Kamis, 01 Mei 2025

Pandangan Adam Smith tentang Pajak

I. Pendahuluan

Pengantar Adam Smith dan "The Wealth of Nations"

Adam Smith (1723-1790), seorang filsuf moral dan ekonom Skotlandia terkemuka, secara luas diakui sebagai salah satu tokoh sentral Era Pencerahan Skotlandia dan sering disebut sebagai "bapak ekonomi modern". Karyanya yang monumental, An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (1776), umumnya dikenal sebagai The Wealth of Nations, merupakan tonggak sejarah dalam pemikiran ekonomi. Diterbitkan pada awal Revolusi Industri dan menjelang Revolusi Amerika , buku ini menyajikan analisis mendalam tentang sumber kemakmuran bangsa dan meletakkan dasar teoretis bagi ekonomi pasar bebas klasik. The Wealth of Nations bukan hanya sebuah risalah ekonomi tetapi juga kritik tajam terhadap kebijakan merkantilis yang dominan pada masanya, yang mengukur kekayaan bangsa berdasarkan akumulasi emas dan perak serta menganjurkan proteksionisme perdagangan.  

Signifikansi Pandangan Smith tentang Perpajakan

Meskipun Adam Smith paling dikenal karena konsep "tangan tak terlihat" (invisible hand) dan pembelaannya terhadap pasar bebas , ia mendedikasikan bagian signifikan dari The Wealth of Nations, khususnya Buku V, untuk membahas keuangan publik dan perpajakan. Smith memandang perpajakan sebagai suatu "kejahatan yang perlu" (necessary evil). Pajak diperlukan untuk mendanai fungsi-fungsi esensial pemerintah, namun ia menyadari bahwa pajak mengambil sumber daya dari tangan individu swasta yang, didorong oleh kepentingan pribadi, cenderung menginvestasikannya secara produktif. Oleh karena itu, tujuan utama Smith dalam membahas pajak adalah merancang sistem yang paling tidak mengganggu (least disruptive) bagi perekonomian. Prinsip-prinsip perpajakan yang ia rumuskan, meskipun berasal dari abad ke-18, terus memberikan pengaruh signifikan dan menjadi rujukan dalam perdebatan kebijakan pajak modern di seluruh dunia.  

Tujuan dan Struktur Tulisan

Tulisan ini bertujuan untuk menyajikan analisis yang komprehensif dan mendalam mengenai filosofi perpajakan Adam Smith sebagaimana diuraikan dalam The Wealth of Nations. Analisis ini akan mencakup argumen utama Smith, empat asas perpajakannya yang terkenal, konteks historis dan filosofis pemikirannya, pandangannya terhadap jenis pajak tertentu, keterkaitan prinsip pajaknya dengan filosofi ekonominya yang lebih luas, serta relevansi dan kritik terhadap pandangannya di era modern. Struktur laporan ini akan mengikuti kerangka berikut: Pendahuluan, Konteks Filosofis dan Historis, Empat Asas Perpajakan, Analisis Jenis Pajak Tertentu, Relevansi Modern, Kritik, dan Perbandingan, serta diakhiri dengan Sintesis dan Kesimpulan.

II. Konteks Filosofis dan Historis Prinsip Perpajakan Adam Smith

Era Pencerahan dan Pergeseran dari Merkantilisme

Pemikiran Adam Smith tidak dapat dipisahkan dari konteks intelektual Era Pencerahan Skotlandia, sebuah periode yang ditandai oleh penekanan pada akal, kebebasan individu, observasi empiris, dan kemajuan. Dalam lanskap ekonomi, doktrin Merkantilisme mendominasi Eropa selama berabad-abad. Kaum merkantilis percaya bahwa kekayaan suatu bangsa bersifat tetap dan terbatas, diukur terutama dari jumlah emas dan perak yang dimilikinya. Untuk memakmurkan negara, mereka menganjurkan kebijakan yang mendorong ekspor sebanyak mungkin dan membatasi impor seminimal mungkin, seringkali melalui penerapan tarif tinggi dan hambatan perdagangan lainnya. Kebijakan ini secara tak terhindarkan memicu perang tarif balasan antarnegara dan menghambat perdagangan internasional.  

Smith melancarkan kritik radikal terhadap pandangan ini. Ia mendefinisikan ulang kekayaan bangsa bukan sebagai timbunan logam mulia, melainkan sebagai aliran tahunan barang dan jasa yang diproduksi oleh tenaga kerja suatu negara – konsep yang kini kita kenal sebagai Produk Nasional Bruto (PNB). Menurut Smith, cara terbaik untuk memaksimalkan kekayaan ini bukanlah dengan membatasi kapasitas produktif melalui regulasi dan proteksionisme, melainkan dengan membebaskannya melalui perdagangan bebas dan persaingan. The Wealth of Nations ditulis pada masa transisi penting: munculnya proto-industrialisasi, menguatnya peran perdagangan, Revolusi Amerika yang sedang bergejolak, dan ekspansi kolonialisme Eropa. Dalam analisisnya, Smith merujuk pada berbagai sistem pajak historis, membandingkan praktik di Inggris, Prancis, koloni-koloni Amerika, dan negara-negara lain untuk mengilustrasikan prinsip-prinsipnya.  

