeriksa pajak mengenai dasar hukum koreksi yang dilakukan, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan . Hasil dari seluruh rangkaian pembahasan dalam PAHP akan dituangkan dalam sebuah berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, yang harus ditandatangani oleh kedua belah pihak, yaitu pemeriksa pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasanya . Jika Wajib Pajak menolak menandatangani berita acara tersebut, pemeriksa akan membuat catatan mengenai penolakan tersebut.  

Prosedur Penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) Setelah Proses Pemeriksaan Selesai dan Hak Wajib Pajak untuk Mengajukan Keberatan atau Banding Jika Tidak Setuju dengan Hasil Pemeriksaan

Setelah proses pemeriksaan selesai dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) telah dibuat, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) . SKP merupakan surat ketetapan yang diterbitkan oleh DJP untuk menetapkan besarnya jumlah pajak yang terutang. Terdapat beberapa jenis SKP yang dapat diterbitkan setelah pemeriksaan, antara lain Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) . Penerbitan SKP didasarkan pada nota penghitungan yang dibuat berdasarkan LHP . Penyampaian SKP kepada Wajib Pajak dapat dilakukan secara langsung, melalui pos/ekspedisi/kurir, atau secara elektronik sesuai dengan ketentuan yang berlaku .  

Apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan hasil pemeriksaan yang telah ditetapkan dalam SKP, Wajib Pajak memiliki hak untuk mengajukan keberatan . Pengajuan keberatan ini harus memenuhi persyaratan tertentu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, dan diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar. Jangka waktu pengajuan keberatan adalah 3 bulan sejak tanggal SKP dikirimkan kepada Wajib Pajak, kecuali jika Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya . Untuk mengajukan keberatan terhadap SKPKB atau SKPKBT, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui oleh Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (PAHP) sebelum surat keberatan disampaikan .  

Jika permohonan keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian oleh Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak masih memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum lebih lanjut, yaitu banding ke Pengadilan Pajak. Permohonan banding harus diajukan secara tertulis kepada Pengadilan Pajak melalui Sekretariat Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterimanya keputusan keberatan dari Direktur Jenderal Pajak . Selain itu, Wajib Pajak juga memiliki hak untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak terhadap penerbitan SKP yang tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan . Upaya hukum ini memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk menyelesaikan sengketa pajak secara adil melalui proses peradilan yang independen.  

Kesimpulan

Tata cara dan prosedur pemeriksaan pajak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15 Tahun 2025, mengalami beberapa penyesuaian yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan. 

Proses pemeriksaan pajak meliputi tahapan pemberitahuan, pertemuan awal, pengumpulan dan analisis data, penyampaian SPHP, pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan pelaporan. Wajib Pajak dipilih untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan kriteria tertentu, baik terkait pengujian kepatuhan maupun tujuan lain. Pemberitahuan pemeriksaan dilakukan secara formal melalui Surat Pemberitahuan Pemeriksaan. Selama proses pemeriksaan, Wajib Pajak memiliki hak dan kewajiban yang jelas diatur dalam peraturan. 

Hasil pemeriksaan akan dikomunikasikan melalui SPHP dan dibahas dalam PAHP. Setelah proses pemeriksaan selesai, DJP dapat menerbitkan SKP. Jika Wajib Pajak tidak setuju dengan hasil pemeriksaan, mereka memiliki hak untuk mengajukan keberatan dan banding sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemahaman yang baik mengenai tata cara dan prosedur pemeriksaan pajak ini sangat penting bagi Wajib Pajak agar dapat memenuhi kewajiban perpajakannya dengan benar dan menggunakan hak-haknya secara optimal. Perubahan dalam PMK 15 Tahun 2025, seperti pemangkasan jangka waktu tanggapan SPHP dan PAHP, menuntut kesiapan yang lebih tinggi dari Wajib Pajak dalam menghadapi proses pemeriksaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengapa Tax Ratio Indonesia Rendah

Pendahuluan: Memahami Rasio Pajak Bagian ini memperkenalkan ko...