I. Pendahuluan
Pengantar Adam Smith dan
"The Wealth of Nations"
Adam Smith (1723-1790), seorang
filsuf moral dan ekonom Skotlandia terkemuka, secara luas diakui sebagai salah
satu tokoh sentral Era Pencerahan Skotlandia dan sering disebut sebagai
"bapak ekonomi modern". Karyanya yang monumental, An Inquiry into
the Nature and Causes of the Wealth of Nations (1776), umumnya dikenal
sebagai The Wealth of Nations, merupakan tonggak sejarah dalam pemikiran
ekonomi. Diterbitkan pada awal Revolusi Industri dan menjelang Revolusi Amerika
, buku ini menyajikan analisis mendalam tentang sumber kemakmuran bangsa dan
meletakkan dasar teoretis bagi ekonomi pasar bebas klasik. The Wealth of
Nations bukan hanya sebuah risalah ekonomi tetapi juga kritik tajam
terhadap kebijakan merkantilis yang dominan pada masanya, yang mengukur
kekayaan bangsa berdasarkan akumulasi emas dan perak serta menganjurkan
proteksionisme perdagangan.
Signifikansi Pandangan Smith
tentang Perpajakan
Meskipun Adam Smith paling
dikenal karena konsep "tangan tak terlihat" (invisible
hand) dan pembelaannya terhadap pasar bebas , ia mendedikasikan
bagian signifikan dari The Wealth of Nations, khususnya Buku V, untuk membahas keuangan publik dan perpajakan. Smith
memandang perpajakan sebagai suatu "kejahatan yang
perlu" (necessary evil). Pajak diperlukan untuk mendanai
fungsi-fungsi esensial pemerintah, namun ia menyadari bahwa pajak mengambil
sumber daya dari tangan individu swasta yang, didorong oleh kepentingan
pribadi, cenderung menginvestasikannya secara produktif. Oleh karena itu,
tujuan utama Smith dalam membahas pajak adalah merancang
sistem yang paling tidak mengganggu (least disruptive) bagi perekonomian.
Prinsip-prinsip perpajakan yang ia rumuskan, meskipun berasal dari abad ke-18,
terus memberikan pengaruh signifikan dan menjadi rujukan dalam perdebatan
kebijakan pajak modern di seluruh dunia.
Tujuan dan Struktur Tulisan
Tulisan ini bertujuan untuk
menyajikan analisis yang komprehensif dan mendalam mengenai filosofi perpajakan
Adam Smith sebagaimana diuraikan dalam The Wealth of Nations. Analisis
ini akan mencakup argumen utama Smith, empat asas perpajakannya yang terkenal,
konteks historis dan filosofis pemikirannya, pandangannya terhadap jenis pajak
tertentu, keterkaitan prinsip pajaknya dengan filosofi ekonominya yang lebih
luas, serta relevansi dan kritik terhadap pandangannya di era modern. Struktur
laporan ini akan mengikuti kerangka berikut: Pendahuluan, Konteks Filosofis dan
Historis, Empat Asas Perpajakan, Analisis Jenis Pajak Tertentu, Relevansi
Modern, Kritik, dan Perbandingan, serta diakhiri dengan Sintesis dan
Kesimpulan.
II. Konteks Filosofis dan
Historis Prinsip Perpajakan Adam Smith
Era Pencerahan dan Pergeseran
dari Merkantilisme
Pemikiran Adam Smith tidak dapat
dipisahkan dari konteks intelektual Era Pencerahan
Skotlandia, sebuah periode yang ditandai oleh penekanan
pada akal, kebebasan individu, observasi empiris, dan kemajuan. Dalam
lanskap ekonomi, doktrin Merkantilisme mendominasi Eropa selama berabad-abad.
Kaum merkantilis percaya bahwa kekayaan suatu bangsa bersifat tetap dan
terbatas, diukur terutama dari jumlah emas dan perak yang dimilikinya. Untuk
memakmurkan negara, mereka menganjurkan kebijakan yang mendorong ekspor
sebanyak mungkin dan membatasi impor seminimal mungkin, seringkali melalui
penerapan tarif tinggi dan hambatan perdagangan lainnya. Kebijakan ini secara
tak terhindarkan memicu perang tarif balasan antarnegara dan menghambat
perdagangan internasional.
Smith
melancarkan kritik radikal terhadap pandangan ini. Ia mendefinisikan
ulang kekayaan bangsa bukan sebagai timbunan logam mulia, melainkan sebagai
aliran tahunan barang dan jasa yang diproduksi oleh tenaga kerja suatu negara –
konsep yang kini kita kenal sebagai Produk Nasional Bruto (PNB). Menurut Smith,
cara terbaik untuk memaksimalkan kekayaan ini bukanlah
dengan membatasi kapasitas produktif melalui regulasi dan proteksionisme,
melainkan dengan membebaskannya melalui perdagangan bebas dan persaingan.
The Wealth of Nations ditulis pada masa transisi penting: munculnya
proto-industrialisasi, menguatnya peran perdagangan, Revolusi Amerika yang
sedang bergejolak, dan ekspansi kolonialisme Eropa. Dalam analisisnya, Smith
merujuk pada berbagai sistem pajak historis, membandingkan praktik di Inggris,
Prancis, koloni-koloni Amerika, dan negara-negara lain untuk mengilustrasikan
prinsip-prinsipnya.
Filosofi Ekonomi Smith yang
Lebih Luas
Pandangan Smith tentang
perpajakan berakar kuat dalam kerangka filosofi ekonominya yang lebih luas,
yang dibangun di atas beberapa pilar utama:
- Pembagian Kerja (Division of Labour): Smith
mengidentifikasi pembagian kerja sebagai faktor kunci peningkatan
produktivitas tenaga kerja. Dengan memecah proses produksi menjadi
tugas-tugas kecil yang terspesialisasi, efisiensi
dapat ditingkatkan secara dramatis, menghasilkan "kemakmuran
universal" (universal opulence). Spesialisasi memungkinkan
pekerja mengembangkan keterampilan khusus dan mendorong penggunaan mesin
hemat tenaga kerja. Surplus yang dihasilkan dari spesialisasi kemudian
dapat dipertukarkan, menyebarkan manfaat ke seluruh masyarakat.
