Jumat, 23 Mei 2025

Mengenal dan Memahami OECD Model Tax Convention

Pendahuluan

OECD Model Tax Convention on Income and on Capital adalah sebuah draf konvensi pajak komprehensif yang bertujuan utama untuk mengatasi masalah pemajakan berganda internasional (international juridical double taxation) atas penghasilan dan modal. Pemajakan berganda terjadi ketika dua (atau lebih) Negara mengenakan pajak yang sebanding terhadap wajib pajak yang sama atas objek pajak yang sama. Konvensi Model ini berfungsi sebagai cetak biru (blueprint) atau templat bagi negara-negara anggota OECD dan negara-negara lain dalam menegosiasikan dan menyimpulkan perjanjian pajak bilateral mereka.

Meskipun bukan merupakan instrumen hukum yang secara otomatis mengikat Negara-negara, Konvensi Model ini memiliki pengaruh yang luas dalam praktik perjanjian pajak internasional. Konvensi ini bersifat ambulatory, yang berarti secara berkala diperbarui dan diamandemen oleh Komite Urusan Fiskal OECD untuk mencerminkan perkembangan baru dalam ekonomi global dan praktik perpajakan. Seiring waktu, judul Konvensi Model juga berubah untuk secara eksplisit mengakui perannya dalam pencegahan penghindaran pajak (tax evasion and avoidance), di samping penghapusan pemajakan berganda.

Struktur Konvensi Model

Konvensi Model distrukturkan ke dalam beberapa bab yang membahas berbagai aspek perpajakan internasional:

  • Bab I: Lingkup Konvensi (Scope of the Convention): Menentukan siapa saja yang dicakup (Orang yang Dicakup - Pasal 1) dan jenis pajak yang dicakup (Pajak yang Dicakup - Pasal 2). Pasal 1 menetapkan bahwa Konvensi ini berlaku untuk orang (person) yang merupakan penduduk (resident) dari satu atau kedua Negara Kontrak. Pasal 2 mencakup pajak atas penghasilan dan atas modal yang dikenakan atas nama Negara Kontrak atau subdivisi politik atau otoritas lokalnya. Komentar pada Pasal 2 menyebutkan bahwa otoritas yang berwenang dari Negara Kontrak harus memberitahu satu sama lain tentang perubahan signifikan dalam undang-undang perpajakan mereka.
  • Bab II: Definisi (Definitions): Mendefinisikan istilah-istilah kunci yang digunakan dalam Konvensi (Definisi Umum - Pasal 3, Penduduk - Pasal 4, Bentuk Usaha Tetap - Pasal 5). Definisi ini sangat penting untuk penerapan Konvensi yang tepat. Pasal 4 mendefinisikan "penduduk" untuk tujuan Konvensi, yang krusial dalam menyelesaikan kasus pemajakan berganda akibat domisili ganda. Pasal 5 mendefinisikan "bentuk usaha tetap" (Permanent Establishment - PE), konsep fundamental yang menentukan kapan keuntungan bisnis suatu perusahaan dari satu Negara dapat dikenakan pajak di Negara lain. Penghapusan Pasal 14 pada tahun 2000 menyebabkan penghasilan dari jasa pribadi independen sekarang dicakup di bawah Pasal 7 melalui konsep Bentuk Usaha Tetap. Beberapa Negara Non-OECD memiliki posisi yang tidak sepenuhnya setuju dengan interpretasi tertentu mengenai Bentuk Usaha Tetap dalam Komentar.
  • Bab III: Perpajakan Penghasilan (Taxation of Income): Bagian utama Konvensi yang mengalokasikan hak pemajakan atas berbagai jenis penghasilan antara Negara domisili (residence state) dan Negara sumber (source state). Pembagian hak pemajakan ini sering kali mengikuti pola: hak eksklusif di Negara domisili, hak non-eksklusif di Negara sumber (dengan atau tanpa batasan tarif), atau hak eksklusif di Negara sumber (jarang, tetapi ada).
  • Bab V: Metode Penghapusan Pemajakan Berganda (Methods for Eliminating Double Taxation): Mengatur bagaimana Negara domisili harus memberikan keringanan atas pajak yang dibayar di Negara sumber sesuai dengan Konvensi. Bab ini berfokus pada Pasal 23, 23A, dan 23B.