Filosofi Ekonomi Smith yang Lebih Luas

Pandangan Smith tentang perpajakan berakar kuat dalam kerangka filosofi ekonominya yang lebih luas, yang dibangun di atas beberapa pilar utama:

  1. Pembagian Kerja (Division of Labour): Smith mengidentifikasi pembagian kerja sebagai faktor kunci peningkatan produktivitas tenaga kerja. Dengan memecah proses produksi menjadi tugas-tugas kecil yang terspesialisasi, efisiensi dapat ditingkatkan secara dramatis, menghasilkan "kemakmuran universal" (universal opulence). Spesialisasi memungkinkan pekerja mengembangkan keterampilan khusus dan mendorong penggunaan mesin hemat tenaga kerja. Surplus yang dihasilkan dari spesialisasi kemudian dapat dipertukarkan, menyebarkan manfaat ke seluruh masyarakat.  
  2. Akumulasi Modal (Capital Accumulation): Kemajuan ekonomi suatu negara bergantung pada akumulasi modal. Dengan menabung sebagian dari hasil produksi (tidak langsung mengonsumsinya) dan menginvestasikannya kembali dalam proses produksi yang lebih baik (misalnya, mesin baru), kapasitas produktif masa depan dapat ditingkatkan. Proses ini menciptakan lingkaran kebajikan (virtuous circle) pertumbuhan ekonomi. Namun, akumulasi modal hanya akan terjadi jika individu merasa yakin bahwa properti mereka aman dari pencurian atau perampasan sewenang-wenang oleh negara atau pihak lain. Oleh karena itu, perlindungan hak milik menjadi sangat penting.  
  3. Pasar Bebas (Free Markets) & Tangan Tak Terlihat (Invisible Hand): Smith berpendapat bahwa dalam sistem pasar yang bebas dan kompetitif, pengejaran kepentingan pribadi (self-interest) oleh individu secara tidak sengaja akan menghasilkan manfaat sosial yang maksimal. Mekanisme "tangan tak terlihat" ini bekerja melalui kekuatan penawaran dan permintaan. Ketika suatu barang langka, harga dan keuntungan akan naik, mendorong produsen untuk mengalokasikan lebih banyak modal ke produksinya. Sebaliknya, ketika terjadi kelebihan pasokan, harga dan keuntungan turun, mendorong produsen untuk memindahkan modal ke tempat lain. Sistem ini secara otomatis mengarahkan sumber daya ke penggunaan yang paling bernilai bagi masyarakat tanpa memerlukan arahan terpusat. Persaingan bebas sangat penting untuk mencegah monopoli, menjaga harga tetap rendah, dan mendorong inovasi.  
  4. Peran Terbatas Pemerintah (Limited Government): Mengingat efektivitas mekanisme pasar otomatis, Smith menganjurkan peran pemerintah yang terbatas. Fungsi inti pemerintah adalah :
    • Menyelenggarakan pertahanan nasional.
    • Menegakkan sistem keadilan untuk melindungi hak milik, menegakkan kontrak, dan menghukum kejahatan.
    • Menyediakan pekerjaan umum dan institusi publik tertentu (infrastruktur seperti jalan, jembatan, kanal; dan pendidikan dasar universal) yang tidak dapat disediakan secara efisien oleh pasar swasta karena masalah keuntungan. Pemerintah harus menjaga agar ekonomi pasar tetap terbuka dan bebas, serta tidak melakukan intervensi yang mendistorsi pasar melalui subsidi yang tidak perlu, preferensi pajak, kontrol harga, atau pemberian monopoli. Smith memperingatkan terhadap pemerintahan birokratis yang besar, dengan menyatakan, "Tidak ada seni yang lebih cepat dipelajari oleh satu pemerintah dari pemerintah lain selain seni menguras uang dari kantong rakyat".  

Perpajakan sebagai Sarana Pendanaan Pemerintah

Kebutuhan akan perpajakan dalam sistem Smith muncul secara langsung dari kebutuhan untuk mendanai fungsi-fungsi pemerintah yang terbatas namun esensial ini. Pajak adalah cara bagi warga negara ("subjek negara") untuk berkontribusi pada "biaya pengelolaan" negara, mirip dengan penyewa bersama yang berkontribusi pada pengelolaan sebuah properti besar. Namun, karena pajak pada dasarnya mengambil sumber daya dari penggunaan swasta yang berpotensi produktif , Smith menekankan pentingnya merancang sistem perpajakan yang seminimal mungkin mengganggu mekanisme pasar bebas dan akumulasi modal.  

Keterkaitan antara filosofi ekonomi dan perpajakan Smith sangatlah erat. Prinsip-prinsip pajaknya bukanlah aturan arbitrer, melainkan perpanjangan logis dari keyakinan ekonominya. Penekanannya pada kepastian (Certainty) dan biaya minimal (Economy) berasal dari keinginannya untuk tidak mengganggu sistem pasar 'otomatis' yang didorong oleh kepentingan pribadi dan akumulasi modal. Fokusnya pada proporsionalitas (Equity) terkait dengan gagasan bahwa kontribusi harus mencerminkan manfaat yang diterima dari perlindungan negara, terutama perlindungan properti, yang merupakan pusat akumulasi modal. Kebutuhan akan pajak itu sendiri muncul hanya karena pasar bebas tidak dapat secara efisien menyediakan barang publik tertentu seperti pertahanan dan keadilan. Dengan demikian, memahami pandangan Smith tentang pajak memerlukan pemahaman tentang pandangannya mengenai pertumbuhan, modal, dan peran terbatas pemerintah. Kebijakan pajak tidak dilihatnya sebagai alat utama untuk rekayasa sosial atau redistribusi besar-besaran, melainkan sebagai mekanisme pendanaan yang diperlukan, yang dirancang agar sekompatibel mungkin dengan pasar bebas yang berkembang.  

III. Empat Asas Perpajakan Adam Smith

Dalam Buku V The Wealth of Nations, Adam Smith menguraikan empat asas atau maksim (maxims) fundamental yang menurutnya harus menjadi pedoman dalam merancang sistem perpajakan yang baik ("good tax system"). Asas-asas ini bertujuan untuk menciptakan sistem pajak yang adil, efisien, dapat diprediksi, dan nyaman bagi pembayar pajak, serta efektif bagi pemerintah. Smith menyajikannya bukan sebagai kebijakan pajak yang kaku, melainkan sebagai cita-cita atau prinsip panduan bagi para legislator. Keempat asas tersebut adalah Keadilan (Equity), Kepastian (Certainty), Kenyamanan (Convenience), dan Efisiensi (Economy).  

Asas Keadilan (Equity/Equality)

Asas pertama dan mungkin yang paling banyak dibahas adalah Keadilan. Smith mendefinisikannya sebagai berikut:

"The subjects of every state ought to contribute towards the support of the government, as nearly as possible, in proportion to their respective abilities; that is, in proportion to the revenue which they respectively enjoy under the protection of the state."  