- Akumulasi Modal (Capital Accumulation):
Kemajuan ekonomi suatu negara bergantung pada akumulasi modal. Dengan
menabung sebagian dari hasil produksi (tidak langsung mengonsumsinya) dan
menginvestasikannya kembali dalam proses produksi yang lebih baik
(misalnya, mesin baru), kapasitas produktif masa
depan dapat ditingkatkan. Proses ini menciptakan lingkaran
kebajikan (virtuous circle) pertumbuhan ekonomi. Namun, akumulasi
modal hanya akan terjadi jika individu merasa yakin bahwa properti mereka
aman dari pencurian atau perampasan sewenang-wenang oleh negara atau pihak
lain. Oleh karena itu, perlindungan hak milik
menjadi sangat penting.
- Pasar Bebas (Free Markets) & Tangan Tak
Terlihat (Invisible Hand): Smith berpendapat bahwa dalam sistem pasar
yang bebas dan kompetitif, pengejaran kepentingan pribadi (self-interest)
oleh individu secara tidak sengaja akan menghasilkan manfaat sosial yang
maksimal. Mekanisme "tangan tak terlihat" ini bekerja melalui
kekuatan penawaran dan permintaan. Ketika suatu barang langka, harga dan
keuntungan akan naik, mendorong produsen untuk mengalokasikan lebih banyak
modal ke produksinya. Sebaliknya, ketika terjadi kelebihan pasokan, harga
dan keuntungan turun, mendorong produsen untuk memindahkan modal ke tempat
lain. Sistem ini secara otomatis mengarahkan sumber daya ke penggunaan
yang paling bernilai bagi masyarakat tanpa memerlukan arahan terpusat.
Persaingan bebas sangat penting untuk mencegah monopoli, menjaga harga
tetap rendah, dan mendorong inovasi.
- Peran Terbatas Pemerintah (Limited Government):
Mengingat efektivitas mekanisme pasar otomatis, Smith menganjurkan peran
pemerintah yang terbatas. Fungsi inti pemerintah
adalah :
- Menyelenggarakan pertahanan
nasional.
- Menegakkan sistem keadilan
untuk melindungi hak milik, menegakkan kontrak, dan menghukum
kejahatan.
- Menyediakan pekerjaan umum
dan institusi publik tertentu (infrastruktur seperti jalan,
jembatan, kanal; dan pendidikan dasar universal) yang tidak dapat
disediakan secara efisien oleh pasar swasta karena masalah keuntungan.
Pemerintah harus menjaga agar ekonomi pasar tetap terbuka dan bebas,
serta tidak melakukan intervensi yang mendistorsi pasar melalui subsidi
yang tidak perlu, preferensi pajak, kontrol harga, atau pemberian
monopoli. Smith memperingatkan terhadap pemerintahan birokratis yang
besar, dengan menyatakan, "Tidak ada seni yang lebih cepat dipelajari
oleh satu pemerintah dari pemerintah lain selain seni menguras uang dari
kantong rakyat".
Perpajakan sebagai Sarana
Pendanaan Pemerintah
Kebutuhan akan perpajakan dalam
sistem Smith muncul secara langsung dari kebutuhan untuk mendanai fungsi-fungsi pemerintah yang terbatas namun
esensial ini. Pajak adalah cara bagi warga negara ("subjek
negara") untuk berkontribusi pada "biaya pengelolaan" negara,
mirip dengan penyewa bersama yang berkontribusi pada pengelolaan sebuah
properti besar. Namun, karena pajak pada dasarnya mengambil sumber daya dari
penggunaan swasta yang berpotensi produktif , Smith menekankan pentingnya
merancang sistem perpajakan yang seminimal mungkin
mengganggu mekanisme pasar bebas dan akumulasi modal.
Keterkaitan antara filosofi
ekonomi dan perpajakan Smith sangatlah erat. Prinsip-prinsip
pajaknya bukanlah aturan arbitrer, melainkan perpanjangan logis dari keyakinan
ekonominya. Penekanannya pada kepastian (Certainty) dan biaya minimal
(Economy) berasal dari keinginannya untuk tidak mengganggu sistem pasar
'otomatis' yang didorong oleh kepentingan pribadi dan akumulasi modal. Fokusnya
pada proporsionalitas (Equity) terkait dengan gagasan bahwa kontribusi harus
mencerminkan manfaat yang diterima dari perlindungan negara, terutama
perlindungan properti, yang merupakan pusat akumulasi modal. Kebutuhan akan
pajak itu sendiri muncul hanya karena pasar bebas tidak dapat secara
efisien menyediakan barang publik tertentu seperti pertahanan dan keadilan.
Dengan demikian, memahami pandangan Smith tentang pajak
memerlukan pemahaman tentang pandangannya mengenai pertumbuhan, modal, dan
peran terbatas pemerintah. Kebijakan pajak tidak dilihatnya sebagai alat
utama untuk rekayasa sosial atau redistribusi besar-besaran, melainkan sebagai
mekanisme pendanaan yang diperlukan, yang dirancang agar sekompatibel mungkin
dengan pasar bebas yang berkembang.
III. Empat Asas Perpajakan
Adam Smith
Dalam Buku V The Wealth of
Nations, Adam Smith menguraikan empat asas atau
maksim (maxims) fundamental yang menurutnya harus menjadi pedoman
dalam merancang sistem perpajakan yang baik ("good tax system").
Asas-asas ini bertujuan untuk menciptakan sistem pajak yang adil, efisien,
dapat diprediksi, dan nyaman bagi pembayar pajak, serta efektif bagi
pemerintah. Smith menyajikannya bukan sebagai kebijakan pajak yang kaku,
melainkan sebagai cita-cita atau prinsip panduan bagi para legislator. Keempat
asas tersebut adalah Keadilan (Equity), Kepastian (Certainty), Kenyamanan
(Convenience), dan Efisiensi (Economy).
Asas Keadilan
(Equity/Equality)
Asas pertama dan mungkin yang
paling banyak dibahas adalah Keadilan. Smith mendefinisikannya sebagai berikut:
"The subjects of every
state ought to contribute towards the support of the government, as nearly as
possible, in proportion to their respective abilities; that is, in proportion
to the revenue which they respectively enjoy under the protection of the
state."
