Memahami Norma Penghitungan
Penghasilan Neto (NPPN)
Norma Penghitungan Penghasilan
Neto (NPPN) merupakan sebuah pedoman yang secara resmi diterbitkan dan secara
berkelanjutan disempurnakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak)
sebagai panduan dalam menentukan besaran penghasilan neto bagi kelompok Wajib
Pajak (WP) tertentu.
Konsep ini memiliki landasan
hukum yang kuat dalam sistem perpajakan Indonesia, sebagaimana diatur dalam
Pasal 14 Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh). Penerapan NPPN menjadi relevan
terutama ketika Wajib Pajak tidak memiliki dasar perhitungan penghasilan neto
yang lebih akurat, seperti pembukuan yang lengkap dan sesuai standar, atau
dalam situasi di mana pembukuan maupun pencatatan yang dilakukan oleh Wajib
Pajak dianggap tidak benar atau tidak memadai.
Tujuan utama dari penerbitan
NPPN oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah untuk memberikan kemudahan dalam
menghitung penghasilan neto, khususnya bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP)
yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas namun tidak menyelenggarakan
pembukuan secara komprehensif atau tidak memiliki catatan keuangan yang memadai.
Dengan adanya NPPN, diharapkan
Wajib Pajak dapat lebih mudah dalam menghitung Pajak Penghasilan (PPh) yang
terutang . Kebijakan ini secara umum ditujukan untuk membantu Wajib Pajak yang
mungkin belum memiliki kemampuan atau sumber daya yang cukup untuk menyelenggarakan
pembukuan yang rumit dan detail.
Penggunaan NPPN tidak berlaku
untuk semua Wajib Pajak. Terdapat kriteria tertentu yang harus dipenuhi agar WP
diperbolehkan menggunakan metode ini. Secara garis besar, NPPN hanya
diperuntukkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas dengan batasan peredaran bruto (omzet) tahunan yang tidak
melebihi Rp4,8 miliar.
Selain batasan omzet, Wajib
Pajak yang ingin menggunakan NPPN juga diwajibkan untuk memberitahukan
penggunaan norma ini kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan
pertama dari tahun pajak yang bersangkutan . Bagi Wajib Pajak yang baru pertama
kali terdaftar pada tahun pajak berjalan, batas waktu pemberitahuan adalah
paling lambat 3 bulan sejak tanggal terdaftar atau pada akhir tahun pajak,
tergantung mana yang terjadi lebih dahulu.
Apabila Wajib Pajak yang
memenuhi syarat tidak memberitahukan penggunaan NPPN dalam jangka waktu yang
ditentukan, maka mereka dianggap memilih untuk menyelenggarakan pembukuan. Wajib
Pajak Orang Pribadi yang telah menyelenggarakan pembukuan sejak Tahun Pajak
2022 tidak diperkenankan untuk menggunakan NPPN pada tahun-tahun pajak
berikutnya.
Batasan omzet ini
mengindikasikan bahwa NPPN ditujukan secara spesifik untuk usaha mikro, kecil,
dan menengah (UMKM) serta profesional individu. Kewajiban pemberitahuan dalam
tiga bulan pertama tahun pajak menunjukkan bahwa otoritas pajak ingin
mendapatkan informasi awal mengenai Wajib Pajak yang akan menggunakan NPPN
untuk tujuan perencanaan dan pemantauan kepatuhan.
Dasar Hukum dan Peraturan
Perpajakan Terkait NPPN yang Berlaku Saat Ini
Norma Penghitungan Penghasilan
Neto (NPPN) memiliki landasan hukum yang kuat dalam peraturan perpajakan
Indonesia. Beberapa peraturan utama yang mengatur tentang NPPN adalah:
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan (PPh) . Pasal 14 dalam
undang-undang ini secara spesifik mengatur tentang Norma Penghitungan
Penghasilan Neto . Keberadaan pasal ini menunjukkan bahwa NPPN merupakan
metode perhitungan yang diakui secara hukum dalam sistem perpajakan
Indonesia.
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
54/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Melakukan Pencatatan dan Kriteria
Tertentu serta Tata Cara Menyelenggarakan Pembukuan untuk Tujuan
Perpajakan. PMK ini memberikan panduan lebih lanjut
mengenai tata cara pencatatan dan pembukuan untuk tujuan perpajakan .
Pasal 1 angka 6 dalam PMK ini mendefinisikan secara eksplisit apa yang
dimaksud dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto . Selain itu, PMK ini
juga mengatur mengenai batas waktu pemberitahuan penggunaan NPPN bagi
Wajib Pajak yang baru terdaftar, sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat
(3), serta syarat pemberitahuan penggunaan NPPN secara umum dalam Pasal 4
ayat (2) . PMK ini menunjukkan bahwa meskipun pembukuan lengkap mungkin
tidak diwajibkan bagi sebagian Wajib Pajak, pencatatan yang baik tetap
merupakan aspek penting dalam kepatuhan perpajakan.
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81
Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem
Inti Administrasi Perpajakan . Sebagai peraturan
perpajakan terbaru, PMK ini juga mengatur mengenai Norma Penghitungan
Penghasilan Neto . Secara spesifik, Pasal 448 dan 450 dalam PMK ini
mengatur syarat-syarat bagi Wajib Pajak Pribadi yang ingin menggunakan
NPPN, termasuk batasan penghasilan bruto dan kewajiban untuk menyampaikan
pemberitahuan . Pasal 450 ayat (2) menegaskan kembali kewajiban
pemberitahuan dalam jangka waktu 3 bulan pertama tahun pajak . Lebih
lanjut, Pasal 463 dalam PMK ini menyatakan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi
yang telah menyelenggarakan pembukuan sejak Tahun Pajak 2022 tidak
diperkenankan untuk menggunakan NPPN pada tahun-tahun pajak berikutnya .
Keberadaan peraturan terbaru ini menunjukkan adanya pembaruan dan
penegasan terkait ketentuan penggunaan NPPN seiring dengan perkembangan
sistem administrasi perpajakan.
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto
. PER ini merupakan peraturan yang secara spesifik menetapkan persentase
Norma Penghitungan Penghasilan Neto berdasarkan klasifikasi lapangan usaha
(KLU) dan wilayah . Peraturan ini membagi wilayah pengenaan norma menjadi
beberapa kategori, termasuk 10 ibukota provinsi tertentu, ibukota provinsi
lainnya, dan daerah lainnya, dengan persentase norma yang berbeda untuk
setiap kategori . Lampiran I dalam PER ini berisi daftar lengkap
persentase NPPN untuk berbagai jenis usaha yang diklasifikasikan berdasarkan
KLU dan wilayah . Lampiran II dan III mengatur persentase untuk WP OP dan
Badan yang tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan. Lampiran IV berisi
petunjuk penggunaan NPPN . PER ini merupakan acuan utama bagi Wajib Pajak
untuk mengetahui persentase norma yang berlaku bagi usaha atau pekerjaan
bebas mereka.
- Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-50/PJ/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Penyampaian
Pemberitahuan Penggunaan NPPN . Surat Edaran ini
memberikan petunjuk teknis mengenai tata cara penyampaian pemberitahuan
penggunaan NPPN kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) . SE-50/PJ/2020
menjelaskan bahwa pemberitahuan penggunaan NPPN dapat disampaikan secara
elektronik melalui laman www.pajak.go.id atau secara langsung ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP) tempat Wajib Pajak terdaftar . Surat Edaran ini
mempermudah Wajib Pajak dalam memahami proses administrasi terkait
penggunaan NPPN.
Jenis-Jenis dan Kategori Norma
Penghitungan Penghasilan Neto
Norma Penghitungan Penghasilan
Neto (NPPN) diklasifikasikan berdasarkan dua kriteria utama: wilayah pengenaan
norma dan jenis usaha atau pekerjaan bebas.
- Pengelompokan NPPN Berdasarkan Wilayah
Pengenaan Norma :
- Persentase NPPN dibedakan berdasarkan
lokasi geografis tempat usaha atau pekerjaan bebas dijalankan.