Artinya, setiap warga negara harus berkontribusi untuk mendukung pemerintah, sedapat mungkin, sebanding dengan kemampuan mereka masing-masing; yaitu, sebanding dengan pendapatan yang mereka nikmati di bawah perlindungan negara. Untuk memperjelas, Smith menggunakan analogi penyewa bersama (joint tenants) dari sebuah properti besar, yang semuanya wajib berkontribusi pada biaya pengelolaan properti tersebut sebanding dengan kepentingan masing-masing di dalamnya. Dalam analogi ini, pembayar pajak ibarat pemegang saham.  

Interpretasi asas ini telah menjadi subjek perdebatan, khususnya mengenai apakah Smith menganjurkan pajak proporsional atau progresif:

  • Argumen Proporsional: Frasa kunci "sebanding dengan pendapatan" (in proportion to the revenue) sangat kuat menyiratkan sistem pajak proporsional, di mana setiap orang membayar persentase pendapatan yang sama (mirip flat tax). Analogi penyewa bersama juga mendukung interpretasi proporsional ini. Lebih lanjut, Smith secara eksplisit menolak pajak pendapatan atau pajak kepala (capitation taxes) yang mencoba mengenakan pajak sebanding dengan kekayaan (fortune) karena ia menganggapnya "sepenuhnya arbitrer" dan memerlukan "inkuisisi yang lebih tidak dapat ditoleransi daripada pajak apa pun" untuk menentukan kekayaan seseorang yang selalu berubah.  
  • Argumen Progresif: Beberapa penafsir menekankan frasa "kemampuan masing-masing" (respective abilities) atau tujuan mengurangi kesenjangan kaya-miskin sebagai indikasi dukungan terhadap progresivitas. Ada juga kutipan yang sering diajukan: "Tidak terlalu tidak masuk akal bahwa orang kaya harus berkontribusi pada pengeluaran publik, tidak hanya sebanding dengan pendapatan mereka, tetapi sedikit lebih dari proporsi itu". Namun, analisis kontekstual menunjukkan bahwa kutipan terakhir ini secara spesifik merujuk pada pajak sewa rumah, di mana Smith mengamati bahwa orang kaya cenderung membayar porsi pendapatan yang lebih besar untuk sewa, sehingga beban pajak secara alami jatuh lebih berat pada mereka; ini bukanlah dukungan umum untuk tarif pajak progresif. Smith memang menganggap pajak atas barang mewah (yang lebih banyak dikonsumsi orang kaya) dapat diterima meskipun mungkin jatuhnya tidak proporsional.  

Asas Keadilan Smith juga menggabungkan elemen dari apa yang sekarang dikenal sebagai Prinsip Kemampuan Membayar (Ability to Pay Principle) dan Prinsip Manfaat (Benefit Principle). "Kemampuan" dalam konteks Smith terkait erat dengan "pendapatan yang dinikmati di bawah perlindungan negara". Mereka yang memiliki lebih banyak properti atau pendapatan dianggap mendapat manfaat lebih besar dari perlindungan negara (terutama perlindungan properti yang krusial untuk akumulasi modal) dan karenanya memiliki 'kemampuan' yang lebih besar untuk berkontribusi.  

Asas Kepastian (Certainty)

Asas kedua adalah Kepastian, yang didefinisikan Smith sebagai:

"The tax which each individual is bound to pay ought to be certain, and not arbitrary. The time of payment, the manner of payment, the quantity to be paid, ought all to be clear and plain to the contributor, and to every other person."  

Pajak yang harus dibayar setiap individu harus pasti, tidak sewenang-wenang. Waktu pembayaran, cara pembayaran, dan jumlah yang harus dibayar harus jelas dan terang bagi pembayar pajak dan semua orang.

Implikasi dari asas ini sangat signifikan. Kepastian dan prediktabilitas memungkinkan individu dan bisnis untuk merencanakan aktivitas ekonomi mereka dengan lebih baik, mendorong investasi, produktivitas, dan inovasi. Sebaliknya, ketidakpastian dan kesewenang-wenangan menempatkan pembayar pajak dalam kekuasaan pemungut pajak, membuka pintu bagi pemerasan, korupsi, dan perlakuan tidak adil. Smith menganggap ketidakpastian sebagai kejahatan yang jauh lebih besar daripada ketidaksetaraan yang cukup besar dalam perpajakan. Prinsip ini mendasari pentingnya hukum pajak yang jelas dan berdasarkan undang-undang (UU).  

Asas Kenyamanan (Convenience of Payment)

Asas ketiga berkaitan dengan kenyamanan bagi pembayar pajak:

"Every tax ought to be levied at the time, or in the manner, in which it is most likely to be convenient for the contributor to pay it."  

Setiap pajak harus dipungut pada waktu atau dengan cara yang paling mungkin nyaman bagi pembayar pajak untuk membayarnya.

Contoh penerapan asas ini termasuk pemungutan pajak penghasilan pada saat gaji diterima (misalnya, melalui pemotongan langsung atau Pay-As-You-Earn), pemungutan pajak atas hasil pertanian setelah panen, atau pajak atas barang konsumsi mewah yang dibayar sedikit demi sedikit saat pembelian. Tujuannya adalah untuk mengurangi beban administratif dan kesulitan bagi pembayar pajak, membuatnya "tanpa rasa sakit dan bebas masalah sejauh mungkin" , yang pada gilirannya dapat meningkatkan kepatuhan pajak. Smith mungkin akan menyetujui pemotongan otomatis modern karena kenyamanannya, tetapi mungkin menolaknya jika itu mengaburkan jumlah total pajak yang dibayar oleh individu.  

Asas Efisiensi (Economy/Efficiency)

Asas keempat dan terakhir adalah Efisiensi atau Ekonomi:

"Every tax ought to be so contrived as both to take out and to keep out of the pockets of the people as little as possible over and above what it brings into the publick treasury of the state."  

Setiap pajak harus dirancang sedemikian rupa sehingga mengambil dan menjaga seminimal mungkin uang dari kantong rakyat di luar apa yang masuk ke kas negara. Prinsip ini menekankan minimalisasi biaya tambahan atau kerugian bobot mati (deadweight loss) yang terkait dengan perpajakan.  

Smith mengidentifikasi empat cara utama bagaimana pajak dapat menimbulkan inefisiensi :  

  1. Biaya Administrasi Pemungutan: Gaji sejumlah besar petugas pajak dapat menghabiskan sebagian besar penerimaan pajak, dan tunjangan mereka dapat menjadi beban tambahan bagi rakyat.  
  2. Menghambat Industri: Pajak yang tinggi atau pajak pada industri tertentu dapat menghambat kegiatan ekonomi, mengurangi produksi, investasi, dan pada akhirnya bahkan mengurangi pendapatan pajak itu sendiri.  
  3. Mendorong Penghindaran dan Penyelundupan: Tarif pajak yang memberatkan memberikan insentif besar untuk penghindaran pajak atau penyelundupan. Hukuman yang diperlukan untuk mencegahnya menambah beban lebih lanjut.  
  4. Beban Kepatuhan bagi Wajib Pajak: Proses pembayaran pajak itu sendiri bisa menyusahkan, memakan waktu, dan mengganggu bagi pembayar pajak, termasuk biaya untuk menyewa akuntan atau konsultan pajak.  

Oleh karena itu, sistem perpajakan harus sederhana, jelas, dan hemat biaya untuk dikelola. Pajak yang rumit atau mahal secara administratif merugikan perekonomian melebihi jumlah pendapatan yang dihasilkannya.  

Meskipun disajikan sebagai empat pilar ideal, penerapan keempat asas Smith secara bersamaan dalam praktik seringkali menimbulkan ketegangan inheren. Mencapai Keadilan yang sempurna (proporsionalitas di semua sumber pendapatan) mungkin memerlukan aturan yang rumit dan pengawasan yang intrusif, yang melanggar Kepastian dan Ekonomi. Menyederhanakan pajak untuk meningkatkan Kepastian, Kenyamanan, dan Ekonomi mungkin mengorbankan Keadilan jika menghasilkan proporsionalitas yang lebih rendah. Smith sendiri menyadari kesulitan ini , dan analisisnya terhadap pajak spesifik menunjukkan pendekatan pragmatis dalam menimbang asas-asas ini satu sama lain. Ketegangan inilah yang menjelaskan mengapa sistem pajak modern, yang mencoba menyeimbangkan cita-cita Smithian dengan tujuan lain seperti redistribusi, seringkali menjadi kompleks.  

Di antara keempat asas tersebut, Smith tampaknya memberikan penekanan khusus pada Kepastian. Ia menyatakan bahwa "tingkat ketidaksetaraan yang sangat besar... tidaklah seburuk tingkat ketidakpastian yang sangat kecil". Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Keadilan (proporsionalitas) adalah prinsip pertama, Kepastian mungkin merupakan yang paling krusial untuk stabilitas ekonomi dan pencegahan kesewenang-wenangan pemerintah. Kekuasaan arbitrer yang diberikan kepada pemungut pajak adalah kekhawatiran utama baginya. Prioritas ini menjelaskan keengganannya terhadap pajak berdasarkan kekayaan yang berfluktuasi (seperti pajak pendapatan/kekayaan) dan toleransinya terhadap ketidaksetaraan yang diketahui dari pajak tanah Inggris yang ada, meskipun cacat terhadap asas Keadilan, karena pajak tersebut pasti.  

IV. Analisis Smith terhadap Jenis Pajak Tertentu

Setelah menetapkan keempat asasnya, Smith melanjutkan dengan menganalisis berbagai jenis pajak yang ada pada masanya, mengevaluasinya berdasarkan prinsip-prinsip tersebut. Analisis ini mengungkapkan pandangan pragmatisnya dan tantangan dalam menerapkan asas-asas ideal dalam praktik.

Pajak atas Sewa (Rent)

Smith membedakan antara berbagai jenis sewa dan pajaknya:

  • Sewa Tanah (Land Rent): Secara umum, Smith memandang sewa tanah, terutama sewa dasar (ground-rent) – yang mencerminkan nilai lokasi tanah itu sendiri, bukan bangunan di atasnya – sebagai subjek pajak yang sangat cocok. Ia berargumen bahwa pajak atas sewa dasar akan sepenuhnya ditanggung oleh pemilik tanah, yang bertindak sebagai monopolis dalam menetapkan sewa setinggi mungkin. Pajak ini tidak akan menaikkan sewa rumah atau menghambat perbaikan tanah , sehingga memenuhi asas efisiensi karena penawaran tanah bersifat tetap. Smith juga beralasan bahwa karena nilai sewa dasar seringkali muncul karena pemerintahan yang baik (yang memberikan keamanan dan infrastruktur), maka sangat masuk akal jika dana ini memberikan kontribusi khusus kepada negara.  
  • Pajak Tanah Inggris: Meskipun secara teori sewa tanah cocok dikenakan pajak, Smith mengkritik sistem pajak tanah yang berlaku di Inggris pada masanya. Pajak ini didasarkan pada penilaian tetap (invariable canon) yang dibuat pada abad sebelumnya (era William dan Mary). Karena penilaian ini tidak diperbarui, pajak menjadi tidak setara (melanggar Asas Keadilan) seiring waktu karena nilai dan produktivitas tanah berubah secara tidak merata di berbagai wilayah. Namun, Smith mengakui kelebihan pajak ini: ia sangat pasti (certain), nyaman (convenient) untuk dipungut (biasanya dibayarkan bersamaan dengan sewa oleh penyewa yang kemudian menguranginya dari pembayaran sewa ke pemilik tanah), dan biaya pemungutannya rendah (economical). Pajak ini juga tidak menghambat perbaikan tanah karena jumlah pajak tidak meningkat meskipun sewa atau nilai tanah naik.  
  • Pajak Sewa Rumah (House Rent): Smith membagi sewa rumah menjadi dua komponen: sewa bangunan (building rent) dan sewa dasar (ground rent). Pajak atas sewa rumah, menurutnya, akan terbagi bebannya: sebagian ditanggung oleh penyewa (sebagai pajak atas pengeluaran/konsumsi tempat tinggal) dan sebagian oleh pemilik tanah dasar. Ia mengamati bahwa pajak semacam itu cenderung jatuh lebih berat pada orang kaya, karena mereka cenderung membelanjakan porsi pendapatan yang lebih besar untuk perumahan yang lebih mewah, suatu hasil yang ia anggap "tidak terlalu tidak masuk akal". Namun, ia mengkritik metode penilaian pajak rumah yang tidak adil, seperti berdasarkan jumlah perapian atau jendela, bukan nilai pasar sebenarnya.  

Pajak atas Keuntungan (Profits)

Smith menganggap keuntungan sebagai dasar pengenaan pajak yang kurang ideal dibandingkan sewa.  

  • Kesulitan Umum: Keuntungan bersifat sangat fluktuatif dan sulit untuk ditentukan secara akurat tanpa penyelidikan yang intrusif terhadap urusan pribadi setiap pedagang atau pengusaha, yang akan melanggar asas Kepastian dan Kenyamanan. Selain itu, modal (stock) yang menghasilkan keuntungan bersifat mobile; ia dapat dengan mudah dipindahkan ke negara atau wilayah lain jika pajaknya terlalu tinggi, berbeda dengan tanah yang tidak dapat dipindahkan.  
  • Insiden Pajak (Tax Incidence): Argumen utama Smith adalah bahwa pajak atas keuntungan kemungkinan besar akan dialihkan (shifted) kepada konsumen dalam bentuk harga barang yang lebih tinggi. Jika seorang pedagang dikenai pajak atas keuntungannya, ia akan berusaha menaikkan harga jual barangnya untuk mempertahankan tingkat keuntungan normalnya. Akibatnya, pajak atas keuntungan pada dasarnya berfungsi seperti pajak penjualan atau pajak konsumsi, sehingga sulit untuk mencapai tujuan Asas Keadilan (memajaki pendapatan secara proporsional).  
  • Masalah Administrasi dan Penghindaran: Memastikan dan memungut pajak atas keuntungan memerlukan pengawasan yang signifikan dan banyak petugas pajak, yang melanggar Asas Efisiensi (Ekonomi). Smith juga mencatat bahwa pedagang dan pemilik modal uang lebih mudah menyembunyikan aset mereka dibandingkan pemilik tanah, sehingga membuka peluang penghindaran pajak. Upaya historis untuk memajaki keuntungan secara langsung, seperti komponen pajak atas "stok" dalam pajak tanah Inggris, seringkali berakhir dengan perkiraan yang sangat longgar, arbitrer, dan jauh di bawah nilai sebenarnya.  

Pajak atas Upah (Wages)

Analisis Smith tentang pajak atas upah paralel dengan analisisnya tentang pajak atas keuntungan:

  • Insiden Pajak: Smith berpendapat bahwa pajak langsung atas upah tenaga kerja pada umumnya akan menyebabkan kenaikan upah, setidaknya untuk tingkat upah subsisten. Pekerja perlu menerima upah bersih yang cukup untuk mempertahankan hidup mereka dan keluarga mereka. Oleh karena itu, beban pajak pada akhirnya akan digeser ke majikan (dalam bentuk biaya tenaga kerja yang lebih tinggi) dan kemudian ke konsumen (dalam bentuk harga barang yang lebih tinggi). Jika pasar tidak memungkinkan upah naik (misalnya karena permintaan tenaga kerja turun), maka pajak tersebut akan mengurangi permintaan tenaga kerja, mengurangi lapangan kerja bagi orang miskin, dan mengurangi produksi nasional secara keseluruhan, yang pada akhirnya merugikan sumber dari mana semua pajak dibayar.  
  • Dampak pada Tingkat Pendapatan: Smith menyarankan bahwa pekerja berpenghasilan lebih tinggi mungkin berada dalam posisi yang lebih baik untuk menegosiasikan kenaikan upah guna mengimbangi pajak dibandingkan pekerja berpenghasilan rendah. Akibatnya, pajak upah, terutama jika progresif, dapat secara tidak sengaja memperburuk ketidaksetaraan pendapatan nominal setelah pajak.  
  • Pajak Kepala (Capitation Taxes): Seperti disebutkan sebelumnya, Smith sangat kritis terhadap pajak kepala, terutama jika ada upaya untuk membuatnya proporsional dengan kekayaan atau pendapatan. Ia menganggapnya "sepenuhnya arbitrer" dan memerlukan "inkuisisi" yang tidak dapat ditoleransi. Pajak kepala, bersama dengan pajak konsumsi, adalah jenis pajak yang menurutnya dimaksudkan untuk jatuh secara indiferen pada semua jenis pendapatan (sewa, keuntungan, upah).  

Pajak atas Barang Konsumsi (Consumable Commodities)

Smith memberikan perhatian khusus pada pajak konsumsi, membedakan secara tajam antara barang kebutuhan pokok dan barang mewah:

  • Kebutuhan Pokok (Necessaries): Smith dengan tegas menentang pengenaan pajak atas barang-barang kebutuhan pokok yang dikonsumsi oleh rakyat jelata atau "golongan bawah" (inferior ranks). Ia berargumen bahwa pajak semacam itu pada akhirnya akan jatuh pada "golongan atas" (superior ranks). Alasannya adalah pajak ini akan memaksa upah naik (karena pekerja harus mampu membeli kebutuhan pokok) atau mengurangi permintaan tenaga kerja, yang keduanya merugikan perekonomian secara keseluruhan. Memajaki kebutuhan pokok rakyat miskin dianggapnya sebagai kebijakan ekonomi yang buruk.  
  • Barang Mewah (Luxuries): Sebaliknya, Smith memandang pajak atas barang mewah secara positif. Pajak ini memenuhi Asas Kenyamanan karena dibayar oleh konsumen sedikit demi sedikit pada saat pembelian. Pajak ini cenderung jatuh lebih berat pada orang kaya, atau setidaknya pada pengeluaran yang bersifat mewah (bukan kebutuhan pokok) dari semua kalangan. Smith bahkan berargumen bahwa pengeluaran mewah dari golongan bawah seharusnya dikenai pajak, justru karena memajaki kebutuhan pokok mereka tidak efektif dan merugikan. Dengan memajaki kemewahan mereka, golongan bawah dapat dibuat berkontribusi pada pendapatan negara tanpa mengganggu tingkat subsisten mereka. Pajak konsumsi yang tinggi (cukai) atas barang-barang seperti minuman beralkohol (bir, ale) dianggapnya sebagai sumber pendapatan negara yang sangat produktif, meskipun sebagian besar jatuh pada konsumsi rakyat biasa.  
  • Tarif/Bea Masuk (Tariffs): Sejalan dengan kritiknya terhadap Merkantilisme, Smith menentang keras penggunaan tarif untuk tujuan proteksionis. Ia berpendapat bahwa tarif membuat barang impor lebih mahal bagi konsumen, menghambat perdagangan internasional yang saling menguntungkan, dan mengalihkan industri domestik dari penggunaan yang paling efisien. Tarif balasan (retaliatory tariffs) juga dianggap sebagai kebijakan yang buruk, karena cenderung meningkatkan biaya bagi konsumen domestik tanpa banyak membantu produsen yang terkena dampak larangan ekspor awal. Namun, ia melihat potensi bea masuk yang seragam dan rendah di seluruh wilayah kekaisaran (seperti Imperium Britania) sebagai cara untuk memfasilitasi perdagangan bebas internal.  

Analisis Smith terhadap berbagai jenis pajak ini menyoroti pendekatan pragmatisnya. Meskipun sewa dasar tanah tampak ideal secara teoritis berdasarkan kriteria insiden dan efisiensi , ia mengakui keunggulan praktis (kepastian, kenyamanan, ekonomi) dari pajak tanah Inggris yang ada, meskipun tidak adil. Ia menyadari daya tarik teoretis untuk memajaki keuntungan dan upah secara proporsional tetapi menganggapnya tidak praktis karena masalah penentuan insiden, kesulitan penilaian, dan mobilitas modal/tenaga kerja. Hal ini membawanya untuk lebih menyukai pajak konsumsi atas barang mewah sebagai cara yang praktis, meskipun tidak langsung, untuk memajaki pengeluaran. Rekomendasi Smith dibentuk oleh kapasitas administratif dan realitas ekonomi pada masanya. Fokusnya adalah menemukan pajak yang "paling tidak buruk" (least bad tax) , menyeimbangkan asas-asas teoretisnya dengan kendala praktis.  

Lebih jauh, penentangan kuat Smith terhadap pemajakan barang kebutuhan pokok dan analisisnya tentang insiden pajak upah mengungkapkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan kelas pekerja, yang merupakan "bagian terbesar dari setiap masyarakat politik besar". Ia percaya bahwa kemakmuran mereka sangat penting bagi kemakmuran nasional. Meskipun tidak menganjurkan negara kesejahteraan modern, kerangka pajaknya bertujuan untuk menghindari kebijakan yang akan membebani orang miskin secara tidak proporsional atau menekan upah dan kesempatan kerja. Argumennya untuk memajaki kemewahan orang miskin adalah cara agar mereka berkontribusi tanpa membahayakan tingkat subsisten mereka. Ini menantang penggambaran simplistis Smith yang hanya peduli pada kepentingan kapitalis.  

V. Relevansi Modern, Kritik, dan Perbandingan

Meskipun ditulis lebih dari dua abad yang lalu, prinsip-prinsip perpajakan Adam Smith terus bergema dalam diskusi kebijakan fiskal kontemporer, sambil juga mengundang analisis kritis dan perbandingan dengan teori-teori yang lebih baru.

Pengaruh yang Bertahan Lama

Keempat asas perpajakan Smith – Keadilan, Kepastian, Kenyamanan, dan Efisiensi – tetap menjadi konsep dasar dalam studi keuangan publik dan perumusan kebijakan pajak di seluruh dunia. Prinsip Kepastian, Kenyamanan, dan Efisiensi terus memandu perdebatan tentang perlunya penyederhanaan pajak, transparansi, pengurangan biaya administrasi dan kepatuhan, serta efektivitas sistem pajak. Ideal Keadilan, meskipun interpretasinya berkembang, tetap menjadi inti dari legitimasi sistem perpajakan. Penekanan Smith pada minimalisasi kerugian bobot mati (deadweight loss) adalah konsep sentral dalam analisis efisiensi pajak modern. Banyak sistem pajak modern, termasuk di Indonesia, secara eksplisit atau implisit merujuk pada asas-asas Smith sebagai landasan.  

Analisis dan Kritik Akademis

Para akademisi modern terus menganalisis dan memperdebatkan relevansi serta keterbatasan pandangan Smith:

  • Relevansi di Era Modern: Studi-studi terbaru menegaskan bahwa prinsip-prinsip Smith tetap fundamental tetapi memerlukan adaptasi untuk menghadapi tantangan kontemporer seperti globalisasi, transformasi digital, dan isu keberlanjutan lingkungan. Misalnya, pertumbuhan ekonomi digital dan operasi perusahaan multinasional menantang prinsip-prinsip tradisional seperti teritorialitas pajak. Diperlukan penyesuaian untuk memastikan sistem pajak tetap adil dan efisien dalam konteks baru ini.  
  • Kritik terhadap Kesederhanaan vs. Kompleksitas: Dorongan untuk menyederhanakan pajak, seringkali dengan merujuk pada asas Kepastian dan Ekonomi Smith , dilawan dengan argumen bahwa kompleksitas dalam sistem pajak modern seringkali muncul bukan karena kesengajaan, melainkan sebagai konsekuensi dari upaya mencapai tujuan-tujuan lain yang juga valid. Tujuan-tujuan ini termasuk mencegah penghindaran pajak, memastikan keadilan (dalam interpretasi modern yang mungkin lebih menekankan progresivitas), menyeimbangkan berbagai trade-off ekonomi, atau menggunakan sistem pajak untuk tujuan sosial (misalnya, insentif untuk perilaku tertentu). Ekonomi modern yang kompleks dan tujuan sosial yang lebih luas mungkin memerlukan sistem yang lebih rumit daripada yang dibayangkan Smith.  
  • Kritik terhadap Asas-asas Smith: Beberapa kritikus mempertanyakan status "jelas" dari asas-asas Smith. Misalnya, dari perspektif tertentu, biaya pemungutan yang tinggi (melanggar Ekonomi) mungkin lebih baik jika pajak itu sendiri tidak adil, karena mengurangi efektivitas pemungutannya. Ketidaknyamanan (melanggar Kenyamanan) bisa jadi memicu perlawanan terhadap pajak yang menindas. Kepastian (Certainty) dapat mempermudah pemungutan pajak yang tidak adil, dan penghindaran pajak mungkin secara ekonomi bermanfaat atau bahkan bermoral jika pajaknya menindas. Kritik lain berfokus pada kesulitan praktis dalam menerapkan prinsip-prinsip tersebut secara sempurna, misalnya, mencapai Keadilan yang sesungguhnya dalam situasi ekonomi yang kompleks dan beragam.  
  • Misinterpretasi: Penting untuk dicatat bahwa beberapa kritik terhadap Smith didasarkan pada misinterpretasi atau kutipan di luar konteks. Klaim bahwa Smith mendukung pajak pendapatan progresif atau regulasi monopoli yang ekstensif seringkali tidak akurat ketika teksnya dibaca secara keseluruhan.  
  • Keterbatasan Fokus: Kerangka kerja Smith berfokus pada efisiensi dan proporsionalitas dalam konteks pemerintahan terbatas yang melindungi hak milik dan memfasilitasi pasar bebas. Kritik modern seringkali berasal dari titik awal normatif yang berbeda, seperti prioritas yang lebih tinggi pada redistribusi pendapatan dan kekayaan atau intervensi pemerintah yang lebih aktif untuk mengatasi eksternalitas atau ketidaksetaraan.  

Perbandingan dengan Teori Pajak Modern

Perbandingan dengan teori pajak modern menyoroti evolusi pemikiran:

  • Teori Perpajakan Optimal (Optimal Taxation Theory): Teori modern, yang berakar pada karya James Mirrlees, menggunakan pendekatan yang lebih formal dan matematis. Tujuannya adalah merancang sistem pajak yang memaksimalkan fungsi kesejahteraan sosial (social welfare function), dengan secara eksplisit memodelkan trade-off antara Keadilan (sering diartikan sebagai redistribusi atau progresivitas) dan Efisiensi (minimalisasi distorsi perilaku ekonomi atau deadweight loss). Pendekatan ini lebih fokus pada hasil (outcome) kesejahteraan daripada hanya pada prinsip-prinsip proses seperti yang ditekankan Smith.  
  • Prinsip Manfaat vs. Kemampuan Membayar: Sementara Smith menggabungkan kedua ide ini dalam asas Keadilannya , teori modern cenderung memisahkannya lebih jelas. Teori pajak pendapatan optimal modern sebagian besar didasarkan pada prinsip kemampuan membayar (atau pajak atas endowment) dengan tujuan utilitarian/kesejahteraan, yang menekankan redistribusi. Sebaliknya, pendekatan berbasis manfaat murni (pajak dikaitkan langsung dengan manfaat layanan publik yang diterima) dianggap lebih bersifat libertarian dan kurang sentral dalam teori pajak pendapatan optimal, meskipun versi 'klasik' Smith mengaitkan manfaat dengan kemampuan/pendapatan.  
  • Pajak Lump-Sum: Teori optimal modern mengidentifikasi pajak lump-sum (pajak dengan jumlah tetap per orang, tidak tergantung pada pendapatan atau perilaku) sebagai pajak yang paling efisien karena tidak mendistorsi keputusan ekonomi. Namun, pajak ini umumnya dianggap tidak adil dan tidak praktis. Penolakan Smith terhadap pajak kepala yang arbitrer sudah mengantisipasi kesulitan praktis ini.  
  • Pajak Konsumsi: Beberapa ekonom modern berpendapat bahwa pajak konsumsi secara inheren lebih efisien daripada pajak pendapatan karena tidak terlalu menghambat tabungan dan investasi. Ini sejalan dengan preferensi praktis Smith untuk memajaki konsumsi barang mewah, meskipun alasannya lebih berfokus pada insiden pajak dan kenyamanan daripada argumen efisiensi tabungan modern.  

Perbandingan dengan Ekonom Lain

Membandingkan Smith dengan pemikir ekonomi lainnya menempatkan pandangannya dalam perspektif yang lebih luas:

  • Karl Marx: Menawarkan kritik fundamental terhadap sistem kapitalis yang dianalisis Smith. Marx berfokus pada eksploitasi tenaga kerja, konsep nilai lebih (surplus value), dan konflik kelas antara kapitalis dan proletariat. Marx memandang pasar bebas Smith sebagai penyamaran hubungan eksploitatif. Ia mengkritik proposal seperti pajak tanah Henry George (yang berakar pada Smith/Ricardo) sebagai langkah yang tidak memadai, yang hanya akan mengalihkan kekuasaan dari pemilik tanah ke kapitalis industri tanpa membebaskan tenaga kerja.  
  • Henry George: Sangat dipengaruhi oleh gagasan Smith dan Ricardo tentang sewa tanah. George menganjurkan "pajak tunggal" (single tax) atas nilai tanah sebagai sumber pendapatan utama pemerintah, percaya bahwa itu tidak mendistorsi ekonomi dan adil. Sementara Smith menganggap sewa tanah sebagai dasar pajak yang baik , ia menganalisis banyak pajak lain dan tidak pernah mengusulkannya sebagai solusi tunggal. Fokus George jauh lebih sempit dibandingkan analisis sistem ekonomi komprehensif Smith.  
  • John Maynard Keynes: Berkonsentrasi pada ekonomi makro, permintaan agregat, dan peran aktif pemerintah dalam menstabilkan ekonomi melalui kebijakan fiskal (termasuk perpajakan) dan moneter, terutama untuk mengatasi pengangguran selama resesi. Ini berbeda dengan fokus Smith pada fondasi mikroekonomi, pasar bebas, pemerintahan terbatas, dan faktor-faktor sisi penawaran (pembagian kerja, akumulasi modal). Keynes melihat peran pemerintah yang jauh lebih besar dan lebih intervensionis, yang didanai oleh pajak, dibandingkan dengan Smith.  

Perbandingan ini menyoroti evolusi definisi 'Keadilan' dalam perpajakan. 'Equity' bagi Smith utamanya berarti proporsionalitas berdasarkan pendapatan atau kemampuan yang terkait dengan perlindungan negara. Diskusi modern tentang keadilan pajak, yang dipengaruhi oleh utilitarianisme dan pemikir selanjutnya, seringkali jauh lebih eksplisit menekankan keadilan vertikal (progresivitas) dan redistribusi. Meskipun Smith tidak menentang orang kaya membayar lebih banyak secara absolut (proporsionalitas memastikan ini) atau bahkan "sedikit lebih" dalam kasus spesifik seperti pajak rumah , prinsip intinya bukanlah redistribusi progresif seperti yang dipahami saat ini. Membandingkan Smith dengan teori modern memerlukan pengakuan atas pergeseran semantik ini.  

Selain itu, terlihat adanya persistensi trade-off antara efisiensi dan keadilan. Ketegangan yang dinavigasi Smith antara keempat asasnya (misalnya, antara Keadilan dan Ekonomi/Kepastian) mencerminkan trade-off inti antara efisiensi dan keadilan dalam teori pajak optimal modern. Smith mencari efisiensi (Ekonomi, Kepastian, Kenyamanan) sambil membidik bentuk keadilan (proporsionalitas). Teori modern berusaha meminimalkan kehilangan efisiensi (distorsi) sambil mencapai tingkat keadilan distributif yang diinginkan (seringkali progresivitas). Tantangan mendasar dalam merancang sistem pajak yang adil dan seminimal mungkin mengganggu aktivitas ekonomi adalah masalah yang abadi, yang diakui secara implisit oleh Smith dan diformalkan secara eksplisit oleh para teoretikus modern.  

VI. Sintesis dan Kesimpulan

Pandangan Adam Smith tentang perpajakan, sebagaimana diartikulasikan dalam The Wealth of Nations, merupakan bagian integral dari visi ekonominya yang lebih luas tentang masyarakat pasar bebas yang makmur. Ia memandang pajak bukan sebagai tujuan itu sendiri, melainkan sebagai sarana yang diperlukan untuk mendanai fungsi-fungsi inti pemerintah yang terbatas: pertahanan, administrasi keadilan, pekerjaan umum tertentu, dan pendidikan. Mengingat pajak mengambil sumber daya dari sektor swasta yang produktif, Smith menekankan perlunya sistem perpajakan yang dirancang untuk meminimalkan gangguan terhadap mekanisme pasar dan akumulasi modal.  

Inti dari filosofi perpajakannya terkandung dalam empat asas terkenalnya: Keadilan (kontribusi proporsional dengan kemampuan/pendapatan di bawah perlindungan negara), Kepastian (pajak harus jelas dan tidak arbitrer), Kenyamanan (dipungut pada waktu dan cara yang paling nyaman bagi pembayar pajak), dan Efisiensi/Ekonomi (biaya pemungutan dan kerugian ekonomi lainnya harus diminimalkan). Asas-asas ini tidak berdiri sendiri, melainkan terkait erat dengan keyakinan Smith pada kekuatan pembagian kerja, pentingnya akumulasi modal yang aman, efisiensi pasar bebas yang diatur oleh "tangan tak terlihat," dan perlunya pemerintahan yang terbatas.  

Analisisnya terhadap jenis pajak tertentu—sewa, keuntungan, upah, dan barang konsumsi—menunjukkan penerapan pragmatis dari prinsip-prinsip ini. Ia mengakui bahwa tidak ada pajak yang sempurna dan bahwa trade-off seringkali tak terhindarkan antara asas-asas yang berbeda (misalnya, antara Keadilan dan Efisiensi/Kepastian). Preferensinya untuk pajak atas sewa dasar tanah dan pajak atas barang mewah, serta keengganannya terhadap pajak langsung atas keuntungan dan upah (karena masalah insiden dan administrasi) dan pajak atas kebutuhan pokok (karena dampak negatifnya pada pekerja miskin), mencerminkan upaya untuk menemukan solusi yang "paling tidak buruk" dalam konteks ekonomi dan administratif abad ke-18.  

Warisan pemikiran Smith tentang perpajakan sangat besar. Keempat asasnya terus menjadi titik acuan fundamental dalam perdebatan kebijakan pajak secara global. Konsep-konsep seperti efisiensi pajak, kepastian hukum, dan keadilan (meskipun interpretasinya berkembang) tetap relevan. Namun, relevansi langsung pandangannya dihadapkan pada tantangan kompleksitas ekonomi modern, globalisasi, digitalisasi, dan tujuan kebijakan yang lebih luas seperti redistribusi pendapatan yang signifikan dan keberlanjutan lingkungan. Kritik terhadap pandangan Smith seringkali muncul dari perspektif normatif yang berbeda atau menyoroti kesulitan inheren dalam menerapkan prinsip-prinsip idealnya secara sempurna.  

Pada akhirnya, The Wealth of Nations menawarkan kerangka kerja yang kuat untuk memahami prinsip-prinsip dasar perpajakan yang baik dan trade-off fundamental yang terlibat dalam perancangan sistem pajak. Meskipun tidak memberikan jawaban siap pakai untuk setiap tantangan fiskal kontemporer, analisis Adam Smith tetap menjadi sumber wawasan yang tak ternilai bagi para pembuat kebijakan, akademisi, dan siapa pun yang tertarik pada hubungan antara negara, pasar, dan warga negara dalam membiayai kehidupan publik. Karyanya mengingatkan kita bahwa perpajakan, meskipun merupakan "kejahatan yang perlu," harus selalu dirancang dengan hati-hati agar sejalan dengan tujuan kemakmuran ekonomi dan keadilan fundamental.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengapa Tax Ratio Indonesia Rendah

Pendahuluan: Memahami Rasio Pajak Bagian ini memperkenalkan ko...