Artinya, setiap
warga negara harus berkontribusi untuk mendukung pemerintah, sedapat mungkin,
sebanding dengan kemampuan mereka masing-masing; yaitu, sebanding dengan
pendapatan yang mereka nikmati di bawah perlindungan negara. Untuk memperjelas,
Smith menggunakan analogi penyewa bersama (joint tenants) dari sebuah
properti besar, yang semuanya wajib berkontribusi pada biaya pengelolaan
properti tersebut sebanding dengan kepentingan masing-masing di dalamnya. Dalam
analogi ini, pembayar pajak ibarat pemegang saham.
Interpretasi asas ini telah
menjadi subjek perdebatan, khususnya mengenai apakah Smith menganjurkan pajak
proporsional atau progresif:
- Argumen Proporsional: Frasa kunci
"sebanding dengan pendapatan" (in proportion to the revenue)
sangat kuat menyiratkan sistem pajak proporsional, di mana setiap orang
membayar persentase pendapatan yang sama (mirip flat tax). Analogi
penyewa bersama juga mendukung interpretasi proporsional ini. Lebih
lanjut, Smith secara eksplisit menolak pajak pendapatan atau pajak kepala
(capitation taxes) yang mencoba mengenakan pajak sebanding dengan
kekayaan (fortune) karena ia menganggapnya "sepenuhnya
arbitrer" dan memerlukan "inkuisisi yang lebih tidak dapat
ditoleransi daripada pajak apa pun" untuk menentukan kekayaan
seseorang yang selalu berubah.
- Argumen Progresif: Beberapa penafsir
menekankan frasa "kemampuan masing-masing" (respective
abilities) atau tujuan mengurangi kesenjangan kaya-miskin sebagai
indikasi dukungan terhadap progresivitas. Ada juga kutipan yang sering
diajukan: "Tidak terlalu tidak masuk akal bahwa orang kaya harus
berkontribusi pada pengeluaran publik, tidak hanya sebanding dengan
pendapatan mereka, tetapi sedikit lebih dari proporsi itu". Namun,
analisis kontekstual menunjukkan bahwa kutipan terakhir ini secara
spesifik merujuk pada pajak sewa rumah, di mana Smith mengamati bahwa
orang kaya cenderung membayar porsi pendapatan yang lebih besar untuk
sewa, sehingga beban pajak secara alami jatuh lebih berat pada mereka; ini
bukanlah dukungan umum untuk tarif pajak progresif. Smith memang
menganggap pajak atas barang mewah (yang lebih banyak dikonsumsi orang
kaya) dapat diterima meskipun mungkin jatuhnya tidak proporsional.
Asas Keadilan Smith juga
menggabungkan elemen dari apa yang sekarang dikenal sebagai Prinsip
Kemampuan Membayar (Ability to Pay Principle) dan Prinsip Manfaat
(Benefit Principle). "Kemampuan" dalam konteks Smith terkait erat
dengan "pendapatan yang dinikmati di bawah perlindungan negara".
Mereka yang memiliki lebih banyak properti atau pendapatan dianggap mendapat
manfaat lebih besar dari perlindungan negara (terutama perlindungan properti
yang krusial untuk akumulasi modal) dan karenanya memiliki 'kemampuan' yang
lebih besar untuk berkontribusi.
Asas Kepastian (Certainty)
Asas kedua adalah Kepastian, yang
didefinisikan Smith sebagai:
"The tax which each
individual is bound to pay ought to be certain, and not arbitrary. The time of
payment, the manner of payment, the quantity to be paid, ought all to be clear
and plain to the contributor, and to every other person."
Pajak
yang harus dibayar setiap individu harus pasti, tidak sewenang-wenang.
Waktu pembayaran, cara pembayaran, dan jumlah yang harus dibayar harus jelas
dan terang bagi pembayar pajak dan semua orang.
Implikasi dari asas ini sangat
signifikan. Kepastian dan prediktabilitas memungkinkan individu dan bisnis
untuk merencanakan aktivitas ekonomi mereka dengan lebih baik, mendorong
investasi, produktivitas, dan inovasi. Sebaliknya, ketidakpastian dan kesewenang-wenangan
menempatkan pembayar pajak dalam kekuasaan pemungut pajak, membuka pintu bagi
pemerasan, korupsi, dan perlakuan tidak adil. Smith menganggap ketidakpastian
sebagai kejahatan yang jauh lebih besar daripada ketidaksetaraan yang cukup
besar dalam perpajakan. Prinsip ini mendasari pentingnya hukum pajak yang jelas
dan berdasarkan undang-undang (UU).
Asas Kenyamanan (Convenience
of Payment)
Asas ketiga berkaitan dengan
kenyamanan bagi pembayar pajak:
"Every tax ought to be
levied at the time, or in the manner, in which it is most likely to be
convenient for the contributor to pay it."
Setiap
pajak harus dipungut pada waktu atau dengan cara yang paling mungkin nyaman
bagi pembayar pajak untuk membayarnya.
Contoh penerapan asas ini
termasuk pemungutan pajak penghasilan pada saat gaji diterima (misalnya,
melalui pemotongan langsung atau Pay-As-You-Earn), pemungutan pajak atas
hasil pertanian setelah panen, atau pajak atas barang konsumsi mewah yang
dibayar sedikit demi sedikit saat pembelian. Tujuannya adalah untuk mengurangi
beban administratif dan kesulitan bagi pembayar pajak, membuatnya "tanpa
rasa sakit dan bebas masalah sejauh mungkin" , yang pada gilirannya dapat
meningkatkan kepatuhan pajak. Smith mungkin akan menyetujui pemotongan otomatis
modern karena kenyamanannya, tetapi mungkin menolaknya jika itu mengaburkan
jumlah total pajak yang dibayar oleh individu.
Asas Efisiensi
(Economy/Efficiency)
Asas keempat dan terakhir adalah
Efisiensi atau Ekonomi:
"Every tax ought to be so
contrived as both to take out and to keep out of the pockets of the people as
little as possible over and above what it brings into the publick treasury of
the state."
Setiap pajak harus dirancang
sedemikian rupa sehingga mengambil dan menjaga seminimal mungkin uang dari
kantong rakyat di luar apa yang masuk ke kas negara. Prinsip ini menekankan minimalisasi biaya tambahan atau kerugian bobot mati (deadweight
loss) yang terkait dengan perpajakan.