Pengelompokan wilayah ini terdiri dari tiga kategori:
- 10 (sepuluh) ibukota provinsi tertentu,
yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar,
Manado, Makassar, dan Pontianak .
- Ibukota provinsi lainnya (selain dari 10
ibukota yang telah disebutkan) .
- Daerah lainnya (mencakup kota-kota atau
wilayah di luar ibukota provinsi) .
- Pengelompokan NPPN Berdasarkan Jenis Usaha
atau Pekerjaan Bebas :
- Persentase NPPN sangat spesifik
tergantung pada jenis usaha atau pekerjaan bebas yang dijalankan oleh
Wajib Pajak, dan ini diklasifikasikan berdasarkan Klasifikasi Lapangan
Usaha (KLU) .
- PER-17/PJ/2015 menyediakan daftar tarif
NPPN yang sangat rinci untuk ribuan kelompok KLU dalam Lampiran I .
- Beberapa contoh pekerjaan bebas yang
dapat menggunakan NPPN adalah tenaga ahli (seperti pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, pejabat pembuat akta tanah, penilai,
dan aktuaris), olahragawan, serta pekerja di bidang seni (seperti pemusik,
penyanyi, pelawak, aktor, penari, bintang iklan, dan kru film) . Selain
itu, orang pribadi yang memberikan jasa di berbagai bidang, seperti jasa
fotografi dan perancang/desainer, juga dapat menggunakan NPPN .
- NPPN untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WP
OP) :
- Penggunaan NPPN pada dasarnya ditujukan
untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang memenuhi kriteria peredaran bruto
yang telah ditetapkan.
- NPPN untuk Wajib Pajak Badan (WP Badan)
dalam kondisi tertentu :
- Wajib Pajak Badan juga dapat dikenakan
penghitungan penghasilan neto menggunakan norma ini apabila mereka tidak
sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak bersedia memperlihatkan
pembukuan atau bukti-bukti pendukungnya kepada petugas pajak saat dilakukan
pemeriksaan.
- Daftar persentase NPPN untuk Wajib Pajak
badan dalam kondisi tersebut tercantum dalam Lampiran III PER-17/PJ/2015
.
Tata Cara Menentukan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto yang Tepat
Untuk menentukan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) yang sesuai, Wajib Pajak perlu mengikuti
beberapa langkah:
- Langkah-langkah Identifikasi Sektor Usaha
dan Lokasi Domisili Usaha :
- Wajib Pajak harus terlebih dahulu
mengidentifikasi sektor usaha atau jenis pekerjaan bebas yang dijalankan
sesuai dengan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang berlaku. Daftar KLU
dapat ditemukan dalam peraturan perpajakan atau melalui situs resmi
Direktorat Jenderal Pajak .
- Setelah KLU berhasil diidentifikasi,
langkah selanjutnya adalah menentukan lokasi domisili usaha atau tempat
pekerjaan bebas tersebut dilakukan. Hal ini penting karena persentase
norma yang berlaku akan berbeda-beda berdasarkan pengelompokan wilayah
yang telah ditetapkan (10 ibukota provinsi tertentu, ibukota provinsi
lainnya, dan daerah lainnya) .
- Penggunaan Daftar Persentase NPPN dalam
Lampiran PER-17/PJ/2015 :
- Setelah KLU dan wilayah domisili usaha
diketahui, Wajib Pajak perlu merujuk pada Lampiran I PER-17/PJ/2015
(untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pencatatan) untuk mencari
persentase NPPN yang sesuai dengan kombinasi KLU dan wilayah tersebut .
- Jika Wajib Pajak memiliki lebih dari satu
jenis usaha atau pekerjaan bebas, maka penghitungan penghasilan neto
dilakukan untuk masing-masing jenis usaha tersebut dengan tetap
memperhatikan pengelompokan wilayah pengenaan norma .
- Persyaratan Pemberitahuan Penggunaan NPPN
kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) :
- Wajib Pajak Orang Pribadi yang memenuhi
kriteria dan ingin menggunakan NPPN wajib menyampaikan pemberitahuan
kepada Direktorat Jenderal Pajak paling lambat dalam jangka waktu 3 bulan
pertama dari tahun pajak yang bersangkutan .
- Pemberitahuan dapat dilakukan secara
elektronik melalui portal DJP Online (www.pajak.go.id) pada menu layanan
Wajib Pajak, lalu pilih layanan administrasi dan pemberitahuan penggunaan
NPPN .
- Sebagai alternatif, pemberitahuan juga
dapat disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau
Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) tempat
Wajib Pajak terdaftar .
- Bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali
terdaftar pada tahun pajak berjalan, pemberitahuan penggunaan NPPN harus
dilakukan paling lambat 3 bulan sejak tanggal terdaftar atau pada akhir
tahun pajak, tergantung mana yang terjadi lebih dahulu .
- Pemberitahuan penggunaan NPPN yang
disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dianggap disetujui kecuali
berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Wajib Pajak tidak memenuhi
persyaratan untuk menggunakan NPPN .
- Implikasi Jika Wajib Pajak Tidak
Memberitahukan Penggunaan NPPN :
- Apabila Wajib Pajak Orang Pribadi yang
memenuhi syarat tidak menyampaikan pemberitahuan penggunaan NPPN dalam
jangka waktu 3 bulan pertama tahun pajak, maka Wajib Pajak tersebut
dianggap memilih untuk menyelenggarakan pembukuan .
- Wajib Pajak Orang Pribadi yang pada suatu
tahun pajak sejak tahun pajak 2022 telah menyelenggarakan pembukuan,
tidak dapat lagi melakukan pencatatan dan/atau menghitung penghasilan
netonya menggunakan NPPN pada tahun-tahun pajak berikutnya .
Contoh Penerapan NPPN dalam
Perhitungan Pajak Penghasilan
Berikut adalah beberapa contoh
penerapan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) dalam perhitungan Pajak
Penghasilan:
- Ilustrasi Perhitungan Penghasilan Neto
dengan NPPN untuk WP OP dengan satu jenis usaha
:
- Contoh 1:
Bapak Andi adalah seorang agen asuransi yang berdomisili di Surabaya.
Pada tahun pajak 2022, dirinya memperoleh penghasilan bruto sebesar Rp
500.000.000. Berdasarkan Lampiran PER-17/PJ/2015, persentase NPPN untuk
agen asuransi di ibukota provinsi adalah 50%. Maka, penghasilan neto
Bapak Andi adalah Rp 500.000.000 x 50% = Rp 250.000.000 .
- Contoh 2:
Aris merupakan seorang fotografer dan memiliki studio foto “Bright
Studio” yang berlokasi di Jakarta. Sepanjang tahun 2023, Aris memperoleh
omzet sebesar Rp 1.200.000.000. Jika persentase NPPN untuk jasa fotografi
di ibukota provinsi (misalnya) adalah 50%, maka penghasilan neto Aris
adalah Rp 1.200.000.000 x 50% = Rp 600.000.000 .
- Contoh Perhitungan Penghasilan Neto dengan
NPPN untuk WP OP dengan lebih dari satu jenis usaha
:
- Contoh: Nona Aurelia
memiliki dua sumber penghasilan sebagai seorang aktor dengan penghasilan
bruto Rp 1.000.000.000 dan juga memiliki usaha kantor hukum dengan
penghasilan bruto Rp 500.000.000, keduanya berlokasi di Jakarta. Jika
persentase NPPN untuk profesi aktor di ibukota provinsi adalah 50% dan
untuk usaha kantor hukum juga 50%, maka penghasilan neto dari profesi
aktor adalah Rp 1.000.000.000 x 50% = Rp 500.000.000, dan penghasilan
neto dari usaha kantor hukum adalah Rp 500.000.000 x 50% = Rp 250.000.000.
Total penghasilan neto Nona Aurelia adalah Rp 500.000.000 + Rp
250.000.000 = Rp 750.000.000 .
Perubahan dan Pembaruan
Terkini Terkait Peraturan NPPN
Peraturan terkait Norma
Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) terus mengalami pembaruan untuk
menyesuaikan dengan perkembangan sistem perpajakan. Beberapa pembaruan terkini
yang perlu diperhatikan adalah:
- Analisis Perubahan dalam PMK 81 Tahun 2024
dan dampaknya terhadap penggunaan NPPN : Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam
Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan merupakan regulasi
terbaru yang mengatur syarat penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto . PMK ini kembali menegaskan persyaratan bagi Wajib Pajak Pribadi
yang ingin menggunakan NPPN, termasuk kewajiban untuk melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas, memiliki penghasilan bruto tidak melebihi
Rp4,8 miliar dalam satu tahun, dan mengajukan pemberitahuan penggunaan
NPPN kepada DJP paling lambat 3 bulan pertama dari Tahun Pajak yang
bersangkutan . Selain itu, PMK ini juga secara tegas membatasi penggunaan
NPPN bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang sudah menyelenggarakan pembukuan
sejak Tahun Pajak 2022 .
- Kewajiban Pemberitahuan Penggunaan NPPN
Setiap Tahun Pajak : Perlu diingat bahwa pemberitahuan
penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi hanya berlaku untuk satu tahun pajak saja . Apabila Wajib Pajak
ingin terus menggunakan metode NPPN pada tahun-tahun pajak berikutnya,
mereka diwajibkan untuk mengajukan pemberitahuan kembali kepada Direktorat
Jenderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak awal tahun pajak yang
bersangkutan atau sebelum tanggal 31 Maret .
- Implikasi bagi Wajib Pajak yang Sebelumnya
Menggunakan PPh Final UMKM : Wajib Pajak Orang
Pribadi yang sebelumnya memanfaatkan fasilitas tarif PPh Final UMKM
sebesar 0,5% dan masa berlakunya telah berakhir (misalnya setelah 7 tahun
atau karena peredaran bruto telah melebihi batas yang ditentukan) dapat
mempertimbangkan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagai
alternatif metode perhitungan PPh selanjutnya . Namun, untuk dapat
menggunakan NPPN, Wajib Pajak tersebut tetap wajib memenuhi persyaratan
yang berlaku, termasuk mengajukan pemberitahuan kepada DJP paling lambat 3
bulan pertama tahun pajak .
Kesimpulan dan Implikasi bagi
Wajib Pajak
Norma Penghitungan Penghasilan
Neto (NPPN) menawarkan sejumlah manfaat, terutama bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi yang memiliki skala usaha kecil atau menjalankan pekerjaan bebas dengan
administrasi keuangan yang terbatas . Metode ini menyederhanakan perhitungan
penghasilan neto dan dapat mengurangi beban administrasi perpajakan.
Namun, terdapat
batasan-batasan yang perlu diperhatikan, seperti batasan peredaran bruto di
bawah Rp4,8 miliar, kewajiban pemberitahuan penggunaan setiap tahun, serta
pembatasan bagi Wajib Pajak yang telah memilih pembukuan sejak tahun 2022.
Bagi Wajib Pajak yang memenuhi
syarat dan ingin memanfaatkan NPPN, beberapa rekomendasi yang dapat diberikan
adalah: memastikan peredaran bruto usaha atau pekerjaan bebas tidak melebihi
batas yang ditentukan, mengidentifikasi dengan akurat KLU dan lokasi usaha
untuk menentukan persentase norma yang tepat, segera melakukan pemberitahuan
penggunaan NPPN setiap tahunnya sebelum batas waktu yang ditentukan, serta
melakukan pencatatan peredaran bruto secara teratur.
Selain itu, Wajib Pajak juga
perlu mempertimbangkan untuk menyelenggarakan pembukuan jika biaya operasional
usaha signifikan, karena metode ini memungkinkan adanya pengurangan biaya yang
dapat mempengaruhi besaran pajak yang terutang secara keseluruhan. Terakhir,
Wajib Pajak disarankan untuk selalu memantau perkembangan peraturan perpajakan
terkait NPPN agar dapat memanfaatkan metode ini sesuai dengan ketentuan yang
berlaku .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar