Sabtu, 29 Maret 2025

Norma Penghitungan Penghasilan Neto

 

Memahami Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)

Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) merupakan sebuah pedoman yang secara resmi diterbitkan dan secara berkelanjutan disempurnakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) sebagai panduan dalam menentukan besaran penghasilan neto bagi kelompok Wajib Pajak (WP) tertentu.

Konsep ini memiliki landasan hukum yang kuat dalam sistem perpajakan Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh). Penerapan NPPN menjadi relevan terutama ketika Wajib Pajak tidak memiliki dasar perhitungan penghasilan neto yang lebih akurat, seperti pembukuan yang lengkap dan sesuai standar, atau dalam situasi di mana pembukuan maupun pencatatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dianggap tidak benar atau tidak memadai.  

Tujuan utama dari penerbitan NPPN oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah untuk memberikan kemudahan dalam menghitung penghasilan neto, khususnya bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas namun tidak menyelenggarakan pembukuan secara komprehensif atau tidak memiliki catatan keuangan yang memadai.

Dengan adanya NPPN, diharapkan Wajib Pajak dapat lebih mudah dalam menghitung Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang . Kebijakan ini secara umum ditujukan untuk membantu Wajib Pajak yang mungkin belum memiliki kemampuan atau sumber daya yang cukup untuk menyelenggarakan pembukuan yang rumit dan detail.  

Penggunaan NPPN tidak berlaku untuk semua Wajib Pajak. Terdapat kriteria tertentu yang harus dipenuhi agar WP diperbolehkan menggunakan metode ini. Secara garis besar, NPPN hanya diperuntukkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan batasan peredaran bruto (omzet) tahunan yang tidak melebihi Rp4,8 miliar.

Selain batasan omzet, Wajib Pajak yang ingin menggunakan NPPN juga diwajibkan untuk memberitahukan penggunaan norma ini kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan . Bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali terdaftar pada tahun pajak berjalan, batas waktu pemberitahuan adalah paling lambat 3 bulan sejak tanggal terdaftar atau pada akhir tahun pajak, tergantung mana yang terjadi lebih dahulu.

Apabila Wajib Pajak yang memenuhi syarat tidak memberitahukan penggunaan NPPN dalam jangka waktu yang ditentukan, maka mereka dianggap memilih untuk menyelenggarakan pembukuan. Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah menyelenggarakan pembukuan sejak Tahun Pajak 2022 tidak diperkenankan untuk menggunakan NPPN pada tahun-tahun pajak berikutnya.

Batasan omzet ini mengindikasikan bahwa NPPN ditujukan secara spesifik untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta profesional individu. Kewajiban pemberitahuan dalam tiga bulan pertama tahun pajak menunjukkan bahwa otoritas pajak ingin mendapatkan informasi awal mengenai Wajib Pajak yang akan menggunakan NPPN untuk tujuan perencanaan dan pemantauan kepatuhan.  

Dasar Hukum dan Peraturan Perpajakan Terkait NPPN yang Berlaku Saat Ini

Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) memiliki landasan hukum yang kuat dalam peraturan perpajakan Indonesia. Beberapa peraturan utama yang mengatur tentang NPPN adalah:

  • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) . Pasal 14 dalam undang-undang ini secara spesifik mengatur tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto . Keberadaan pasal ini menunjukkan bahwa NPPN merupakan metode perhitungan yang diakui secara hukum dalam sistem perpajakan Indonesia.  
  • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 54/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Melakukan Pencatatan dan Kriteria Tertentu serta Tata Cara Menyelenggarakan Pembukuan untuk Tujuan Perpajakan. PMK ini memberikan panduan lebih lanjut mengenai tata cara pencatatan dan pembukuan untuk tujuan perpajakan . Pasal 1 angka 6 dalam PMK ini mendefinisikan secara eksplisit apa yang dimaksud dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto . Selain itu, PMK ini juga mengatur mengenai batas waktu pemberitahuan penggunaan NPPN bagi Wajib Pajak yang baru terdaftar, sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (3), serta syarat pemberitahuan penggunaan NPPN secara umum dalam Pasal 4 ayat (2) . PMK ini menunjukkan bahwa meskipun pembukuan lengkap mungkin tidak diwajibkan bagi sebagian Wajib Pajak, pencatatan yang baik tetap merupakan aspek penting dalam kepatuhan perpajakan.  
  • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan . Sebagai peraturan perpajakan terbaru, PMK ini juga mengatur mengenai Norma Penghitungan Penghasilan Neto . Secara spesifik, Pasal 448 dan 450 dalam PMK ini mengatur syarat-syarat bagi Wajib Pajak Pribadi yang ingin menggunakan NPPN, termasuk batasan penghasilan bruto dan kewajiban untuk menyampaikan pemberitahuan . Pasal 450 ayat (2) menegaskan kembali kewajiban pemberitahuan dalam jangka waktu 3 bulan pertama tahun pajak . Lebih lanjut, Pasal 463 dalam PMK ini menyatakan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah menyelenggarakan pembukuan sejak Tahun Pajak 2022 tidak diperkenankan untuk menggunakan NPPN pada tahun-tahun pajak berikutnya . Keberadaan peraturan terbaru ini menunjukkan adanya pembaruan dan penegasan terkait ketentuan penggunaan NPPN seiring dengan perkembangan sistem administrasi perpajakan.  
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto . PER ini merupakan peraturan yang secara spesifik menetapkan persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto berdasarkan klasifikasi lapangan usaha (KLU) dan wilayah . Peraturan ini membagi wilayah pengenaan norma menjadi beberapa kategori, termasuk 10 ibukota provinsi tertentu, ibukota provinsi lainnya, dan daerah lainnya, dengan persentase norma yang berbeda untuk setiap kategori . Lampiran I dalam PER ini berisi daftar lengkap persentase NPPN untuk berbagai jenis usaha yang diklasifikasikan berdasarkan KLU dan wilayah . Lampiran II dan III mengatur persentase untuk WP OP dan Badan yang tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan. Lampiran IV berisi petunjuk penggunaan NPPN . PER ini merupakan acuan utama bagi Wajib Pajak untuk mengetahui persentase norma yang berlaku bagi usaha atau pekerjaan bebas mereka.  
  • Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Penyampaian Pemberitahuan Penggunaan NPPN . Surat Edaran ini memberikan petunjuk teknis mengenai tata cara penyampaian pemberitahuan penggunaan NPPN kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) . SE-50/PJ/2020 menjelaskan bahwa pemberitahuan penggunaan NPPN dapat disampaikan secara elektronik melalui laman www.pajak.go.id atau secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) tempat Wajib Pajak terdaftar . Surat Edaran ini mempermudah Wajib Pajak dalam memahami proses administrasi terkait penggunaan NPPN.  

Jenis-Jenis dan Kategori Norma Penghitungan Penghasilan Neto

Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) diklasifikasikan berdasarkan dua kriteria utama: wilayah pengenaan norma dan jenis usaha atau pekerjaan bebas.

  • Pengelompokan NPPN Berdasarkan Wilayah Pengenaan Norma :  
    • Persentase NPPN dibedakan berdasarkan lokasi geografis tempat usaha atau pekerjaan bebas dijalankan. Pengelompokan wilayah ini terdiri dari tiga kategori:
      • 10 (sepuluh) ibukota provinsi tertentu, yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak .  
      • Ibukota provinsi lainnya (selain dari 10 ibukota yang telah disebutkan) .  
      • Daerah lainnya (mencakup kota-kota atau wilayah di luar ibukota provinsi) .  
  • Pengelompokan NPPN Berdasarkan Jenis Usaha atau Pekerjaan Bebas :  
    • Persentase NPPN sangat spesifik tergantung pada jenis usaha atau pekerjaan bebas yang dijalankan oleh Wajib Pajak, dan ini diklasifikasikan berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) .  
    • PER-17/PJ/2015 menyediakan daftar tarif NPPN yang sangat rinci untuk ribuan kelompok KLU dalam Lampiran I .  
    • Beberapa contoh pekerjaan bebas yang dapat menggunakan NPPN adalah tenaga ahli (seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, pejabat pembuat akta tanah, penilai, dan aktuaris), olahragawan, serta pekerja di bidang seni (seperti pemusik, penyanyi, pelawak, aktor, penari, bintang iklan, dan kru film) . Selain itu, orang pribadi yang memberikan jasa di berbagai bidang, seperti jasa fotografi dan perancang/desainer, juga dapat menggunakan NPPN .  
  • NPPN untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) :  
    • Penggunaan NPPN pada dasarnya ditujukan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang memenuhi kriteria peredaran bruto yang telah ditetapkan.  
  • NPPN untuk Wajib Pajak Badan (WP Badan) dalam kondisi tertentu :  
    • Wajib Pajak Badan juga dapat dikenakan penghitungan penghasilan neto menggunakan norma ini apabila mereka tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau bukti-bukti pendukungnya kepada petugas pajak saat dilakukan pemeriksaan.  
    • Daftar persentase NPPN untuk Wajib Pajak badan dalam kondisi tersebut tercantum dalam Lampiran III PER-17/PJ/2015 .  

Tata Cara Menentukan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang Tepat

Untuk menentukan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) yang sesuai, Wajib Pajak perlu mengikuti beberapa langkah:

  • Langkah-langkah Identifikasi Sektor Usaha dan Lokasi Domisili Usaha :  
    • Wajib Pajak harus terlebih dahulu mengidentifikasi sektor usaha atau jenis pekerjaan bebas yang dijalankan sesuai dengan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang berlaku. Daftar KLU dapat ditemukan dalam peraturan perpajakan atau melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pajak .  
    • Setelah KLU berhasil diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah menentukan lokasi domisili usaha atau tempat pekerjaan bebas tersebut dilakukan. Hal ini penting karena persentase norma yang berlaku akan berbeda-beda berdasarkan pengelompokan wilayah yang telah ditetapkan (10 ibukota provinsi tertentu, ibukota provinsi lainnya, dan daerah lainnya) .  
  • Penggunaan Daftar Persentase NPPN dalam Lampiran PER-17/PJ/2015 :  
    • Setelah KLU dan wilayah domisili usaha diketahui, Wajib Pajak perlu merujuk pada Lampiran I PER-17/PJ/2015 (untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pencatatan) untuk mencari persentase NPPN yang sesuai dengan kombinasi KLU dan wilayah tersebut .  
    • Jika Wajib Pajak memiliki lebih dari satu jenis usaha atau pekerjaan bebas, maka penghitungan penghasilan neto dilakukan untuk masing-masing jenis usaha tersebut dengan tetap memperhatikan pengelompokan wilayah pengenaan norma .  
  • Persyaratan Pemberitahuan Penggunaan NPPN kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) :  
    • Wajib Pajak Orang Pribadi yang memenuhi kriteria dan ingin menggunakan NPPN wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Direktorat Jenderal Pajak paling lambat dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan .  
    • Pemberitahuan dapat dilakukan secara elektronik melalui portal DJP Online (www.pajak.go.id) pada menu layanan Wajib Pajak, lalu pilih layanan administrasi dan pemberitahuan penggunaan NPPN .  
    • Sebagai alternatif, pemberitahuan juga dapat disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) tempat Wajib Pajak terdaftar .  
    • Bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali terdaftar pada tahun pajak berjalan, pemberitahuan penggunaan NPPN harus dilakukan paling lambat 3 bulan sejak tanggal terdaftar atau pada akhir tahun pajak, tergantung mana yang terjadi lebih dahulu .  
    • Pemberitahuan penggunaan NPPN yang disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dianggap disetujui kecuali berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan untuk menggunakan NPPN .  
  • Implikasi Jika Wajib Pajak Tidak Memberitahukan Penggunaan NPPN :  
    • Apabila Wajib Pajak Orang Pribadi yang memenuhi syarat tidak menyampaikan pemberitahuan penggunaan NPPN dalam jangka waktu 3 bulan pertama tahun pajak, maka Wajib Pajak tersebut dianggap memilih untuk menyelenggarakan pembukuan .  
    • Wajib Pajak Orang Pribadi yang pada suatu tahun pajak sejak tahun pajak 2022 telah menyelenggarakan pembukuan, tidak dapat lagi melakukan pencatatan dan/atau menghitung penghasilan netonya menggunakan NPPN pada tahun-tahun pajak berikutnya .  

Contoh Penerapan NPPN dalam Perhitungan Pajak Penghasilan

Berikut adalah beberapa contoh penerapan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) dalam perhitungan Pajak Penghasilan:

  • Ilustrasi Perhitungan Penghasilan Neto dengan NPPN untuk WP OP dengan satu jenis usaha :  
    • Contoh 1: Bapak Andi adalah seorang agen asuransi yang berdomisili di Surabaya. Pada tahun pajak 2022, dirinya memperoleh penghasilan bruto sebesar Rp 500.000.000. Berdasarkan Lampiran PER-17/PJ/2015, persentase NPPN untuk agen asuransi di ibukota provinsi adalah 50%. Maka, penghasilan neto Bapak Andi adalah Rp 500.000.000 x 50% = Rp 250.000.000 .  
    • Contoh 2: Aris merupakan seorang fotografer dan memiliki studio foto “Bright Studio” yang berlokasi di Jakarta. Sepanjang tahun 2023, Aris memperoleh omzet sebesar Rp 1.200.000.000. Jika persentase NPPN untuk jasa fotografi di ibukota provinsi (misalnya) adalah 50%, maka penghasilan neto Aris adalah Rp 1.200.000.000 x 50% = Rp 600.000.000 .  
  • Contoh Perhitungan Penghasilan Neto dengan NPPN untuk WP OP dengan lebih dari satu jenis usaha :  
    • Contoh: Nona Aurelia memiliki dua sumber penghasilan sebagai seorang aktor dengan penghasilan bruto Rp 1.000.000.000 dan juga memiliki usaha kantor hukum dengan penghasilan bruto Rp 500.000.000, keduanya berlokasi di Jakarta. Jika persentase NPPN untuk profesi aktor di ibukota provinsi adalah 50% dan untuk usaha kantor hukum juga 50%, maka penghasilan neto dari profesi aktor adalah Rp 1.000.000.000 x 50% = Rp 500.000.000, dan penghasilan neto dari usaha kantor hukum adalah Rp 500.000.000 x 50% = Rp 250.000.000. Total penghasilan neto Nona Aurelia adalah Rp 500.000.000 + Rp 250.000.000 = Rp 750.000.000 .  

Perubahan dan Pembaruan Terkini Terkait Peraturan NPPN

Peraturan terkait Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) terus mengalami pembaruan untuk menyesuaikan dengan perkembangan sistem perpajakan. Beberapa pembaruan terkini yang perlu diperhatikan adalah:

  • Analisis Perubahan dalam PMK 81 Tahun 2024 dan dampaknya terhadap penggunaan NPPN : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan merupakan regulasi terbaru yang mengatur syarat penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto . PMK ini kembali menegaskan persyaratan bagi Wajib Pajak Pribadi yang ingin menggunakan NPPN, termasuk kewajiban untuk melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, memiliki penghasilan bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun, dan mengajukan pemberitahuan penggunaan NPPN kepada DJP paling lambat 3 bulan pertama dari Tahun Pajak yang bersangkutan . Selain itu, PMK ini juga secara tegas membatasi penggunaan NPPN bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang sudah menyelenggarakan pembukuan sejak Tahun Pajak 2022 .  
  • Kewajiban Pemberitahuan Penggunaan NPPN Setiap Tahun Pajak : Perlu diingat bahwa pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto oleh Wajib Pajak Orang Pribadi hanya berlaku untuk satu tahun pajak saja . Apabila Wajib Pajak ingin terus menggunakan metode NPPN pada tahun-tahun pajak berikutnya, mereka diwajibkan untuk mengajukan pemberitahuan kembali kepada Direktorat Jenderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan atau sebelum tanggal 31 Maret .  
  • Implikasi bagi Wajib Pajak yang Sebelumnya Menggunakan PPh Final UMKM : Wajib Pajak Orang Pribadi yang sebelumnya memanfaatkan fasilitas tarif PPh Final UMKM sebesar 0,5% dan masa berlakunya telah berakhir (misalnya setelah 7 tahun atau karena peredaran bruto telah melebihi batas yang ditentukan) dapat mempertimbangkan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagai alternatif metode perhitungan PPh selanjutnya . Namun, untuk dapat menggunakan NPPN, Wajib Pajak tersebut tetap wajib memenuhi persyaratan yang berlaku, termasuk mengajukan pemberitahuan kepada DJP paling lambat 3 bulan pertama tahun pajak .  

Kesimpulan dan Implikasi bagi Wajib Pajak

Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) menawarkan sejumlah manfaat, terutama bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki skala usaha kecil atau menjalankan pekerjaan bebas dengan administrasi keuangan yang terbatas . Metode ini menyederhanakan perhitungan penghasilan neto dan dapat mengurangi beban administrasi perpajakan.

Namun, terdapat batasan-batasan yang perlu diperhatikan, seperti batasan peredaran bruto di bawah Rp4,8 miliar, kewajiban pemberitahuan penggunaan setiap tahun, serta pembatasan bagi Wajib Pajak yang telah memilih pembukuan sejak tahun 2022.  

Bagi Wajib Pajak yang memenuhi syarat dan ingin memanfaatkan NPPN, beberapa rekomendasi yang dapat diberikan adalah: memastikan peredaran bruto usaha atau pekerjaan bebas tidak melebihi batas yang ditentukan, mengidentifikasi dengan akurat KLU dan lokasi usaha untuk menentukan persentase norma yang tepat, segera melakukan pemberitahuan penggunaan NPPN setiap tahunnya sebelum batas waktu yang ditentukan, serta melakukan pencatatan peredaran bruto secara teratur.

Selain itu, Wajib Pajak juga perlu mempertimbangkan untuk menyelenggarakan pembukuan jika biaya operasional usaha signifikan, karena metode ini memungkinkan adanya pengurangan biaya yang dapat mempengaruhi besaran pajak yang terutang secara keseluruhan. Terakhir, Wajib Pajak disarankan untuk selalu memantau perkembangan peraturan perpajakan terkait NPPN agar dapat memanfaatkan metode ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku .  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengapa Tax Ratio Indonesia Rendah

Pendahuluan: Memahami Rasio Pajak Bagian ini memperkenalkan ko...