Smith mengidentifikasi empat cara
utama bagaimana pajak dapat menimbulkan inefisiensi :
- Biaya Administrasi Pemungutan: Gaji sejumlah
besar petugas pajak dapat menghabiskan sebagian besar penerimaan pajak,
dan tunjangan mereka dapat menjadi beban tambahan bagi rakyat.
- Menghambat Industri: Pajak yang tinggi atau
pajak pada industri tertentu dapat menghambat kegiatan ekonomi, mengurangi
produksi, investasi, dan pada akhirnya bahkan mengurangi pendapatan pajak
itu sendiri.
- Mendorong Penghindaran dan Penyelundupan:
Tarif pajak yang memberatkan memberikan insentif besar untuk penghindaran
pajak atau penyelundupan. Hukuman yang diperlukan untuk mencegahnya
menambah beban lebih lanjut.
- Beban Kepatuhan bagi Wajib Pajak: Proses
pembayaran pajak itu sendiri bisa menyusahkan, memakan waktu, dan
mengganggu bagi pembayar pajak, termasuk biaya untuk menyewa akuntan atau
konsultan pajak.
Oleh karena itu, sistem perpajakan harus sederhana, jelas, dan hemat biaya
untuk dikelola. Pajak yang rumit atau mahal secara administratif
merugikan perekonomian melebihi jumlah pendapatan yang dihasilkannya.
Meskipun disajikan sebagai empat
pilar ideal, penerapan keempat asas Smith secara bersamaan dalam praktik
seringkali menimbulkan ketegangan inheren. Mencapai Keadilan yang sempurna
(proporsionalitas di semua sumber pendapatan) mungkin memerlukan aturan yang
rumit dan pengawasan yang intrusif, yang melanggar Kepastian dan Ekonomi.
Menyederhanakan pajak untuk meningkatkan Kepastian, Kenyamanan, dan Ekonomi
mungkin mengorbankan Keadilan jika menghasilkan proporsionalitas yang lebih
rendah. Smith sendiri menyadari kesulitan ini , dan analisisnya terhadap pajak
spesifik menunjukkan pendekatan pragmatis dalam menimbang asas-asas ini satu
sama lain. Ketegangan inilah yang menjelaskan mengapa sistem pajak modern, yang
mencoba menyeimbangkan cita-cita Smithian dengan tujuan lain seperti
redistribusi, seringkali menjadi kompleks.
Di antara keempat asas tersebut,
Smith tampaknya memberikan penekanan khusus pada Kepastian. Ia menyatakan bahwa
"tingkat ketidaksetaraan yang sangat besar... tidaklah seburuk tingkat
ketidakpastian yang sangat kecil". Hal ini menunjukkan bahwa meskipun
Keadilan (proporsionalitas) adalah prinsip pertama, Kepastian mungkin merupakan
yang paling krusial untuk stabilitas ekonomi dan pencegahan kesewenang-wenangan
pemerintah. Kekuasaan arbitrer yang diberikan kepada pemungut pajak adalah
kekhawatiran utama baginya. Prioritas ini menjelaskan keengganannya terhadap
pajak berdasarkan kekayaan yang berfluktuasi (seperti pajak
pendapatan/kekayaan) dan toleransinya terhadap ketidaksetaraan yang diketahui
dari pajak tanah Inggris yang ada, meskipun cacat terhadap asas Keadilan,
karena pajak tersebut pasti.
IV. Analisis Smith terhadap
Jenis Pajak Tertentu
Setelah menetapkan keempat
asasnya, Smith melanjutkan dengan menganalisis berbagai jenis pajak yang ada
pada masanya, mengevaluasinya berdasarkan prinsip-prinsip tersebut. Analisis
ini mengungkapkan pandangan pragmatisnya dan tantangan dalam menerapkan asas-asas
ideal dalam praktik.
Pajak atas Sewa (Rent)
Smith membedakan antara berbagai
jenis sewa dan pajaknya:
- Sewa Tanah (Land Rent): Secara umum, Smith
memandang sewa tanah, terutama sewa dasar (ground-rent) –
yang mencerminkan nilai lokasi tanah itu sendiri, bukan bangunan di
atasnya – sebagai subjek pajak yang sangat cocok. Ia berargumen bahwa
pajak atas sewa dasar akan sepenuhnya ditanggung oleh pemilik tanah, yang
bertindak sebagai monopolis dalam menetapkan sewa setinggi mungkin. Pajak
ini tidak akan menaikkan sewa rumah atau menghambat perbaikan tanah ,
sehingga memenuhi asas efisiensi karena penawaran tanah bersifat tetap.
Smith juga beralasan bahwa karena nilai sewa dasar seringkali muncul
karena pemerintahan yang baik (yang memberikan keamanan dan
infrastruktur), maka sangat masuk akal jika dana ini memberikan kontribusi
khusus kepada negara.
- Pajak Tanah Inggris: Meskipun secara teori
sewa tanah cocok dikenakan pajak, Smith mengkritik sistem pajak tanah yang
berlaku di Inggris pada masanya. Pajak ini didasarkan pada penilaian tetap
(invariable canon) yang dibuat pada abad sebelumnya (era William
dan Mary). Karena penilaian ini tidak diperbarui, pajak menjadi tidak
setara (melanggar Asas Keadilan) seiring waktu karena nilai dan
produktivitas tanah berubah secara tidak merata di berbagai wilayah. Namun,
Smith mengakui kelebihan pajak ini: ia sangat pasti (certain),
nyaman (convenient) untuk dipungut (biasanya dibayarkan bersamaan
dengan sewa oleh penyewa yang kemudian menguranginya dari pembayaran sewa
ke pemilik tanah), dan biaya pemungutannya rendah (economical).
Pajak ini juga tidak menghambat perbaikan tanah karena jumlah pajak tidak
meningkat meskipun sewa atau nilai tanah naik.
- Pajak Sewa Rumah (House Rent): Smith membagi
sewa rumah menjadi dua komponen: sewa bangunan (building rent) dan
sewa dasar (ground rent). Pajak atas sewa rumah, menurutnya, akan
terbagi bebannya: sebagian ditanggung oleh penyewa (sebagai pajak atas
pengeluaran/konsumsi tempat tinggal) dan sebagian oleh pemilik tanah
dasar. Ia mengamati bahwa pajak semacam itu cenderung jatuh lebih berat
pada orang kaya, karena mereka cenderung membelanjakan porsi pendapatan
yang lebih besar untuk perumahan yang lebih mewah, suatu hasil yang ia
anggap "tidak terlalu tidak masuk akal". Namun, ia mengkritik
metode penilaian pajak rumah yang tidak adil, seperti berdasarkan jumlah
perapian atau jendela, bukan nilai pasar sebenarnya.
Pajak atas Keuntungan
(Profits)
Smith menganggap keuntungan
sebagai dasar pengenaan pajak yang kurang ideal dibandingkan sewa.
- Kesulitan Umum: Keuntungan
bersifat sangat fluktuatif dan sulit untuk ditentukan secara akurat tanpa
penyelidikan yang intrusif terhadap urusan pribadi setiap pedagang atau
pengusaha, yang akan melanggar asas Kepastian dan Kenyamanan. Selain itu,
modal (stock) yang menghasilkan keuntungan bersifat mobile; ia
dapat dengan mudah dipindahkan ke negara atau wilayah lain jika pajaknya
terlalu tinggi, berbeda dengan tanah yang tidak dapat dipindahkan.
- Insiden Pajak (Tax Incidence): Argumen utama
Smith adalah bahwa pajak atas keuntungan kemungkinan
besar akan dialihkan (shifted) kepada konsumen dalam bentuk harga
barang yang lebih tinggi. Jika seorang pedagang dikenai pajak atas
keuntungannya, ia akan berusaha menaikkan harga jual barangnya untuk
mempertahankan tingkat keuntungan normalnya. Akibatnya, pajak atas
keuntungan pada dasarnya berfungsi seperti pajak penjualan atau pajak
konsumsi, sehingga sulit untuk mencapai tujuan Asas Keadilan (memajaki
pendapatan secara proporsional).
- Masalah Administrasi dan Penghindaran:
Memastikan dan memungut pajak atas keuntungan memerlukan pengawasan yang
signifikan dan banyak petugas pajak, yang melanggar Asas Efisiensi
(Ekonomi). Smith juga mencatat bahwa pedagang dan pemilik modal uang lebih
mudah menyembunyikan aset mereka dibandingkan pemilik tanah, sehingga
membuka peluang penghindaran pajak. Upaya historis untuk memajaki
keuntungan secara langsung, seperti komponen pajak atas "stok"
dalam pajak tanah Inggris, seringkali berakhir dengan perkiraan yang
sangat longgar, arbitrer, dan jauh di bawah nilai sebenarnya.
Pajak atas Upah (Wages)
Analisis Smith tentang pajak atas
upah paralel dengan analisisnya tentang pajak atas keuntungan:
- Insiden Pajak: Smith berpendapat bahwa pajak
langsung atas upah tenaga kerja pada umumnya akan menyebabkan kenaikan
upah, setidaknya untuk tingkat upah subsisten. Pekerja perlu menerima upah
bersih yang cukup untuk mempertahankan hidup mereka dan keluarga mereka.
Oleh karena itu, beban pajak pada akhirnya akan
digeser ke majikan (dalam bentuk biaya tenaga kerja yang lebih tinggi) dan
kemudian ke konsumen (dalam bentuk harga barang yang lebih tinggi).
Jika pasar tidak memungkinkan upah naik (misalnya karena permintaan tenaga
kerja turun), maka pajak tersebut akan mengurangi permintaan tenaga kerja,
mengurangi lapangan kerja bagi orang miskin, dan mengurangi produksi
nasional secara keseluruhan, yang pada akhirnya merugikan sumber dari mana
semua pajak dibayar.
- Dampak pada Tingkat Pendapatan: Smith
menyarankan bahwa pekerja berpenghasilan lebih tinggi mungkin berada dalam
posisi yang lebih baik untuk menegosiasikan kenaikan upah guna mengimbangi
pajak dibandingkan pekerja berpenghasilan rendah. Akibatnya, pajak upah,
terutama jika progresif, dapat secara tidak sengaja memperburuk
ketidaksetaraan pendapatan nominal setelah pajak.
- Pajak Kepala (Capitation Taxes): Seperti
disebutkan sebelumnya, Smith sangat kritis terhadap pajak kepala, terutama
jika ada upaya untuk membuatnya proporsional dengan kekayaan atau
pendapatan. Ia menganggapnya "sepenuhnya arbitrer" dan
memerlukan "inkuisisi" yang tidak dapat ditoleransi. Pajak
kepala, bersama dengan pajak konsumsi, adalah jenis pajak yang menurutnya
dimaksudkan untuk jatuh secara indiferen pada semua jenis pendapatan
(sewa, keuntungan, upah).
Pajak atas Barang Konsumsi
(Consumable Commodities)
Smith memberikan perhatian khusus
pada pajak konsumsi, membedakan secara tajam antara
barang kebutuhan pokok dan barang mewah:
- Kebutuhan Pokok (Necessaries): Smith dengan
tegas menentang pengenaan pajak atas barang-barang
kebutuhan pokok yang dikonsumsi oleh rakyat jelata atau
"golongan bawah" (inferior ranks). Ia berargumen bahwa
pajak semacam itu pada akhirnya akan jatuh pada "golongan atas"
(superior ranks). Alasannya adalah pajak ini akan memaksa upah naik
(karena pekerja harus mampu membeli kebutuhan pokok) atau mengurangi
permintaan tenaga kerja, yang keduanya merugikan perekonomian secara
keseluruhan. Memajaki kebutuhan pokok rakyat miskin dianggapnya sebagai
kebijakan ekonomi yang buruk.
- Barang Mewah (Luxuries): Sebaliknya, Smith memandang pajak atas barang mewah secara positif.
Pajak ini memenuhi Asas Kenyamanan karena dibayar oleh konsumen sedikit
demi sedikit pada saat pembelian. Pajak ini cenderung jatuh lebih berat
pada orang kaya, atau setidaknya pada pengeluaran yang bersifat mewah
(bukan kebutuhan pokok) dari semua kalangan. Smith bahkan berargumen bahwa
pengeluaran mewah dari golongan bawah seharusnya dikenai pajak,
justru karena memajaki kebutuhan pokok mereka tidak efektif dan merugikan.
Dengan memajaki kemewahan mereka, golongan bawah dapat dibuat
berkontribusi pada pendapatan negara tanpa mengganggu tingkat subsisten
mereka. Pajak konsumsi yang tinggi (cukai) atas barang-barang seperti
minuman beralkohol (bir, ale) dianggapnya sebagai sumber pendapatan negara
yang sangat produktif, meskipun sebagian besar jatuh pada konsumsi rakyat
biasa.
- Tarif/Bea Masuk (Tariffs): Sejalan dengan
kritiknya terhadap Merkantilisme, Smith menentang
keras penggunaan tarif untuk tujuan proteksionis. Ia berpendapat
bahwa tarif membuat barang impor lebih mahal bagi konsumen, menghambat
perdagangan internasional yang saling menguntungkan, dan mengalihkan
industri domestik dari penggunaan yang paling efisien. Tarif balasan (retaliatory
tariffs) juga dianggap sebagai kebijakan yang buruk, karena cenderung
meningkatkan biaya bagi konsumen domestik tanpa banyak membantu produsen
yang terkena dampak larangan ekspor awal. Namun, ia melihat potensi bea
masuk yang seragam dan rendah di seluruh wilayah kekaisaran (seperti
Imperium Britania) sebagai cara untuk memfasilitasi perdagangan bebas
internal.
Analisis Smith terhadap berbagai
jenis pajak ini menyoroti pendekatan pragmatisnya. Meskipun sewa dasar tanah
tampak ideal secara teoritis berdasarkan kriteria insiden dan efisiensi , ia
mengakui keunggulan praktis (kepastian, kenyamanan, ekonomi) dari pajak tanah
Inggris yang ada, meskipun tidak adil. Ia menyadari daya tarik teoretis untuk
memajaki keuntungan dan upah secara proporsional tetapi menganggapnya tidak
praktis karena masalah penentuan insiden, kesulitan penilaian, dan mobilitas
modal/tenaga kerja. Hal ini membawanya untuk lebih
menyukai pajak konsumsi atas barang mewah sebagai cara yang praktis,
meskipun tidak langsung, untuk memajaki pengeluaran. Rekomendasi Smith dibentuk
oleh kapasitas administratif dan realitas ekonomi pada masanya. Fokusnya adalah
menemukan pajak yang "paling tidak buruk" (least bad tax) ,
menyeimbangkan asas-asas teoretisnya dengan kendala praktis.
Lebih jauh, penentangan kuat
Smith terhadap pemajakan barang kebutuhan pokok dan analisisnya tentang insiden
pajak upah mengungkapkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan kelas pekerja,
yang merupakan "bagian terbesar dari setiap masyarakat politik besar".
Ia percaya bahwa kemakmuran mereka sangat penting bagi kemakmuran nasional.
Meskipun tidak menganjurkan negara kesejahteraan modern, kerangka pajaknya
bertujuan untuk menghindari kebijakan yang akan membebani orang miskin secara
tidak proporsional atau menekan upah dan kesempatan kerja. Argumennya untuk
memajaki kemewahan orang miskin adalah cara agar mereka berkontribusi
tanpa membahayakan tingkat subsisten mereka. Ini menantang penggambaran
simplistis Smith yang hanya peduli pada kepentingan kapitalis.
V. Relevansi Modern, Kritik,
dan Perbandingan
Meskipun ditulis lebih dari dua
abad yang lalu, prinsip-prinsip perpajakan Adam Smith terus bergema dalam
diskusi kebijakan fiskal kontemporer, sambil juga mengundang analisis kritis
dan perbandingan dengan teori-teori yang lebih baru.
Pengaruh yang Bertahan Lama
Keempat
asas perpajakan Smith – Keadilan, Kepastian, Kenyamanan, dan Efisiensi – tetap
menjadi konsep dasar dalam studi keuangan publik dan perumusan kebijakan pajak
di seluruh dunia. Prinsip Kepastian, Kenyamanan, dan Efisiensi terus
memandu perdebatan tentang perlunya penyederhanaan pajak, transparansi,
pengurangan biaya administrasi dan kepatuhan, serta efektivitas sistem pajak.
Ideal Keadilan, meskipun interpretasinya berkembang, tetap menjadi inti dari
legitimasi sistem perpajakan. Penekanan Smith pada minimalisasi kerugian bobot
mati (deadweight loss) adalah konsep sentral dalam analisis efisiensi
pajak modern. Banyak sistem pajak modern, termasuk di Indonesia, secara
eksplisit atau implisit merujuk pada asas-asas Smith sebagai landasan.
Analisis dan Kritik Akademis
Para akademisi modern terus
menganalisis dan memperdebatkan relevansi serta keterbatasan pandangan Smith:
- Relevansi di Era Modern: Studi-studi terbaru
menegaskan bahwa prinsip-prinsip Smith tetap fundamental tetapi memerlukan
adaptasi untuk menghadapi tantangan kontemporer seperti globalisasi,
transformasi digital, dan isu keberlanjutan lingkungan. Misalnya,
pertumbuhan ekonomi digital dan operasi perusahaan multinasional menantang
prinsip-prinsip tradisional seperti teritorialitas pajak. Diperlukan
penyesuaian untuk memastikan sistem pajak tetap adil dan efisien dalam
konteks baru ini.
- Kritik terhadap Kesederhanaan vs. Kompleksitas:
Dorongan untuk menyederhanakan pajak, seringkali dengan merujuk pada asas
Kepastian dan Ekonomi Smith , dilawan dengan argumen bahwa kompleksitas
dalam sistem pajak modern seringkali muncul bukan karena kesengajaan,
melainkan sebagai konsekuensi dari upaya mencapai tujuan-tujuan lain yang
juga valid. Tujuan-tujuan ini termasuk mencegah penghindaran pajak,
memastikan keadilan (dalam interpretasi modern yang mungkin lebih
menekankan progresivitas), menyeimbangkan berbagai trade-off ekonomi, atau
menggunakan sistem pajak untuk tujuan sosial (misalnya, insentif untuk
perilaku tertentu). Ekonomi modern yang kompleks dan tujuan sosial yang
lebih luas mungkin memerlukan sistem yang lebih rumit daripada yang
dibayangkan Smith.
- Kritik terhadap Asas-asas Smith: Beberapa
kritikus mempertanyakan status "jelas" dari asas-asas Smith.
Misalnya, dari perspektif tertentu, biaya pemungutan yang tinggi
(melanggar Ekonomi) mungkin lebih baik jika pajak itu sendiri tidak adil,
karena mengurangi efektivitas pemungutannya. Ketidaknyamanan (melanggar
Kenyamanan) bisa jadi memicu perlawanan terhadap pajak yang menindas.
Kepastian (Certainty) dapat mempermudah pemungutan pajak yang tidak adil,
dan penghindaran pajak mungkin secara ekonomi bermanfaat atau bahkan bermoral
jika pajaknya menindas. Kritik lain berfokus pada kesulitan praktis dalam
menerapkan prinsip-prinsip tersebut secara sempurna, misalnya, mencapai
Keadilan yang sesungguhnya dalam situasi ekonomi yang kompleks dan
beragam.
- Misinterpretasi: Penting untuk dicatat bahwa
beberapa kritik terhadap Smith didasarkan pada misinterpretasi atau
kutipan di luar konteks. Klaim bahwa Smith mendukung pajak pendapatan
progresif atau regulasi monopoli yang ekstensif seringkali tidak akurat
ketika teksnya dibaca secara keseluruhan.
- Keterbatasan Fokus: Kerangka kerja Smith
berfokus pada efisiensi dan proporsionalitas dalam konteks pemerintahan
terbatas yang melindungi hak milik dan memfasilitasi pasar bebas. Kritik
modern seringkali berasal dari titik awal normatif yang berbeda, seperti
prioritas yang lebih tinggi pada redistribusi pendapatan dan kekayaan atau
intervensi pemerintah yang lebih aktif untuk mengatasi eksternalitas atau
ketidaksetaraan.
Perbandingan dengan Teori
Pajak Modern
Perbandingan dengan teori pajak
modern menyoroti evolusi pemikiran:
- Teori Perpajakan Optimal (Optimal Taxation
Theory): Teori modern, yang berakar pada karya James Mirrlees,
menggunakan pendekatan yang lebih formal dan matematis. Tujuannya adalah
merancang sistem pajak yang memaksimalkan fungsi kesejahteraan sosial (social
welfare function), dengan secara eksplisit memodelkan trade-off antara
Keadilan (sering diartikan sebagai redistribusi atau progresivitas) dan
Efisiensi (minimalisasi distorsi perilaku ekonomi atau deadweight loss).
Pendekatan ini lebih fokus pada hasil (outcome) kesejahteraan
daripada hanya pada prinsip-prinsip proses seperti yang ditekankan Smith.
- Prinsip Manfaat vs. Kemampuan Membayar:
Sementara Smith menggabungkan kedua ide ini dalam asas Keadilannya , teori
modern cenderung memisahkannya lebih jelas. Teori pajak pendapatan optimal
modern sebagian besar didasarkan pada prinsip kemampuan membayar (atau
pajak atas endowment) dengan tujuan utilitarian/kesejahteraan, yang
menekankan redistribusi. Sebaliknya, pendekatan berbasis manfaat murni
(pajak dikaitkan langsung dengan manfaat layanan publik yang diterima)
dianggap lebih bersifat libertarian dan kurang sentral dalam teori pajak pendapatan
optimal, meskipun versi 'klasik' Smith mengaitkan manfaat dengan
kemampuan/pendapatan.
- Pajak Lump-Sum: Teori optimal modern
mengidentifikasi pajak lump-sum (pajak dengan jumlah tetap per
orang, tidak tergantung pada pendapatan atau perilaku) sebagai pajak yang
paling efisien karena tidak mendistorsi keputusan ekonomi. Namun, pajak
ini umumnya dianggap tidak adil dan tidak praktis. Penolakan Smith
terhadap pajak kepala yang arbitrer sudah mengantisipasi kesulitan praktis
ini.
- Pajak Konsumsi: Beberapa ekonom modern
berpendapat bahwa pajak konsumsi secara inheren lebih efisien daripada
pajak pendapatan karena tidak terlalu menghambat tabungan dan investasi.
Ini sejalan dengan preferensi praktis Smith untuk memajaki konsumsi barang
mewah, meskipun alasannya lebih berfokus pada insiden pajak dan kenyamanan
daripada argumen efisiensi tabungan modern.
Perbandingan dengan Ekonom
Lain
Membandingkan Smith dengan
pemikir ekonomi lainnya menempatkan pandangannya dalam perspektif yang lebih
luas:
- Karl Marx: Menawarkan kritik fundamental
terhadap sistem kapitalis yang dianalisis Smith. Marx berfokus pada
eksploitasi tenaga kerja, konsep nilai lebih (surplus value), dan
konflik kelas antara kapitalis dan proletariat. Marx memandang pasar bebas
Smith sebagai penyamaran hubungan eksploitatif. Ia mengkritik proposal
seperti pajak tanah Henry George (yang berakar pada Smith/Ricardo) sebagai
langkah yang tidak memadai, yang hanya akan mengalihkan kekuasaan dari
pemilik tanah ke kapitalis industri tanpa membebaskan tenaga kerja.
- Henry George: Sangat dipengaruhi oleh
gagasan Smith dan Ricardo tentang sewa tanah. George menganjurkan
"pajak tunggal" (single tax) atas nilai tanah sebagai
sumber pendapatan utama pemerintah, percaya bahwa itu tidak mendistorsi
ekonomi dan adil. Sementara Smith menganggap sewa tanah sebagai dasar
pajak yang baik , ia menganalisis banyak pajak lain dan tidak pernah
mengusulkannya sebagai solusi tunggal. Fokus George jauh lebih sempit
dibandingkan analisis sistem ekonomi komprehensif Smith.