Pembagian Hak Pemajakan Berdasarkan Jenis Penghasilan

Bab III adalah inti dari Konvensi Model, menetapkan aturan untuk berbagai jenis penghasilan. Berikut adalah ringkasan beberapa Pasal penting dalam Bab ini:

  • Pasal 6 (Penghasilan dari Harta Tak Gerak): Negara tempat harta tak gerak berada (Negara situs) memiliki hak untuk mengenakan pajak atas penghasilan dari harta tersebut. Prinsip ini serupa dengan perpajakan atas keuntungan modal dari penjualan harta tak gerak di Pasal 13.
  • Pasal 7 (Keuntungan Bisnis): Umumnya, keuntungan dari suatu perusahaan dari satu Negara Kontrak hanya dikenakan pajak di Negara domisilinya, kecuali jika perusahaan tersebut menjalankan bisnis di Negara Kontrak lainnya melalui bentuk usaha tetap (PE) yang berlokasi di sana. Jika ada PE, keuntungan perusahaan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut, tetapi hanya sebesar yang diatribusikan kepada Bentuk Usaha Tetap tersebut. Setelah penghapusan Pasal 14, penghasilan dari jasa profesional atau aktivitas independen lainnya juga dicakup di bawah Pasal 7 sebagai keuntungan bisnis. Atribusi keuntungan ke PE harus dilakukan seolah-olah PE adalah entitas yang terpisah dan independen (mengikuti prinsip arm's length).
  • Pasal 8 (Pelayaran, Transportasi Perairan Darat, dan Transportasi Udara): Keuntungan dari pengoperasian kapal, perahu, atau pesawat dalam lalu lintas internasional umumnya hanya dikenakan pajak di Negara tempat manajemen efektif perusahaan berada.
  • Pasal 9 (Perusahaan-perusahaan yang Berhubungan Istimewa): Jika perusahaan-perusahaan yang berhubungan istimewa (associated enterprises) bertransaksi dengan kondisi yang berbeda dari yang akan disepakati oleh perusahaan independen (arm's length), Negara dapat menyesuaikan keuntungan perusahaan tersebut untuk mencerminkan kondisi arm's length. Prinsip ini terkait erat dengan pedoman transfer pricing OECD.
  • Pasal 10 (Dividen): Dividen yang dibayarkan oleh perusahaan yang merupakan penduduk suatu Negara kepada penduduk Negara lain dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut (Negara domisili penerima). Namun, dividen tersebut juga dapat dikenakan pajak di Negara tempat perusahaan pembayar berdomisili (Negara sumber), meskipun tarif pajak di Negara sumber biasanya dibatasi oleh Konvensi (seringkali dengan tarif yang lebih rendah untuk pemegang saham perusahaan yang signifikan). Konsep "beneficial owner" penting untuk penerapan Pasal ini, memastikan bahwa manfaat Konvensi diberikan kepada penerima manfaat sesungguhnya. Konvensi Model juga membahas bagaimana menangani distribusi dari Real Estate Investment Trusts (REITs).
  • Pasal 11 (Bunga): Bunga yang timbul di suatu Negara dan dibayarkan kepada penduduk Negara lain dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut (Negara domisili penerima). Namun, bunga tersebut juga dapat dikenakan pajak di Negara tempat timbulnya bunga (Negara sumber), meskipun tarif pajak di Negara sumber biasanya dibatasi oleh Konvensi. "Beneficial owner" juga relevan untuk Bunga.
  • Pasal 12 (Royalti): Dalam Konvensi Model (versi 2008, 2014, 2017), royalti yang timbul di satu Negara dan dibayarkan kepada penduduk Negara lain hanya dikenakan pajak di Negara lain tersebut (Negara domisili penerima). Ini berarti Negara sumber tidak memiliki hak pemajakan atas royalti berdasarkan Konvensi Model ini. (Catatan: Dalam praktik perjanjian bilateral, banyak negara membuat reservasi untuk tetap mengenakan pajak sumber atas royalti).
  • Pasal 13 (Keuntungan Modal): Perpajakan atas keuntungan dari penjualan (alienasi) aset modal diatur dalam Pasal ini. Aturannya bervariasi tergantung jenis aset: keuntungan dari penjualan harta tak gerak dapat dikenakan pajak di Negara tempat harta tersebut berada (Negara situs). Keuntungan dari penjualan harta bergerak yang merupakan bagian dari aset Bentuk Usaha Tetap dapat dikenakan pajak di Negara tempat PE berada. Aturan untuk jenis aset lain, seperti saham, dapat bervariasi. Keuntungan dari pengoperasian kapal atau pesawat dalam lalu lintas internasional umumnya hanya dikenakan pajak di Negara tempat manajemen efektif perusahaan berada, serupa dengan Pasal 8.
  • Pasal 14 [Dihapus] (Jasa Pribadi Independen): Pasal ini dihapus pada tahun 2000 karena tidak ada perbedaan yang dimaksudkan antara konsep Bentuk Usaha Tetap (Pasal 7) dan basis tetap (fixed base), serta bagaimana keuntungan dihitung di bawah kedua Pasal tersebut. Penghasilan dari jasa pribadi independen kini diatur di bawah Pasal 7 sebagai keuntungan bisnis.
  • Pasal 15 (Penghasilan dari Pekerjaan): Gaji, upah, dan imbalan serupa yang diperoleh penduduk suatu Negara dari pekerjaan pada umumnya hanya dikenakan pajak di Negara domisili penerima. Namun, jika pekerjaan tersebut dilakukan di Negara Kontrak lainnya, penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara lain tersebut. Terdapat pengecualian (sering disebut aturan 183 hari) di mana penghasilan tetap hanya dikenakan pajak di Negara domisili jika penerima hadir di Negara lain kurang dari 183 hari, majikan bukan penduduk Negara lain tersebut, dan imbalan tidak ditanggung oleh PE majikan di Negara lain. Pasal 15 tunduk pada ketentuan Pasal 16.
  • Pasal 16 (Imbalan Direktur): Imbalan yang diterima oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai anggota dewan direksi perusahaan yang merupakan penduduk Negara lain dapat dikenakan pajak di Negara tempat perusahaan berdomisili (Negara sumber).
  • Pasal 17 (Seniman dan Olahragawan): Penghasilan yang diperoleh oleh para penghibur (entertainers) dan olahragawan dari kegiatan pribadi mereka yang dilakukan di suatu Negara Kontrak dapat dikenakan pajak di Negara tempat kegiatan itu dilakukan. Ini berlaku meskipun penghasilan tersebut diterima oleh orang lain, bukan langsung oleh seniman/olahragawan.
  • Pasal 18 (Pensiun): Pensiun (terkait dengan pekerjaan swasta) yang dibayarkan kepada penduduk suatu Negara umumnya hanya dikenakan pajak di Negara tempat penerima pensiun tersebut berdomisili.
  • Pasal 19 (Jasa Pemerintah): Gaji, upah, dan imbalan serupa, serta pensiun yang dibayarkan sehubungan dengan jasa yang diberikan kepada Negara Kontrak atau subdivisi politik/otoritas lokalnya pada umumnya hanya dikenakan pajak di Negara yang melakukan pembayaran jasa (Negara pemberi kerja). Pengecualian berlaku jika jasa dilakukan di Negara lain oleh penduduk Negara lain tersebut yang juga merupakan warganegaranya.
  • Pasal 20 (Pelajar): Pembayaran tertentu yang diterima oleh mahasiswa atau peserta magang bisnis dari sumber di luar Negara tempat mereka tinggal, untuk pemeliharaan, pendidikan, atau pelatihan mereka, dikecualikan dari pajak di Negara tempat tinggal tersebut. Pengecualian ini tidak berlaku untuk pembayaran yang berasal dari Negara tempat tinggal atau ditanggung oleh PE di Negara tersebut. Beberapa Negara mereservasi hak untuk membatasi pengecualian ini berdasarkan periode atau jumlah penghasilan.
  • Pasal 21 (Penghasilan Lain): Mencakup item-item penghasilan yang tidak secara khusus diatur dalam Pasal-pasal sebelumnya. Prinsip dasarnya adalah bahwa penghasilan semacam itu, di mana pun asalnya, hanya dapat dikenakan pajak di Negara domisili penerima, kecuali jika penghasilan tersebut terkait efektif dengan Bentuk Usaha Tetap di Negara lain. Banyak Negara mereservasi hak untuk tetap mengenakan pajak atas penghasilan lain tersebut jika berasal dari sumber di dalam negeri mereka.

Penghapusan Pemajakan Berganda

Pasal 23, 23A, dan 23B secara kolektif bertujuan untuk menghilangkan pemajakan berganda. Konvensi Model menawarkan dua metode utama yang dapat dipilih oleh Negara-negara Kontrak dalam perjanjian bilateral mereka:

  • Metode Pengecualian (Exemption Method) (diatur dalam Pasal 23A): Negara domisili mengecualikan penghasilan yang, sesuai Konvensi, telah dikenakan pajak di Negara sumber.
  • Metode Kredit (Credit Method) (diatur dalam Pasal 23B): Negara domisili mengizinkan pengurangan pajak (kredit) sebesar jumlah pajak yang dibayarkan di Negara sumber atas penghasilan yang, sesuai Konvensi, boleh dikenakan pajak di Negara sumber. Kredit ini biasanya terbatas pada jumlah pajak domestik yang diatribusikan pada penghasilan tersebut.

Negara domisili wajib memberikan keringanan (baik melalui pengecualian atau kredit) atas penghasilan penduduknya yang boleh dikenakan pajak di Negara Kontrak lainnya sesuai ketentuan Konvensi [Previous Turn]. Komentar pada Pasal 23A dan 23B juga membahas isu-isu seperti tax sparing, yang merupakan bentuk keringanan yang kontroversial.

Ketentuan Khusus

Di luar alokasi hak pemajakan dan metode penghapusan pemajakan berganda, Konvensi Model mencakup beberapa pasal penting lainnya:

  • Pasal 24 (Non-Diskriminasi): Pasal ini bertujuan untuk menghilangkan diskriminasi pajak. Ini memastikan bahwa warga negara suatu Negara Kontrak tidak diperlakukan lebih memberatkan di Negara Kontrak lainnya dibandingkan warga negara Negara tersebut dalam situasi yang sebanding. Pasal ini juga mengatur perlakuan setara untuk Bentuk Usaha Tetap perusahaan asing dan perusahaan yang modalnya dimiliki oleh penduduk Negara lain. Penting untuk dicatat bahwa perbandingan perlakuan pajak biasanya mempertimbangkan status domisili (residence). Penerapan prinsip arm's length pada transaksi antara PE dan kantor pusatnya tidak dianggap diskriminatif. Beberapa negara memiliki reservasi untuk membatasi penerapan pasal ini hanya pada pajak yang dicakup oleh Konvensi.
  • Pasal 25 (Prosedur Kesepakatan Bersama - Mutual Agreement Procedure/MAP): Pasal ini menyediakan mekanisme bagi penduduk suatu Negara Kontrak untuk meminta bantuan otoritas yang berwenang (competent authority) Negara domisilinya jika mereka percaya bahwa tindakan satu atau kedua Negara Kontrak menghasilkan pemajakan yang tidak sesuai dengan Konvensi. Otoritas yang berwenang dari kedua Negara berkewajiban untuk berusaha menyelesaikan kasus tersebut melalui kesepakatan bersama, terutama untuk menghindari pemajakan berganda. Pasal ini juga memfasilitasi konsultasi antar otoritas yang berwenang mengenai masalah penerapan Konvensi dan dapat mencakup arbitrase untuk isu-isu yang tidak terselesaikan.
  • Pasal 26 (Pertukaran Informasi - Exchange of Information): Pasal ini menetapkan kewajiban bagi otoritas yang berwenang dari Negara Kontrak untuk bertukar informasi yang relevan untuk melaksanakan ketentuan Konvensi atau hukum domestik mereka terkait pajak yang dicakup. Pertukaran informasi dapat dilakukan atas permintaan (on request), secara otomatis (automatic), atau spontan (spontaneous). Meskipun ada kewajiban ini, terdapat batasan-batasan tertentu, seperti tidak diwajibkan untuk memberikan informasi yang melanggar kerahasiaan dagang atau bertentangan dengan kebijakan publik. Kerahasiaan bank atau lembaga keuangan lainnya tidak dapat menjadi alasan untuk menolak memberikan informasi. Informasi yang diterima hanya boleh digunakan untuk tujuan perpajakan oleh pihak yang berwenang.
  • Pasal 27 (Bantuan Penagihan Pajak - Assistance in Collection of Taxes): Pasal ini memungkinkan Negara Kontrak untuk sepakat untuk memberikan bantuan satu sama lain dalam penagihan pajak mereka.
  • Pasal 28 (Agen Diplomatik dan Pejabat Konsuler): Konvensi ini tidak mempengaruhi keistimewaan fiskal agen diplomatik atau pejabat konsuler berdasarkan hukum internasional. (Dicantumkan dalam Daftar Isi dan Pendahuluan).
  • Pasal 29 (Hak atas Manfaat - Entitlement to Benefits): Perlu dicatat bahwa judul dan isi Pasal 29 dalam Konvensi Model telah berubah. Dalam versi 2008 dan 2014, Pasal 29 berjudul "Territorial Extension" (Perluasan Wilayah) dan membahas kemungkinan perluasan penerapan Konvensi ke wilayah lain. Namun, dalam versi 2017, Pasal 29 berjudul "Entitlement to Benefits" dan Komentarnya membahas mekanisme anti-penghindaran pajak. Berdasarkan deskripsi sebelumnya, Anda merujuk pada Pasal 29 versi 2017. Pasal 29 (Entitlement to Benefits) ini bertujuan untuk memastikan bahwa manfaat yang diberikan oleh Konvensi hanya dinikmati oleh penduduk Negara Kontrak yang benar-benar berhak, guna mencegah penghindaran pajak atau pemajakan berganda yang tidak semestinya, seperti melalui skema treaty shopping. Untuk mencapai tujuan ini, Pasal ini menyediakan serangkaian pengujian atau kondisi yang harus dipenuhi oleh penduduk, seperti menjadi "Qualified Person" atau melakukan "Active Conduct of a Business". Otoritas yang berwenang juga dapat memberikan manfaat secara diskresioner dalam kasus tertentu.
  • Pasal 30 & 31 (Ketentuan Penutup - Final Provisions): Pasal-pasal ini mengatur mekanisme formal seperti Berlakunya Konvensi (Entry into Force) dan Pengakhiran (Termination) Konvensi. (Ada juga Pasal 32 dalam versi 2017, yang komentarnya digabung dengan Pasal 31).

Komentar dan Posisi Non-OECD

Komentar pada Pasal-pasal Konvensi Model memberikan panduan berharga untuk interpretasi dan penerapan Konvensi Model. Komentar ini diperbarui secara berkala bersamaan dengan Pasal-pasal Konvensi Model. Meskipun sangat berpengaruh, beberapa negara berpandangan bahwa hanya Komentar yang berlaku pada saat perjanjian bilateral disimpulkan yang relevan untuk interpretasi perjanjian tersebut, kecuali jika Komentar yang lebih baru hanya mengklarifikasi makna yang sudah ada.

Selain Komentar, Konvensi Model juga menyertakan bagian yang merinci posisi Negara-negara Non-OECD (atau Non-OECD Economies). Kehadiran bagian ini menunjukkan pengaruh global Konvensi Model dan mengakui masukan dari negara-negara di luar keanggotaan inti OECD dalam proses pembaruan. Posisi-posisi ini menyoroti area di mana pandangan Negara-negara Non-OECD mungkin berbeda dari teks Model atau interpretasi yang diberikan dalam Komentar. Contoh negara yang dicantumkan posisinya termasuk Argentina, Brasil, India, Indonesia, Malaysia, Republik Rakyat Tiongkok, Singapura, dan Thailand.

Kesimpulan

OECD Model Tax Convention adalah dokumen referensi krusial dalam perpajakan internasional. Model ini menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk perjanjian pajak bilateral, mengalokasikan hak pemajakan atas berbagai jenis penghasilan dan modal antara Negara domisili dan Negara sumber, serta menyediakan metode untuk menghilangkan pemajakan berganda. Melalui pasal-pasal penting seperti yang mengatur Bentuk Usaha Tetap (Pasal 5), Keuntungan Bisnis (Pasal 7), berbagai jenis penghasilan pasif (Pasal 10, 11, 12), dan metode penghapusan pemajakan berganda (Pasal 23A/B), Konvensi ini berusaha menciptakan kepastian hukum bagi wajib pajak dan otoritas pajak. Fitur-fitur seperti non-diskriminasi (Pasal 24), prosedur kesepakatan bersama (Pasal 25), pertukaran informasi (Pasal 26), dan ketentuan anti-penghindaran pajak (seperti Pasal 29 versi 2017) menunjukkan evolusi Model untuk menangani isu-isu perpajakan internasional yang semakin kompleks. Komentar dan posisi negara-negara, termasuk Non-OECD Economies, lebih lanjut memperkaya pemahaman dan relevansi Model ini dalam praktik pajak internasional kontemporer.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengapa Tax Ratio Indonesia Rendah

Pendahuluan: Memahami Rasio Pajak Bagian ini memperkenalkan ko...