- John Maynard Keynes: Berkonsentrasi pada
ekonomi makro, permintaan agregat, dan peran aktif pemerintah dalam
menstabilkan ekonomi melalui kebijakan fiskal (termasuk perpajakan) dan
moneter, terutama untuk mengatasi pengangguran selama resesi. Ini berbeda
dengan fokus Smith pada fondasi mikroekonomi, pasar bebas, pemerintahan
terbatas, dan faktor-faktor sisi penawaran (pembagian kerja, akumulasi
modal). Keynes melihat peran pemerintah yang jauh lebih besar dan lebih
intervensionis, yang didanai oleh pajak, dibandingkan dengan Smith.
Perbandingan ini menyoroti
evolusi definisi 'Keadilan' dalam perpajakan. 'Equity' bagi Smith utamanya
berarti proporsionalitas berdasarkan pendapatan atau kemampuan yang terkait
dengan perlindungan negara. Diskusi modern tentang keadilan pajak, yang dipengaruhi
oleh utilitarianisme dan pemikir selanjutnya, seringkali jauh lebih eksplisit
menekankan keadilan vertikal (progresivitas) dan redistribusi. Meskipun Smith
tidak menentang orang kaya membayar lebih banyak secara absolut
(proporsionalitas memastikan ini) atau bahkan "sedikit lebih" dalam
kasus spesifik seperti pajak rumah , prinsip intinya bukanlah redistribusi
progresif seperti yang dipahami saat ini. Membandingkan Smith dengan teori
modern memerlukan pengakuan atas pergeseran semantik ini.
Selain itu, terlihat adanya
persistensi trade-off antara efisiensi dan keadilan. Ketegangan yang dinavigasi
Smith antara keempat asasnya (misalnya, antara Keadilan dan Ekonomi/Kepastian)
mencerminkan trade-off inti antara efisiensi dan keadilan dalam teori pajak
optimal modern. Smith mencari efisiensi (Ekonomi, Kepastian, Kenyamanan) sambil
membidik bentuk keadilan (proporsionalitas). Teori modern berusaha meminimalkan
kehilangan efisiensi (distorsi) sambil mencapai tingkat keadilan distributif
yang diinginkan (seringkali progresivitas). Tantangan mendasar dalam merancang
sistem pajak yang adil dan seminimal mungkin mengganggu aktivitas ekonomi
adalah masalah yang abadi, yang diakui secara implisit oleh Smith dan
diformalkan secara eksplisit oleh para teoretikus modern.
VI. Sintesis dan Kesimpulan
Pandangan Adam Smith tentang
perpajakan, sebagaimana diartikulasikan dalam The Wealth of Nations,
merupakan bagian integral dari visi ekonominya yang lebih luas tentang
masyarakat pasar bebas yang makmur. Ia memandang pajak
bukan sebagai tujuan itu sendiri, melainkan sebagai sarana yang diperlukan
untuk mendanai fungsi-fungsi inti pemerintah yang terbatas: pertahanan,
administrasi keadilan, pekerjaan umum tertentu, dan pendidikan.
Mengingat pajak mengambil sumber daya dari sektor swasta yang produktif, Smith
menekankan perlunya sistem perpajakan yang dirancang untuk meminimalkan
gangguan terhadap mekanisme pasar dan akumulasi modal.
Inti dari
filosofi perpajakannya terkandung dalam empat asas terkenalnya: Keadilan
(kontribusi proporsional dengan kemampuan/pendapatan di bawah perlindungan
negara), Kepastian (pajak harus jelas dan tidak arbitrer), Kenyamanan (dipungut
pada waktu dan cara yang paling nyaman bagi pembayar pajak), dan
Efisiensi/Ekonomi (biaya pemungutan dan kerugian ekonomi lainnya harus
diminimalkan). Asas-asas ini tidak berdiri sendiri, melainkan terkait erat
dengan keyakinan Smith pada kekuatan pembagian kerja, pentingnya akumulasi
modal yang aman, efisiensi pasar bebas yang diatur oleh "tangan tak
terlihat," dan perlunya pemerintahan yang terbatas.
Analisisnya terhadap jenis pajak
tertentu—sewa, keuntungan, upah, dan barang konsumsi—menunjukkan penerapan
pragmatis dari prinsip-prinsip ini. Ia mengakui bahwa tidak ada pajak yang
sempurna dan bahwa trade-off seringkali tak terhindarkan antara asas-asas yang
berbeda (misalnya, antara Keadilan dan Efisiensi/Kepastian). Preferensinya
untuk pajak atas sewa dasar tanah dan pajak atas barang mewah, serta
keengganannya terhadap pajak langsung atas keuntungan dan upah (karena masalah
insiden dan administrasi) dan pajak atas kebutuhan pokok (karena dampak
negatifnya pada pekerja miskin), mencerminkan upaya untuk menemukan solusi yang
"paling tidak buruk" dalam konteks ekonomi dan administratif abad
ke-18.
Warisan pemikiran Smith tentang
perpajakan sangat besar. Keempat asasnya terus menjadi titik acuan fundamental
dalam perdebatan kebijakan pajak secara global. Konsep-konsep seperti efisiensi
pajak, kepastian hukum, dan keadilan (meskipun interpretasinya berkembang)
tetap relevan. Namun, relevansi langsung pandangannya dihadapkan pada tantangan
kompleksitas ekonomi modern, globalisasi, digitalisasi, dan tujuan kebijakan
yang lebih luas seperti redistribusi pendapatan yang signifikan dan
keberlanjutan lingkungan. Kritik terhadap pandangan Smith seringkali muncul
dari perspektif normatif yang berbeda atau menyoroti kesulitan inheren dalam
menerapkan prinsip-prinsip idealnya secara sempurna.
Pada akhirnya, The Wealth of Nations
menawarkan kerangka kerja yang kuat untuk memahami prinsip-prinsip dasar
perpajakan yang baik dan trade-off fundamental yang terlibat dalam
perancangan sistem pajak. Meskipun tidak memberikan jawaban siap pakai untuk
setiap tantangan fiskal kontemporer, analisis Adam
Smith tetap menjadi sumber wawasan yang tak ternilai bagi para pembuat
kebijakan, akademisi, dan siapa pun yang tertarik pada hubungan antara negara,
pasar, dan warga negara dalam membiayai kehidupan publik. Karyanya
mengingatkan kita bahwa perpajakan, meskipun merupakan "kejahatan yang
perlu," harus selalu dirancang dengan hati-hati agar sejalan dengan tujuan
kemakmuran ekonomi dan keadilan fundamental.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar