1. Pendahuluan: Memahami
Konsep Tested Party dalam Transfer Pricing
Dalam ranah transfer
pricing yang kompleks, identifikasi dan pemilihan tested party atau
pihak yang diuji merupakan salah satu pilar fundamental. Konsep ini menjadi
krusial, terutama ketika Wajib Pajak menerapkan metode penentuan harga transfer
berbasis laba untuk mengevaluasi kewajaran transaksi afiliasi.
Tested party
merujuk pada entitas yang terlibat dalam suatu transaksi terkontrol (transaksi
afiliasi) yang dipilih untuk dilakukan pengujian atas kewajaran harga transfer
atau tingkat laba yang diperolehnya. Entitas inilah yang indikator tingkat
labanya (Profit Level Indicator atau PLI), seperti marjin laba operasi
atau imbal hasil atas aset, akan dibandingkan dengan data pembanding dari
transaksi independen atau perusahaan independen yang sebanding. Meskipun
definisi ini tampak sederhana, proses identifikasi tested party dan
penentuan pembanding yang tepat merupakan latihan yang sangat rumit. Pemilihan
yang tepat memastikan bahwa analisis transfer pricing menjadi kokoh,
transparan, dan andal ketika diuji.
Penting untuk dipahami bahwa
konsep tested party menjadi relevan ketika Wajib Pajak menggunakan
metode berbasis laba (profit-based methods), seperti Resale Price
Method (RPM), Cost Plus Method (CPM), dan Transactional Net
Margin Method (TNMM). Konsep ini umumnya tidak diaplikasikan pada metode
berbasis harga seperti Comparable Uncontrolled Price (CUP) atau metode
pembagian laba (Profit Split Method atau PSM), meskipun analisis
fungsional tetap penting untuk PSM. Pemilihan tested party menjadi
dasar bagi analisis komparabilitas, yang bertujuan untuk menentukan apakah
harga atau laba dalam transaksi afiliasi telah sesuai dengan prinsip kewajaran
dan kelaziman usaha (Arm's Length Principle).
- Peran Sentral Tested Party dalam
Analisis Arm's Length Principle
Pemilihan tested party
memainkan peran sentral dalam penerapan Arm's Length Principle. Tujuan
utama dari identifikasi tested party adalah untuk menetapkan entitas
yang tingkat laba atau marjinnya akan menjadi fokus perbandingan dengan
transaksi atau entitas independen. Dengan kata lain, tested party
menjadi jangkar dalam analisis komparabilitas. Indikator tingkat laba (PLI)
dari tested party, yang dapat berupa marjin laba kotor, marjin laba
bersih operasi, imbal hasil atas aset (Return on Assets), atau metrik
relevan lainnya, akan diuji terhadap rentang kewajaran yang diperoleh dari data
pembanding.
Dengan demikian, tested
party bukanlah sekadar label dalam jargon transfer pricing,
melainkan sebuah konsep kritis yang membentuk hasil akhir dari analisis transfer
pricing suatu perusahaan. Kesalahan dalam pemilihan tested party
dapat berakibat pada kesimpulan yang keliru mengenai kewajaran harga transfer,
yang pada gilirannya dapat memicu koreksi dari otoritas pajak dan potensi
sengketa.
Secara inheren, pemilihan tested
party menyederhanakan kompleksitas analisis transfer pricing dengan
memfokuskan pada satu sisi transaksi. Ini adalah pengakuan praktis bahwa
menganalisis kedua sisi transaksi afiliasi secara mendalam dengan data
eksternal yang sebanding seringkali tidak mungkin dilakukan. Jika kedua pihak
dalam transaksi afiliasi memiliki fungsi, aset, dan risiko (FAR) yang kompleks
dan unik, mencari transaksi independen yang sebanding untuk kedua pihak
tersebut secara simultan menjadi sangat sulit, bahkan mustahil. Dengan memilih
satu pihak (biasanya yang lebih sederhana) sebagai tested party, fokus
analisis adalah menemukan pembanding untuk pihak tersebut. Asumsinya adalah
jika pihak yang diuji memperoleh imbal hasil yang wajar sesuai dengan
kontribusinya (fungsi yang dilakukan, aset yang digunakan, dan risiko yang
ditanggung), maka transaksi secara keseluruhan dapat dianggap telah memenuhi Arm's
Length Principle.
Lebih jauh, konsep tested
party mencerminkan suatu kompromi antara ketepatan teoretis dan kelayakan
praktis dalam penerapan Arm's Length Principle. Secara teoretis,
idealnya seluruh rantai nilai dan kontribusi semua pihak yang terlibat dalam
transaksi afiliasi dianalisis secara komprehensif. Namun, keterbatasan
ketersediaan data pembanding yang andal dan sumber daya yang dimiliki Wajib
Pajak maupun otoritas pajak memaksa adanya fokus pada pihak yang paling dapat
diuji secara reliabel. Pendekatan ini, meskipun praktis, juga membuka ruang
bagi otoritas pajak untuk menantang pilihan tested party jika dianggap
tidak mencerminkan realitas ekonomi transaksi atau jika ada indikasi
penyederhanaan yang berlebihan yang mengarah pada hasil yang tidak wajar.
Fenomena "flipping the tested party" oleh otoritas pajak di beberapa
negara, seperti Amerika Serikat, menunjukkan bahwa kelayakan praktis tidak
boleh mengorbankan akurasi ekonomis secara substansial.
2. Signifikansi Pemilihan Tested
Party yang Akurat
Pemilihan tested party
yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan memiliki signifikansi yang sangat
besar dalam analisis transfer pricing. Keputusan ini membawa implikasi
luas, mulai dari kepatuhan terhadap regulasi hingga efisiensi dalam manajemen
risiko pajak.
- Implikasi terhadap Kepatuhan Pajak (Arm's
Length Compliance)
Pemilihan tested party
yang tepat merupakan langkah awal yang krusial untuk memastikan kepatuhan
terhadap Arm's Length Principle. Dengan memilih entitas yang paling
sesuai untuk diuji, analisis komparabilitas dapat dilakukan berdasarkan profil
ekonomi entitas tersebut secara akurat. Hal ini memungkinkan perbandingan yang
lebih andal antara transaksi afiliasi dengan transaksi independen. Sebaliknya,
kesalahan dalam pemilihan tested party, misalnya memilih entitas yang
lebih kompleks ketika terdapat entitas lain yang lebih sederhana dalam
transaksi yang sama, dapat menyebabkan seluruh metodologi analisis transfer
pricing dipertanyakan oleh otoritas pajak. Jika otoritas pajak
menganggap pilihan tested party tidak tepat, mereka dapat menolak
analisis yang telah dilakukan Wajib Pajak dan melakukan analisis ulang dengan tested
party yang berbeda, yang berpotensi menghasilkan koreksi pajak yang
signifikan.
- Minimalisasi Risiko Sengketa Transfer
Pricing
Salah satu tujuan utama dari
dokumentasi transfer pricing yang baik adalah untuk meminimalkan risiko
sengketa dengan otoritas pajak. Pemilihan tested party yang cermat,
didukung oleh analisis fungsional yang komprehensif dan dokumentasi yang kuat,
dapat secara signifikan mengurangi kemungkinan terjadinya koreksi transfer
pricing, pengenaan sanksi atau denda, hingga proses litigasi yang panjang
dan memakan biaya. Di Indonesia, studi menunjukkan bahwa sengketa transfer
pricing memiliki frekuensi yang cukup tinggi, dan salah satu isu utama yang
seringkali menjadi sumber perselisihan adalah terkait analisis kesebandingan
dan pemilihan data pembanding. Mengingat pemilihan tested party secara
langsung memengaruhi kriteria pencarian data pembanding, akurasi pada tahap ini
menjadi sangat vital untuk membangun argumen yang defensif di hadapan otoritas
pajak.
- Efisiensi dalam Penyusunan Dokumentasi Transfer
Pricing (TP Doc)
Pemilihan tested party
yang tepat juga berkontribusi pada efisiensi dalam penyusunan dokumentasi transfer
pricing. Ketika entitas yang lebih sederhana dipilih sebagai tested
party, proses pencarian data pembanding (benchmarking) seringkali
menjadi lebih mudah dan hasilnya lebih reliabel. Hal ini karena umumnya lebih
banyak tersedia data publik mengenai perusahaan-perusahaan yang menjalankan
fungsi rutin dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki fungsi, aset, dan
risiko yang sangat kompleks atau unik. Dokumentasi transfer pricing yang
solid harus secara jelas menguraikan dasar pemikiran (rasional) di balik
pemilihan tested party tertentu dan menunjukkan mengapa pilihan tersebut
dianggap menghasilkan kesimpulan yang paling andal mengenai kewajaran harga
transfer. Dengan demikian, Wajib Pajak dapat menyusun TP Doc yang lebih
meyakinkan dengan sumber daya yang lebih efisien.
Akurasi dalam pemilihan tested
party secara langsung memengaruhi kualitas dan kemampuan untuk
mempertahankan studi pembanding (benchmarking study). Proses benchmarking
dimulai dengan pemahaman mendalam atas karakteristik tested party,
termasuk fungsi yang dijalankan, aset yang digunakan, dan risiko yang
ditanggung (analisis FAR). Jika tested party salah
diidentifikasi—misalnya, sebuah entitas dianggap sebagai distributor dengan
fungsi rutin padahal kenyataannya entitas tersebut menanggung risiko pasar yang
signifikan atau memiliki aset tidak berwujud lokal yang bernilai—maka kriteria
pencarian data pembanding akan menjadi keliru. Hal ini akan mengarahkan pada
penggunaan filter pencarian yang salah dalam database komersial, menghasilkan
set perusahaan pembanding yang tidak relevan, dan pada akhirnya, menghasilkan
rentang arm's length yang tidak valid atau tidak dapat dipertahankan.
Kesalahan fundamental ini akan merambat ke seluruh analisis ekonomi dan
melemahkan posisi Wajib Pajak.
Lebih lanjut, pemilihan tested
party yang tampak "salah" atau tidak konsisten dengan analisis
fungsional dapat menjadi semacam "bendera merah" (red flag)
bagi otoritas pajak. Hal ini dapat mengindikasikan adanya potensi kelemahan
yang lebih dalam pada keseluruhan analisis transfer pricing yang
dilakukan oleh Wajib Pajak, atau bahkan, dalam kasus ekstrem, dapat dicurigai
sebagai upaya untuk mengarahkan hasil analisis demi keuntungan pajak semata.
Otoritas pajak, yang terlatih untuk mengidentifikasi inkonsistensi dan anomali,
mungkin melihat pemilihan tested party yang tidak tepat sebagai sinyal
bahwa Wajib Pajak tidak melakukan analisis FAR secara cermat atau mencoba
menyembunyikan kontribusi nilai yang sebenarnya dari pihak-pihak yang terlibat
dalam transaksi. Sebagai contoh, jika sebuah entitas di yurisdiksi dengan tarif
pajak rendah dipilih sebagai tested party dan menunjukkan laba yang
tinggi, namun analisis fungsionalnya menunjukkan bahwa entitas tersebut hanya
menjalankan fungsi rutin dengan risiko minimal, otoritas pajak di yurisdiksi
lain (misalnya, tempat counterparty berada) kemungkinan besar akan
mempertanyakan alokasi laba tersebut. Praktik "flipping the tested
party" oleh Internal Revenue Service (IRS) di Amerika Serikat, di mana IRS
menolak tested party pilihan Wajib Pajak dan menguji pihak lain dalam
transaksi, adalah contoh nyata bagaimana otoritas pajak secara aktif mencari
dan menantang kelemahan dalam pemilihan tested party.
3. Pedoman Internasional:
Perspektif OECD dalam Pemilihan Tested Party
Organisation for Economic
Co-operation and Development (OECD) melalui "OECD Transfer Pricing
Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations" (OECD
TPG) menyediakan panduan yang diakui secara luas dan menjadi rujukan utama bagi
banyak negara, termasuk Indonesia, dalam menyusun regulasi transfer pricing
domestik. Pemilihan tested party merupakan salah satu aspek penting yang
dibahas dalam OECD TPG.
- Prinsip Dasar: Entitas dengan Fungsi
Paling Sederhana (Least Complex Entity)
Prinsip fundamental yang
dianjurkan oleh OECD TPG (dan juga United Nations Practical Manual on Transfer
Pricing for Developing Countries atau UN TP Manual) dalam pemilihan tested
party adalah memilih pihak yang memiliki analisis fungsional paling
tidak kompleks (least complex functional analysis) di antara para
pihak yang terlibat dalam transaksi afiliasi. Alasan utama di balik prinsip ini
adalah pertimbangan praktis dan keandalan. Umumnya, lebih mudah untuk
menemukan data pembanding yang andal dan melakukan analisis yang akurat untuk
entitas yang menjalankan fungsi-fungsi rutin, memiliki aset yang tidak
signifikan (terutama aset tidak berwujud), dan menanggung risiko yang terbatas.
Sebaliknya, entitas yang memiliki aset tidak berwujud yang unik dan bernilai
tinggi (misalnya, paten, merek dagang utama, teknologi inti) atau yang
menanggung dan mengelola risiko-risiko signifikan (seperti risiko pasar, risiko
kredit, atau risiko pengembangan produk) cenderung memiliki profil laba yang
lebih volatil dan sulit untuk dibandingkan dengan perusahaan independen. Oleh
karena itu, entitas-entitas semacam ini, yang sering disebut sebagai entrepreneur
atau pemilik risiko utama, umumnya tidak dipilih sebagai tested party.
- Kriteria Kunci Pemilihan menurut OECD
(Fungsi, Aset, Risiko/FAR, Ketersediaan Data)
Untuk menerapkan prinsip
"entitas paling sederhana", OECD TPG menggarisbawahi beberapa
kriteria kunci yang perlu dipertimbangkan, yang berpusat pada analisis Fungsi,
Aset, dan Risiko (FAR), serta ketersediaan data pembanding:
- Analisis Fungsional (FAR):
Ini adalah landasan dari seluruh proses pemilihan. Tested party
yang ideal adalah entitas yang melakukan fungsi-fungsi yang relatif rutin
dan dapat dengan mudah diidentifikasi serta dibandingkan. Contohnya
termasuk penyedia jasa rutin (misalnya, layanan administratif, dukungan
IT dasar), manufaktur kontrak (contract manufacturer) yang
beroperasi berdasarkan spesifikasi dari prinsipal, atau distributor
berisiko terbatas (limited-risk distributor) yang tidak terlibat
dalam pengembangan strategi pasar yang kompleks atau kepemilikan merek.
- Profil Risiko Terbatas:
Entitas yang dipilih sebagai tested party sebaiknya tidak
menanggung atau mengelola risiko-risiko yang substansial dan kompleks,
seperti risiko pasar, risiko pengembangan produk baru, risiko fluktuasi
mata uang yang signifikan, atau risiko kredit dalam skala besar.
Biasanya, entitas semacam ini dilindungi dari aspek-aspek bisnis grup
yang lebih volatil melalui perjanjian antar perusahaan yang mengalihkan
risiko-risiko tersebut kepada pihak afiliasi lain yang lebih kompleks.
- Kepemilikan Aset Minimal (terutama Aset
Tak Berwujud): Kepemilikan aset, khususnya aset tak
berwujud (intangible assets) yang unik dan bernilai tinggi,
merupakan faktor penting. Entitas yang hanya menjalankan tugas-tugas
rutin dengan menggunakan teknologi, merek, atau proses bisnis yang
dimiliki oleh pihak afiliasi lain lebih cocok untuk dipilih sebagai tested
party. Jika suatu entitas memiliki dan mengembangkan aset tak
berwujud yang signifikan, maka imbal hasil yang diatribusikan kepadanya
akan sulit diukur hanya dengan membandingkan marjin laba operasi dengan
perusahaan lain yang mungkin tidak memiliki aset tak berwujud serupa.
- Ketersediaan Data Pembanding yang Andal:
Ini adalah faktor penentu yang bersifat sangat praktis. Sekalipun suatu
entitas tampak paling sederhana secara fungsional, jika tidak tersedia
data pasar atau data perusahaan pembanding eksternal yang andal untuk
aktivitas yang dijalankannya, maka entitas tersebut mungkin tidak layak
untuk ditetapkan sebagai tested party. Keandalan data mencakup
ketersediaan informasi keuangan yang cukup detail dan akurat, serta
tingkat kesebandingan yang tinggi antara aktivitas tested party
dengan calon pembanding.
- Proses Analisis Fungsional (FAR) sebagai
Landasan
Analisis Fungsi, Aset, dan
Risiko (FAR) merupakan fondasi yang tak terhindarkan dalam setiap pendekatan transfer
pricing, termasuk dalam proses pemilihan tested party. Analisis FAR
melibatkan pembedahan yang mendalam atas aktivitas-aktivitas yang dilakukan,
fungsi-fungsi kunci yang dijalankan, aset-aset material yang digunakan atau
dimiliki, dan risiko-risiko signifikan yang ditanggung oleh masing-masing pihak
yang terlibat dalam transaksi afiliasi. Tujuan dari analisis FAR dalam konteks
ini adalah untuk secara jelas mengidentifikasi dan mengkarakterisasi peran
masing-masing entitas, membedakan antara entitas yang melakukan tugas-tugas
rutin dan entitas yang mengambil peran yang lebih kompleks dan menanggung
risiko yang lebih besar. Hasil dari analisis FAR ini akan memberikan dasar yang
kuat untuk menentukan entitas mana yang paling memenuhi kriteria sebagai tested
party, yaitu entitas dengan fungsi yang lebih sederhana dan profil risiko
yang lebih rendah, serta untuk siapa data pembanding yang andal kemungkinan
besar dapat ditemukan.
Meskipun OECD menekankan
pemilihan "entitas paling sederhana," penting untuk dipahami bahwa konsep
"kesederhanaan" bersifat relatif dan sangat kontekstual. Apa yang
dianggap sederhana dalam satu industri atau jenis transaksi mungkin tidak
demikian dalam konteks lain. Sebagai contoh, suatu entitas yang melakukan
banyak fungsi tidak secara otomatis dianggap lebih kompleks jika setiap fungsi
tersebut bersifat standar, dapat dipasok secara kompetitif, dan mudah untuk di-benchmark.
Sebaliknya, entitas yang hanya melakukan satu fungsi tetapi fungsi tersebut
sangat unik, melibatkan keahlian khusus, atau aset tak berwujud yang bernilai
tinggi, dapat dianggap lebih kompleks. Oleh karena itu, analisis FAR yang
mendalam dan bernuansa menjadi jauh lebih penting daripada sekadar memberikan
label "sederhana" atau "kompleks" secara superfisial.
Pedoman OECD, meskipun
dirancang untuk komprehensif, pada dasarnya tetap memberikan tingkat
fleksibilitas tertentu dalam penerapannya. Fleksibilitas ini, meskipun
diperlukan untuk mengakomodasi beragamnya situasi bisnis, juga dapat
menyebabkan munculnya interpretasi yang berbeda antar yurisdiksi pajak.
Walaupun prinsip umum seperti pemilihan least complex entity diterima
secara luas, praktiknya dapat bervariasi tergantung pada penekanan atau
preferensi otoritas pajak lokal. Sebagai contoh, beberapa otoritas pajak
mungkin memiliki kecenderungan kuat untuk menguji entitas yang berlokasi di
yurisdiksinya, terlepas dari apakah entitas tersebut merupakan yang paling
sederhana dalam transaksi afiliasi global. Fenomena ini menciptakan tantangan
tersendiri bagi perusahaan multinasional (MNE) dalam upaya mereka untuk
mencapai konsistensi global dalam kebijakan transfer pricing dan
dokumentasinya. Perusahaan harus menyadari bahwa meskipun ada panduan
internasional, nuansa lokal dan praktik pemeriksaan di setiap negara dapat
memengaruhi bagaimana pemilihan tested party dievaluasi.
4. Pedoman Pemilihan Tested
Party di Indonesia: Tinjauan Regulasi Terkini
Regulasi transfer pricing
di Indonesia telah mengalami perkembangan signifikan, dengan tujuan untuk
menyelaraskan praktik domestik dengan standar internasional, terutama OECD TPG,
sekaligus mengakomodasi kebutuhan dan konteks ekonomi nasional. Pemilihan tested
party merupakan salah satu aspek yang mendapatkan perhatian dalam kerangka
regulasi ini.
- Evolusi Regulasi: Dari PMK 22/PMK.03/2020
ke PMK 172/2023
Sebelumnya, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 22/PMK.03/2020 (PMK-22) mengatur tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement atau APA). Dalam
konteks pengajuan APA, Wajib Pajak diwajibkan untuk mengidentifikasi dan
menyebutkan pihak yang diuji (tested party) dalam formulir permohonan,
beserta metode penentuan harga transfer yang diusulkan. PMK-22 memberikan
kerangka kerja bagi Wajib Pajak untuk mendapatkan kepastian dari otoritas pajak
mengenai penetapan harga transfer untuk transaksi afiliasi di masa mendatang.
Kemudian, pada tanggal 29
Desember 2023, Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
172/PMK.03/2023 (PMK-172) tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman
Usaha dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa. PMK-172 ini mencabut
beberapa ketentuan sebelumnya dan membawa perubahan serta panduan baru yang
lebih komprehensif mengenai penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
(PKKU) atau Arm's Length Principle (ALP), termasuk aspek-aspek yang
relevan dengan pemilihan tested party dan analisis kesebandingan.
Perubahan dalam langkah-langkah penerapan ALP berdasarkan PMK-172 perlu
diperhatikan oleh Wajib Pajak dalam penyusunan dokumentasi transfer pricing
tahun pajak 2023, sementara perubahan terkait konten TP Doc Lokal akan berlaku
mulai tahun pajak 2024.
- Poin-Poin Krusial dalam PMK 172/2023
terkait Pemilihan Tested Party
PMK-172 memperkenalkan
beberapa penekanan dan klarifikasi penting yang berdampak pada proses pemilihan
tested party dan analisis kesebandingan di Indonesia:
- Prioritas Komparabilitas Geografis:
Salah satu perubahan signifikan adalah penekanan pada prioritas
penggunaan data pembanding dari yurisdiksi yang sama dengan tested
party. PMK-172 secara eksplisit menyatakan bahwa dalam hal
tersedia lebih dari satu pembanding eksternal dengan tingkat
kesebandingan dan keandalan yang sama, maka pembanding eksternal yang
berasal dari negara atau yurisdiksi yang sama dengan pihak yang diuji
harus dipilih dan digunakan. Prinsip ini berlaku terlepas dari di mana
lokasi tested party berada, apakah di Indonesia atau di luar
negeri.
- Penyesuaian Kesebandingan (Comparability
Adjustments): Regulasi ini menegaskan kembali
pentingnya melakukan penyesuaian yang akurat dan layak atas data calon
pembanding untuk menghilangkan dampak material dari perbedaan kondisi
antara transaksi afiliasi yang diuji dengan transaksi independen
pembanding. Jika perbedaan tersebut dapat diidentifikasi dan
dikuantifikasi secara andal, penyesuaian harus dilakukan pada data
pembanding.
- Analisis Tahun Tunggal sebagai Default:
PMK-172 menetapkan bahwa analisis kesebandingan yang menggunakan
indikator tingkat laba (PLI) harus, sebagai standar, diterapkan
menggunakan data pembanding tahun tunggal (single year data).
Penggunaan data multi-tahun hanya diperbolehkan jika Wajib Pajak dapat
membuktikan bahwa penggunaan data multi-tahun tersebut akan meningkatkan
tingkat kesebandingan dibandingkan dengan penggunaan data tahun tunggal.
Beban pembuktian dalam hal ini berada pada Wajib Pajak.
- Klarifikasi Penggunaan Rentang Kewajaran:
PMK-172 memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai penggunaan rentang
kewajaran dalam menganalisis data pembanding. Secara spesifik, disebutkan
bahwa rentang kewajaran dapat berupa nilai minimum sampai dengan nilai
maksimum (full range) jika terbentuk dari dua data pembanding,
atau nilai kuartil satu sampai dengan nilai kuartil tiga (interquartile
range) jika terbentuk dari tiga atau lebih data pembanding. Ini
merupakan pertama kalinya penggunaan full range secara eksplisit
diterima di Indonesia dalam kondisi tertentu.
- Penekanan pada Analisis Fungsi, Aset, dan
Risiko (FAR) dalam Konteks Indonesia
Meskipun PMK-172 tidak
secara eksplisit merinci proses pemilihan tested party sedetail yang
mungkin ditemukan dalam OECD TPG, semangat dan prinsip dasar analisis FAR
tetap menjadi inti. Regulasi Indonesia, baik secara tersirat dalam PMK-172
maupun dalam praktik pemeriksaan pajak, senantiasa menekankan pentingnya
analisis fungsi, aset, dan risiko. Lima faktor kesebandingan yang harus
diperhatikan dalam analisis transfer pricing – yaitu karakteristik
barang atau jasa, analisis fungsi, aset, dan risiko (FAR), ketentuan
kontraktual, kondisi ekonomi, dan strategi bisnis – sangat relevan dan
mencerminkan pendekatan yang sejalan dengan panduan internasional.
Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) juga secara konsisten merujuk pada OECD TPG, termasuk dalam hal pemilihan
tested party. Panduan DJP seringkali mengutip pernyataan OECD bahwa
pemilihan tested party harus konsisten dengan analisis fungsional
transaksi dan, sebagai aturan umum, tested party adalah pihak yang
analisis fungsionalnya paling tidak kompleks. Ini menunjukkan bahwa meskipun
ada penekanan lokal tertentu, dasar-dasar analisis FAR yang komprehensif tetap
menjadi prasyarat fundamental dalam penentuan harga transfer di Indonesia. PMK-172,
dalam tahapan penerapan PKKU, juga menyebutkan langkah untuk menentukan pihak
yang indikator harga transfernya diuji sesuai dengan metode yang digunakan.
- Implikasi Praktis bagi Wajib Pajak di
Indonesia
Ketentuan-ketentuan baru dalam
PMK-172 membawa sejumlah implikasi praktis yang signifikan bagi Wajib Pajak di
Indonesia dalam melakukan analisis transfer pricing dan memilih tested
party:
- Pencarian Pembanding Lokal:
Wajib Pajak harus memberikan perhatian ekstra dan upaya yang lebih besar
dalam mencari dan menjustifikasi penggunaan data pembanding lokal (dari
Indonesia jika tested party adalah entitas Indonesia, atau dari
yurisdiksi tested party jika tested party adalah entitas
asing). Jika data pembanding lokal yang memadai dan andal tidak tersedia,
Wajib Pajak perlu menyiapkan dokumentasi dan argumen yang sangat kuat
untuk mendukung penggunaan pembanding non-lokal (misalnya, dari negara
lain dalam satu kawasan atau pembanding global).
- Beban Penyesuaian Kesebandingan:
Penekanan pada perlunya melakukan penyesuaian kesebandingan yang akurat
meningkatkan beban bagi Wajib Pajak untuk mengidentifikasi perbedaan
material dan melakukan kuantifikasi yang andal atas dampak perbedaan
tersebut.
- Perubahan Metodologi Benchmarking:
Pergeseran ke analisis data tahun tunggal sebagai default
mengharuskan Wajib Pajak untuk menyesuaikan metodologi benchmarking
mereka. Jika ingin menggunakan data multi-tahun, justifikasi yang kuat
mengenai peningkatan kesebandingan harus disiapkan.
- Penyesuaian Dokumentasi Transfer
Pricing: TP Doc Lokal harus secara cermat
merefleksikan dan mematuhi ketentuan-ketentuan baru dalam PMK-172. Ini
termasuk justifikasi pemilihan tested party yang mempertimbangkan
prioritas geografis pembanding, penjelasan mengenai analisis data (tahun
tunggal atau multi-tahun), dan penerapan rentang kewajaran yang sesuai.
Penekanan kuat PMK-172 pada
komparabilitas geografis dapat, dalam beberapa situasi, mempersempit pilihan tested
party bagi Wajib Pajak atau bahkan menciptakan dilema. Misalnya, jika
sebuah perusahaan manufaktur di Indonesia (PT A) yang relatif kompleks
bertransaksi dengan distributor afiliasinya di luar negeri (B Ltd) yang secara
fungsional lebih sederhana, berdasarkan prinsip OECD, B Ltd akan menjadi
kandidat utama tested party. Namun, jika tidak tersedia data pembanding
lokal yang baik untuk B Ltd di negaranya, dan otoritas pajak Indonesia sangat
menekankan penggunaan pembanding lokal jika PT A yang diuji, Wajib Pajak
mungkin menghadapi kesulitan. Mereka bisa "terpaksa" menguji PT A
yang lebih kompleks (yang mungkin memiliki pembanding lokal yang lebih baik di
Indonesia) atau berjuang keras untuk membenarkan pengujian B Ltd dengan
pembanding non-lokal. Situasi ini mengingatkan pada praktik di beberapa
yurisdiksi lain di mana otoritas pajak cenderung lebih memilih entitas lokal
sebagai tested party.
Lebih jauh,
ketentuan-ketentuan baru dalam PMK-172, khususnya terkait prioritas geografis
dan analisis tahun tunggal, berpotensi meningkatkan biaya kepatuhan (compliance
cost) bagi Wajib Pajak di Indonesia. Pencarian data pembanding lokal yang
berkualitas mungkin lebih sulit dan memerlukan akses ke database spesifik yang
bisa jadi lebih mahal. Melakukan penyesuaian kesebandingan yang
"andal" membutuhkan data dan analisis tambahan yang lebih mendalam.
Demikian pula, upaya untuk membuktikan bahwa penggunaan data multi-tahun
"meningkatkan kesebandingan" juga memerlukan analisis dan dokumentasi
ekstra. Semua ini menambah beban administratif dan biaya bagi Wajib Pajak.
Perubahan ini perlu ditangani secara serius dalam penyusunan dokumentasi transfer
pricing tahun pajak 2023 (untuk aspek penerapan ALP) dan tahun pajak 2024
(untuk aspek konten detail TP Doc Lokal).
5. Proses Praktis dan
Metodologi Pemilihan Tested Party
Pemilihan tested party bukanlah
keputusan arbitrer, melainkan hasil dari serangkaian analisis dan
pertimbangan yang sistematis. Proses ini melibatkan pemahaman mendalam atas
transaksi, analisis fungsional, evaluasi ketersediaan data, dan keterkaitannya
dengan pemilihan metode transfer pricing.
- Langkah-langkah dalam Mengidentifikasi dan
Memilih Tested Party
Proses identifikasi dan
pemilihan tested party yang komprehensif umumnya melibatkan
langkah-langkah berikut:
- Pemahaman Mendalam atas Transaksi
Afiliasi: Langkah awal adalah memahami secara
detail sifat dan substansi dari transaksi antar perusahaan dalam grup
yang sedang dianalisis. Ini mencakup pemahaman mengenai alur transaksi,
produk atau jasa yang ditransaksikan, dan peran masing-masing pihak.
- Pelaksanaan Analisis Fungsional (FAR)
Komprehensif: Seperti telah dibahas sebelumnya,
analisis FAR adalah inti dari proses ini. Untuk setiap entitas yang
terlibat dalam transaksi, perlu diidentifikasi secara rinci:
- Fungsi yang Dilakukan:
Misalnya, fungsi desain, manufaktur, perakitan, riset dan pengembangan
(R&D), pemasaran, penjualan, distribusi, layanan purna jual,
manajemen, administrasi, pendanaan, dll.
- Aset yang Digunakan/Dimiliki:
Termasuk aset berwujud (pabrik, peralatan, inventaris) dan aset tak
berwujud (paten, merek dagang, know-how, hubungan pelanggan).
- Risiko yang Ditanggung:
Seperti risiko pasar, risiko inventaris, risiko kredit, risiko produk,
risiko kapasitas, risiko mata uang, risiko R&D, dll.
- Penilaian Profil Risiko:
Setelah fungsi dan aset diidentifikasi, langkah berikutnya adalah menilai
bagaimana risiko-risiko tersebut dialokasikan dan dikelola oleh
masing-masing pihak. Entitas yang menanggung risiko lebih sedikit umumnya
menjadi kandidat yang lebih baik untuk tested party.
- Tinjauan Kepemilikan Aset (Khususnya Aset
Tak Berwujud): Identifikasi pihak mana yang memiliki
dan mengembangkan aset tak berwujud yang signifikan dan bernilai. Pihak
yang tidak memiliki aset tak berwujud bernilai tinggi atau hanya
menggunakan aset tak berwujud milik pihak lain lebih sering dipilih
sebagai tested party.
- Penilaian Ketersediaan Data Pembanding
yang Andal: Untuk setiap kandidat tested party,
perlu dilakukan evaluasi awal mengenai ketersediaan data pembanding
(transaksi independen atau perusahaan independen) yang andal dan
sebanding. Jika untuk suatu entitas diperkirakan akan sangat sulit atau
tidak mungkin menemukan data pembanding yang memadai, maka kelayakannya
sebagai tested party berkurang.
- Pemilihan Metode Transfer Pricing
yang Paling Sesuai: Pemilihan tested party
seringkali terkait erat dan dilakukan bersamaan dengan pemilihan metode transfer
pricing yang paling sesuai (Most Appropriate Method) untuk
transaksi tersebut. Metode tertentu lebih cocok untuk menguji jenis
entitas tertentu.
- Dokumentasi Justifikasi Pemilihan:
Setelah tested party dipilih, seluruh proses analisis dan dasar
pemikiran di balik pemilihan tersebut harus didokumentasikan secara rinci
dalam dokumentasi transfer pricing. Ini termasuk bagaimana
analisis FAR mendukung pilihan tersebut dan mengapa pilihan ini dianggap
akan menghasilkan ukuran kewajaran yang paling andal.
- Analisis Ketersediaan Data Pembanding yang
Andal
Ketersediaan data pembanding
yang andal adalah faktor krusial yang seringkali menjadi penentu praktis dalam
pemilihan tested party. Data yang digunakan harus
akurat, dapat diverifikasi, dan berasal dari sumber yang kredibel. Idealnya,
data tersebut dapat digunakan dengan penyesuaian minimal untuk mencerminkan
kondisi tested party. Jika setelah upaya pencarian yang wajar tidak
ditemukan data pembanding yang andal untuk suatu entitas, maka entitas tersebut
mungkin tidak dapat dipilih sebagai tested party, meskipun secara
fungsional tampak sederhana.
Di Indonesia, dengan adanya
PMK-172, prioritas diberikan pada penggunaan data pembanding yang berasal dari
yurisdiksi yang sama dengan tested party. Hal ini menambah lapisan
pertimbangan dalam analisis ketersediaan data. Proses pencarian data pembanding
(benchmarking study) biasanya melibatkan beberapa tahapan praktis :
- Pemilihan database komersial yang sesuai
(misalnya, tergantung lokasi tested party, industri, dan sifat
transaksi).
- Melakukan pencarian awal dengan kriteria
yang luas namun relevan, seperti lokasi geografis, status independensi
perusahaan, ketersediaan data keuangan untuk periode yang relevan, dan
klasifikasi industri (misalnya, menggunakan kode NACE di Eropa atau kode
KBLI di Indonesia).
- Melakukan penolakan massal (bulk
rejection) berdasarkan kriteria kuantitatif tertentu, seperti ukuran
perusahaan (omzet, aset) atau rasio keuangan tertentu yang
mengindikasikan ketidaksebandingan.
- Melakukan tinjauan manual yang lebih
mendalam terhadap perusahaan-perusahaan yang lolos seleksi awal. Ini
melibatkan pemeriksaan situs web perusahaan, laporan tahunan, dan
informasi publik lainnya untuk memastikan kesebandingan fungsi, produk,
dan pasar.
- Hubungan antara Pemilihan Tested Party
dan Pemilihan Metode Transfer Pricing
Pemilihan tested party
dan pemilihan metode transfer pricing adalah dua keputusan yang saling
terkait erat dan seringkali tidak dapat dipisahkan,
terutama ketika menggunakan metode sepihak (one-sided methods). Metode
sepihak adalah metode yang menguji kewajaran harga atau laba dari salah satu
pihak yang terlibat dalam transaksi afiliasi. Metode-metode ini meliputi Resale
Price Method (RPM), Cost Plus Method (CPM), dan Transactional Net
Margin Method (TNMM).
- Untuk RPM, tested party
umumnya adalah entitas pembeli-penjual kembali (misalnya, distributor)
yang membeli produk dari pihak afiliasi dan menjualnya kembali kepada
pihak independen. Metode ini menguji marjin kotor yang diperoleh tested
party.
- Untuk CPM, tested party
biasanya adalah entitas yang menyediakan barang atau jasa kepada pihak
afiliasi (misalnya, manufaktur kontrak atau penyedia jasa rutin). Metode
ini menguji mark-up atas biaya yang relevan yang dikeluarkan oleh tested
party.
- Untuk TNMM, tested party
adalah entitas yang fungsi, aset, dan risikonya memungkinkan perbandingan
marjin laba bersih (misalnya, laba operasi terhadap penjualan, biaya,
atau aset) dengan perusahaan independen yang menjalankan fungsi serupa
dan menanggung risiko sebanding. TNMM sering dianggap sebagai metode
pilihan terakhir ketika metode tradisional (CUP, RPM, CPM) tidak dapat
diterapkan secara andal.
Sebaliknya, konsep tested
party tunggal kurang dominan atau tidak relevan untuk metode seperti Comparable
Uncontrolled Price (CUP) yang secara langsung membandingkan harga
transaksi, atau Profit Split Method (PSM) yang membagi laba (atau
kerugian) gabungan dari transaksi afiliasi antara pihak-pihak yang terlibat
berdasarkan kontribusi relatif mereka. Meskipun demikian, analisis FAR yang
komprehensif tetap sangat penting untuk penerapan PSM yang andal, karena
pembagian laba harus didasarkan pada kontribusi nilai masing-masing pihak.
Proses pemilihan tested
party seringkali bersifat iteratif dan bukan merupakan proses linear yang
kaku.
Analisis FAR awal mungkin menunjuk pada satu entitas sebagai kandidat tested
party yang ideal. Namun, kendala dalam ketersediaan data pembanding yang
andal untuk entitas tersebut, atau pertimbangan bahwa metode transfer
pricing yang paling tepat untuk transaksi tersebut ternyata tidak cocok
untuk menguji kandidat awal, dapat memaksa Wajib Pajak untuk kembali ke tahap
analisis FAR atau mempertimbangkan kandidat tested party lain. Sebagai
contoh, Wajib Pajak mungkin memulai dengan asumsi bahwa distributor lokal
adalah tested party yang paling sederhana. Akan tetapi, jika setelah
pencarian intensif tidak ditemukan data pembanding lokal yang berkualitas
(sebagaimana mungkin dituntut oleh PMK-172), mereka mungkin harus mengevaluasi
ulang apakah entitas manufaktur afiliasi (yang mungkin berlokasi di luar
negeri) bisa menjadi tested party jika entitas tersebut secara
fungsional lebih sederhana dan memiliki ketersediaan data pembanding yang lebih
baik. Alternatif lain adalah mempertimbangkan apakah metode transfer pricing
yang berbeda, seperti PSM, mungkin lebih sesuai, yang mana metode tersebut
tidak terlalu bergantung pada pengujian satu tested party tunggal.
Dalam praktiknya, faktor
"ketersediaan data pembanding yang andal" seringkali menjadi
pertimbangan yang sangat dominan, kadang-kadang bahkan dapat
mengesampingkan pertimbangan teoritis murni mengenai siapa entitas yang secara
fungsional "paling sederhana". Hal ini dapat menciptakan risiko jika
entitas yang akhirnya dipilih sebagai tested party karena pertimbangan
ketersediaan data ternyata bukanlah pihak yang paling tepat dari perspektif
analisis fungsional murni. Dalam situasi seperti ini, dokumentasi yang
sangat kuat dan transparan menjadi krusial untuk menjelaskan trade-off
yang dilakukan dan mengapa, meskipun ada kompromi, pilihan tested party
tersebut tetap dianggap menghasilkan ukuran kewajaran yang paling andal dalam
kondisi yang ada.
6. Studi Kasus Hipotetis:
Ilustrasi Penerapan Pemilihan Tested Party
Untuk memberikan pemahaman
yang lebih konkret mengenai penerapan prinsip dan pedoman pemilihan tested
party, berikut disajikan beberapa skenario hipotetis sederhana:
- Contoh Sederhana Aplikasi Prinsip dan
Pedoman
- Skenario 1: Distributor Berisiko Terbatas
- Latar Belakang:
ParentCo, sebuah perusahaan yang berkedudukan di Negara A, memproduksi
berbagai macam barang elektronik konsumen. PT SubCo Indonesia (PT SubCo)
adalah anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki oleh ParentCo dan
beroperasi di Indonesia. PT SubCo bertindak sebagai distributor untuk
produk-produk ParentCo di pasar Indonesia. Berdasarkan perjanjian
distribusi antar perusahaan, PT SubCo hanya melakukan fungsi penjualan
dan pemasaran lokal, tidak memegang inventaris dalam jumlah signifikan
(ParentCo mengirimkan barang berdasarkan pesanan atau dengan sistem
konsinyasi), dan tidak menanggung risiko kredit pelanggan yang besar
(ParentCo memberikan panduan ketat atau menanggung sebagian besar risiko
piutang). ParentCo bertanggung jawab atas strategi pemasaran global,
pengembangan produk, risiko produk (garansi), risiko pasar utama, dan
merupakan pemilik semua Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) terkait
produk.
- Analisis FAR Singkat PT SubCo:
- Fungsi:
Distribusi lokal, aktivitas penjualan dan pemasaran sesuai arahan
ParentCo, layanan pelanggan dasar.
- Aset:
Kantor penjualan, peralatan kantor standar, mungkin sejumlah kecil
inventaris untuk display atau pengiriman cepat. Tidak memiliki HKI
signifikan.
- Risiko:
Risiko operasional terkait aktivitas penjualan lokal, risiko inventaris
minimal, risiko kredit terbatas. Sebagian besar risiko signifikan
(pasar, produk, HKI) ditanggung oleh ParentCo.
- Pemilihan Tested Party:
Dalam skenario ini, PT SubCo kemungkinan besar akan dipilih sebagai tested
party. Alasannya adalah PT SubCo merupakan entitas yang secara
fungsional lebih sederhana dibandingkan ParentCo, memiliki aset yang
lebih sedikit (terutama aset tak berwujud), dan menanggung risiko yang
lebih terbatas.
- Metode Transfer Pricing yang
Mungkin Dipilih: Resale Price Method (RPM)
atau Transactional Net Margin Method (TNMM) akan menjadi kandidat
metode yang paling sesuai, dengan PT SubCo sebagai tested party.
RPM akan fokus pada marjin kotor PT SubCo, sementara TNMM akan fokus
pada marjin laba bersih operasinya.
- Pencarian Data Pembanding:
Proses benchmarking akan difokuskan pada pencarian perusahaan
distributor independen di Indonesia yang mendistribusikan produk sejenis
(misalnya, barang elektronik konsumen) dan memiliki profil fungsi, aset,
dan risiko (FAR) yang sebanding dengan PT SubCo. Sesuai PMK-172, prioritas
akan diberikan pada pembanding dari Indonesia.
- Skenario 2: Manufaktur Kontrak
- Latar Belakang:
ForeignCo, sebuah perusahaan yang berkedudukan di Negara B, adalah
perusahaan otomotif yang merancang dan memiliki HKI untuk berbagai
komponen kendaraan. PT IndoMan adalah perusahaan manufaktur di Indonesia
yang memiliki perjanjian manufaktur kontrak dengan ForeignCo.
Berdasarkan perjanjian tersebut, PT IndoMan melakukan aktivitas
manufaktur komponen otomotif sesuai dengan spesifikasi teknis, desain,
dan standar kualitas yang ditentukan oleh ForeignCo. ForeignCo memasok
sebagian bahan baku utama atau menentukan pemasoknya, membeli seluruh
output produksi dari PT IndoMan, dan menanggung risiko pasar atas produk
jadi serta risiko inventaris bahan baku dan barang jadi. PT IndoMan
hanya fokus pada efisiensi proses produksi dan kualitas output.
- Analisis FAR Singkat PT IndoMan:
- Fungsi:
Manufaktur sesuai pesanan (toll manufacturing atau contract
manufacturing), manajemen kualitas produksi. Tidak terlibat dalam
R&D, desain produk, atau pemasaran.
- Aset:
Pabrik, mesin dan peralatan produksi. Tidak memiliki HKI terkait
produk.
- Risiko:
Risiko operasional terkait proses produksi (misalnya, efisiensi,
kerusakan mesin), risiko kualitas. Risiko pasar, risiko inventaris
bahan baku/barang jadi, dan risiko HKI ditanggung oleh ForeignCo.
- Pemilihan Tested Party:
PT IndoMan kemungkinan besar akan dipilih sebagai tested party
karena perannya sebagai manufaktur kontrak dengan fungsi, aset, dan
risiko yang relatif terbatas dan terdefinisi dengan baik, dibandingkan
dengan ForeignCo yang merupakan pemilik HKI dan penanggung risiko utama.
- Metode Transfer Pricing yang
Mungkin Dipilih: Cost Plus Method (CPM) atau
Transactional Net Margin Method (TNMM) akan menjadi kandidat
metode yang paling sesuai, dengan PT IndoMan sebagai tested party.
CPM akan fokus pada mark-up atas biaya produksi PT IndoMan,
sementara TNMM akan fokus pada marjin laba bersih operasinya (misalnya, return
on total cost atau return on operating assets).
- Pencarian Data Pembanding:
Proses benchmarking akan difokuskan pada pencarian perusahaan
manufaktur kontrak independen di Indonesia yang bergerak di industri
sejenis (misalnya, komponen otomotif atau manufaktur presisi lainnya)
dan memiliki profil FAR yang sebanding dengan PT IndoMan.
Dalam kedua skenario di atas,
penentuan apakah suatu entitas benar-benar "berisiko terbatas" atau
menjalankan "fungsi rutin" sangat bergantung pada substansi ketentuan
kontraktual antar perusahaan dan, yang lebih penting, bagaimana ketentuan
tersebut dilaksanakan dalam praktik sehari-hari. Jika terdapat inkonsistensi
antara apa yang tertulis dalam kontrak dengan realitas operasional—misalnya,
jika dalam Skenario 1, PT SubCo secara konsisten menanggung kerugian akibat
piutang tak tertagih atau inventaris yang usang tanpa adanya kompensasi atau
mekanisme penyesuaian dari ParentCo—maka klaim bahwa PT SubCo adalah
distributor berisiko terbatas dapat menjadi lemah dan dipertanyakan oleh
otoritas pajak. Regulasi dan praktik terbaik menekankan bahwa analisis risiko
harus konsisten dengan perjanjian antar perusahaan dan realitas ekonomi.
Lebih jauh, pemilihan tested
party dalam konteks transaksi afiliasi tidak dapat dilepaskan sepenuhnya
dari tujuan strategis grup perusahaan multinasional secara keseluruhan. Sebagai
contoh, jika sebuah grup perusahaan bertujuan untuk memusatkan laba di entitas
induk yang merupakan pemilik utama HKI dan penanggung risiko strategis (seperti
ParentCo dalam Skenario 1 atau ForeignCo dalam Skenario 2), maka mereka akan
berusaha untuk memastikan bahwa anak perusahaan afiliasi (seperti PT SubCo atau
PT IndoMan) dikarakterisasi sebagai entitas dengan fungsi rutin yang berhak
atas imbal hasil yang juga bersifat rutin (misalnya, marjin laba operasi yang
stabil namun relatif kecil). Analisis transfer pricing dan pemilihan tested
party kemudian akan diarahkan untuk "membuktikan" dan mendukung
kewajaran dari imbal hasil rutin tersebut. Hal ini menyoroti bagaimana analisis
FAR dan pemilihan tested party, meskipun harus tetap berada dalam
koridor Arm's Length Principle, dapat juga digunakan untuk mendukung
struktur penetapan harga yang telah dirancang sebelumnya oleh grup, selama
struktur tersebut memiliki substansi ekonomi yang memadai dan dapat
dipertanggungjawabkan. Perbedaan tarif pajak antar yurisdiksi seringkali
menjadi salah satu faktor pendorong di balik strukturisasi semacam ini,
meskipun regulasi transfer pricing bertujuan untuk mencegah
penyalahgunaan yang mengarah pada erosi basis pajak.
7. Tantangan Umum dan
Pertimbangan Khusus dalam Pemilihan Tested Party
Meskipun terdapat pedoman yang
relatif jelas, proses pemilihan tested party dalam praktiknya seringkali
dihadapkan pada berbagai tantangan dan memerlukan pertimbangan khusus.
Tantangan ini dapat berasal dari keterbatasan data, kompleksitas transaksi,
hingga perkembangan regulasi dan praktik pemeriksaan oleh otoritas pajak.
- Keterbatasan Data Pembanding
Salah satu tantangan paling
umum dan signifikan adalah keterbatasan data pembanding yang benar-benar andal
dan sebanding. Kesulitan ini seringkali lebih terasa di pasar negara
berkembang, di mana jumlah perusahaan publik yang independen mungkin lebih
sedikit, atau ketersediaan data keuangan yang detail dan terstandarisasi
terbatas. Bahkan di pasar yang sudah maju, menemukan perusahaan pembanding yang
identik atau sangat mirip untuk industri atau fungsi yang sangat spesifik bisa
menjadi pekerjaan yang sulit.
Di Indonesia, penekanan
PMK-172 pada prioritas penggunaan pembanding lokal dapat memperburuk tantangan
ini jika data pembanding lokal yang berkualitas memang terbatas atau tidak
tersedia untuk industri atau fungsi tertentu dari tested party. Wajib
Pajak mungkin harus melakukan upaya ekstra untuk mencari dan memvalidasi
pembanding lokal, atau menyiapkan justifikasi yang sangat kuat jika terpaksa
menggunakan pembanding dari yurisdiksi lain.
Isu lain yang terkait adalah
bagaimana menyikapi data pembanding yang menunjukkan kerugian (loss-making
comparables). Apakah perusahaan yang merugi secara otomatis harus
dikeluarkan dari set pembanding, atau apakah kerugian tersebut mencerminkan
kondisi pasar yang wajar yang juga dialami oleh tested party? Regulasi
dan panduan, baik di Indonesia (merujuk pada PER-32/2011 yang kini mungkin
perlu dilihat dalam konteks PMK-172) maupun OECD TPG, umumnya menyarankan agar
perusahaan yang merugi tidak secara otomatis dikecualikan, tetapi perlu
dianalisis lebih lanjut penyebab kerugian tersebut dan apakah kondisi tersebut
sebanding dengan tested party.
- Kompleksitas Transaksi dan Struktur Grup
Usaha
Tidak semua transaksi afiliasi
bersifat sederhana. Transaksi yang melibatkan kontribusi signifikan dari
beberapa pihak, penggunaan aset tak berwujud yang unik dan bernilai tinggi yang
dimiliki bersama atau dikembangkan bersama, atau fungsi-fungsi yang sangat
terintegrasi dan saling bergantung antar pihak afiliasi, seringkali menyulitkan
pemilihan satu tested party tunggal yang dapat dianggap "paling
sederhana". Dalam kasus-kasus seperti ini, di mana nilai diciptakan secara
bersama-sama dan sulit untuk diatribusikan secara terpisah kepada masing-masing
pihak, penerapan metode sepihak dengan satu tested party mungkin tidak
menghasilkan gambaran yang akurat mengenai kewajaran transaksi.
Untuk transaksi yang sangat
kompleks dan terintegrasi, metode pembagian laba (Profit Split Method
atau PSM) mungkin lebih sesuai. Dalam PSM, konsep tested party tunggal
menjadi kurang dominan karena fokusnya adalah pada pembagian laba (atau
kerugian) gabungan berdasarkan kontribusi nilai relatif dari masing-masing
pihak yang terlibat. Namun, penerapan PSM juga memiliki tantangannya sendiri,
terutama dalam mengidentifikasi dan mengukur kontribusi masing-masing pihak
secara andal.
- Perkembangan Terbaru (misalnya, OECD
Amount B untuk Aktivitas Distribusi)
Lanskap transfer pricing
internasional terus berkembang. Salah satu perkembangan signifikan adalah
inisiatif OECD terkait Proyek BEPS (Base Erosion and Profit Shifting),
khususnya Pilar Satu yang mencakup Amount B. Amount B memperkenalkan pendekatan
yang disederhanakan dan terstandardisasi untuk menentukan remunerasi yang wajar
bagi aktivitas pemasaran dan distribusi dasar (baseline marketing and
distribution activities). Pendekatan ini, yang berlaku untuk tahun fiskal
mulai 1 Januari 2025, menggunakan matriks harga yang diterbitkan oleh OECD,
yang didasarkan pada beberapa faktor seperti intensitas aset operasi,
intensitas biaya operasi, dan kelompok industri, untuk menentukan rentang imbal
hasil (biasanya return on sales) bagi distributor yang memenuhi syarat.
Pengenalan Amount B dapat
memengaruhi cara tested party (dalam hal ini, distributor yang memenuhi
kualifikasi sebagai baseline distributor) dianalisis untuk transaksi
yang masuk dalam cakupan. Ini berpotensi menyederhanakan analisis untuk
jenis transaksi tertentu, terutama bagi negara-negara dengan kapasitas
administrasi pajak yang terbatas. Namun, penting untuk dicatat bahwa
penerapan Amount B bersifat opsional bagi yurisdiksi dan akan bervariasi antar
negara. Wajib Pajak perlu memantau bagaimana masing-masing yurisdiksi
mengadopsi dan mengimplementasikan Amount B.
- "Flipping the Tested Party" oleh
Otoritas Pajak
Wajib Pajak juga perlu
mewaspadai praktik yang dikenal sebagai "flipping the tested party"
atau "switching the tested party" yang kadang-kadang dilakukan oleh
otoritas pajak di beberapa negara, seperti Internal Revenue Service (IRS) di
Amerika Serikat. Dalam praktik ini, otoritas pajak menolak pilihan tested
party yang telah ditentukan oleh Wajib Pajak dalam analisis transfer
pricing mereka dan memilih pihak lain dalam transaksi afiliasi sebagai tested
party baru untuk diuji. Tujuan dari tindakan ini biasanya adalah untuk
mengatribusikan porsi laba yang lebih besar dari aktivitas bisnis yang relevan
ke yurisdiksi otoritas pajak tersebut.
"Flipping the tested
party" seringkali timbul dari perbedaan pandangan antara Wajib Pajak dan
otoritas pajak mengenai analisis FAR, karakterisasi pihak-pihak yang terlibat,
atau pemilihan metode transfer pricing yang paling sesuai. Untuk
menghadapi potensi risiko ini, Wajib Pajak harus memiliki dokumentasi transfer
pricing yang sangat kuat, transparan, dan komprehensif, yang secara jelas
membenarkan pilihan tested party mereka berdasarkan analisis FAR yang
mendalam dan data pendukung yang relevan.
Tantangan keterbatasan data
pembanding yang andal seringkali menjadi pemicu masalah lebih lanjut. Di
beberapa yurisdiksi, otoritas pajak mungkin menggunakan data pembanding
internal yang tidak tersedia untuk publik ("secret comparables")
untuk melakukan koreksi transfer pricing. Praktik ini menciptakan
masalah transparansi yang signifikan dan mempersulit Wajib Pajak untuk memahami
dasar koreksi atau untuk menyiapkan pembelaan yang efektif. Meskipun tidak
secara eksplisit dibahas dalam konteks pemilihan tested party dalam
materi yang tersedia, ini adalah konsekuensi logis dari kesulitan data yang
dapat memengaruhi bagaimana otoritas pajak mengevaluasi analisis Wajib Pajak,
termasuk pilihan tested party. Hal ini semakin menekankan pentingnya
bagi Wajib Pajak untuk melakukan proses pencarian data pembanding seluas dan
sedokumentatif mungkin.
Perkembangan seperti OECD
Amount B, meskipun dirancang dengan tujuan penyederhanaan, juga dapat
menciptakan kompleksitas baru, setidaknya dalam jangka pendek selama masa
transisi dan adaptasi. Wajib Pajak harus melakukan evaluasi yang cermat untuk
menentukan apakah transaksi distribusi mereka masuk dalam cakupan Amount B,
apakah yurisdiksi-yurisdiksi yang relevan dengan transaksi tersebut telah
mengadopsi dan mengimplementasikan Amount B, dan bagaimana pendekatan baru ini
berinteraksi dengan analisis transfer pricing mereka yang sudah ada atau
dengan regulasi domestik yang mungkin belum sepenuhnya selaras. Lebih lanjut,
penentuan apakah suatu entitas distributor benar-benar memenuhi kriteria
sebagai "baseline distributor" (misalnya, tidak memiliki aset tak
berwujud yang unik dan bernilai, tidak menanggung risiko ekonomi yang
signifikan) atau apakah entitas tersebut memiliki fungsi atau risiko tambahan
yang mengeluarkannya dari cakupan Amount B, dapat menjadi subjek perdebatan
baru antara Wajib Pajak dan otoritas pajak. Ini mirip dengan perdebatan yang
sudah ada mengenai siapa yang merupakan "entitas paling sederhana"
dalam pendekatan transfer pricing tradisional.
8. Kesimpulan dan Rekomendasi
Strategis
Pemilihan tested party
merupakan elemen fundamental dalam arsitektur analisis transfer pricing
global. Keputusan ini, meskipun tampak sebagai salah satu langkah dalam proses
yang lebih besar, memiliki dampak yang signifikan terhadap hasil akhir analisis
kewajaran, risiko sengketa, dan beban kepatuhan bagi perusahaan multinasional.
- Rangkuman Poin-Poin Utama
Analisis komprehensif ini
menegaskan kembali bahwa tested party adalah entitas dalam transaksi
afiliasi yang dipilih untuk pengujian kewajaran harga atau laba, terutama
ketika metode sepihak (one-sided methods) diterapkan. Pemilihan yang
akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, yang didasarkan pada analisis Fungsi,
Aset, dan Risiko (FAR) yang kuat serta ketersediaan data pembanding yang andal,
adalah krusial untuk memastikan kepatuhan terhadap Arm's Length Principle
dan untuk meminimalkan potensi sengketa transfer pricing.
Pedoman internasional,
khususnya dari OECD, secara konsisten menganjurkan pemilihan entitas dengan
fungsi paling sederhana (least complex entity) sebagai tested
party. Prinsip ini diadopsi secara luas oleh banyak yurisdiksi. Namun,
implementasi di tingkat lokal, seperti yang terlihat di Indonesia melalui PMK
172/2023 dengan penekanan khusus pada prioritas komparabilitas geografis untuk
data pembanding dan analisis data tahun tunggal sebagai default,
memerlukan perhatian dan penyesuaian khusus dari Wajib Pajak. Tantangan seperti
keterbatasan data pembanding, kompleksitas transaksi, dan potensi perbedaan
interpretasi dengan otoritas pajak menambah lapisan kerumitan dalam praktik.
- Rekomendasi untuk Praktik Terbaik dalam
Pemilihan Tested Party
Untuk menavigasi kompleksitas
pemilihan tested party dan memperkuat posisi kepatuhan transfer
pricing, perusahaan disarankan untuk mengadopsi praktik-praktik terbaik
berikut:
- Lakukan Analisis FAR yang Mendalam dan
Komprehensif: Ini adalah fondasi yang tidak dapat
ditawar. Dokumentasikan secara detail fungsi yang dilakukan, aset yang
digunakan atau dimiliki, dan risiko yang ditanggung oleh semua pihak yang
terlibat dalam transaksi afiliasi. Analisis FAR yang kuat akan memberikan
dasar yang solid untuk mengkarakterisasi entitas dan mendukung pilihan tested
party.
- Prioritaskan Kualitas dan Keandalan Data
Pembanding: Lakukan proses pencarian data pembanding
yang ekstensif dan terdokumentasi dengan baik. Di Indonesia, berikan
prioritas pada pencarian pembanding lokal sesuai dengan amanat PMK
172/2023. Namun, jika pembanding lokal yang berkualitas tidak tersedia,
siapkan justifikasi yang kuat dan transparan untuk penggunaan pembanding
non-lokal (misalnya, regional atau global), termasuk penjelasan mengenai
upaya yang telah dilakukan untuk mencari pembanding lokal.
- Pastikan Konsistensi antara Kontrak dan
Praktik: Perjanjian antar perusahaan (kontrak
legal) harus secara akurat mencerminkan pembagian fungsi, aset, dan
risiko yang sebenarnya terjadi dalam praktik operasional sehari-hari.
Inkonsistensi antara kontrak dan substansi dapat melemahkan argumen transfer
pricing.
- Siapkan Dokumentasi yang Kuat, Rinci, dan
Proaktif: Jelaskan secara eksplisit dan rinci
dalam Dokumentasi Transfer Pricing (TP Doc) mengenai alasan
pemilihan tested party tertentu. Uraikan bagaimana analisis FAR
mendukung pilihan tersebut, mengapa metode transfer pricing yang
dipilih sesuai untuk tested party tersebut, dan mengapa kombinasi
ini dianggap menghasilkan ukuran arm's length yang paling andal
dalam konteks transaksi yang diuji.
- Pahami Preferensi dan Penekanan Otoritas
Pajak Lokal: Selain mengikuti pedoman internasional,
penting untuk memahami adanya preferensi, penekanan khusus, atau area
fokus dari otoritas pajak di yurisdiksi tempat tested party atau counterparty
beroperasi. Misalnya, kesadaran akan preferensi IRS untuk menguji entitas
AS atau penekanan DJP pada pembanding lokal dan analisis tahun tunggal
dapat membantu dalam menyusun strategi kepatuhan yang lebih efektif.
- Lakukan "Sanity Check" atau Uji
Kewajaran Ekonomi: Setelah memilih tested party
dan menentukan rentang imbal hasil yang wajar untuknya, lakukan evaluasi
atau "sanity check" untuk mempertimbangkan apakah laba (atau
kerugian) yang tersisa atau diatribusikan kepada pihak(-pihak) lain dalam
transaksi tersebut masuk akal secara ekonomi, mengingat kontribusi dan
risiko mereka. Ini membantu memastikan bahwa fokus pada satu tested
party tidak menghasilkan kesimpulan yang secara keseluruhan tidak
logis secara ekonomi.
- Lakukan Tinjauan Secara Berkala:
Model bisnis, struktur operasional, alokasi fungsi, dan kondisi pasar
dapat berubah seiring waktu. Oleh karena itu, penting untuk meninjau
kembali pilihan tested party dan analisis transfer pricing
secara berkala (misalnya, setiap tahun atau ketika ada perubahan
signifikan) untuk memastikan bahwa pilihan tersebut masih merupakan yang
paling tepat dan relevan.
Kepatuhan transfer pricing
yang efektif, khususnya dalam konteks pemilihan tested party, memerlukan
pendekatan yang proaktif dan terintegrasi dalam perencanaan bisnis, bukan
sekadar latihan kepatuhan retrospektif yang dilakukan hanya pada akhir tahun
pajak. Ini berarti bahwa implikasi transfer pricing sebaiknya sudah
dipertimbangkan sejak tahap perancangan transaksi antar perusahaan dan
penyusunan perjanjian legal. Jika dari awal struktur transaksi dan kontrak
telah dirancang untuk secara jelas mendefinisikan peran, tanggung jawab, dan
risiko masing-masing pihak, dengan salah satu pihak secara jelas dikonfigurasi
sebagai entitas dengan fungsi yang lebih sederhana dan risiko yang terbatas,
maka proses pemilihan tested party dan pembelaan atas pilihan tersebut
di kemudian hari akan menjadi jauh lebih mudah dan kuat. Sebagaimana
diindikasikan, entitas yang sering dipilih sebagai tested party biasanya
"dilindungi, melalui perjanjian antar perusahaan, dari aspek-aspek yang
lebih volatil dari aktivitas grup yang lebih luas" , yang menyiratkan
adanya desain dan perencanaan proaktif.
Lanskap transfer pricing
global terus menunjukkan dinamika dan evolusi, dengan meningkatnya fokus pada
substansi ekonomi, transparansi, dan pencegahan penggerusan basis pajak
(seperti melalui inisiatif OECD/G20 BEPS, termasuk Pilar Satu dan Pilar Dua).
Dalam konteks ini, pemilihan tested party yang hanya didasarkan pada
pertimbangan "kemudahan" atau ketersediaan data semata, tanpa
dukungan substansi ekonomi yang kuat mengenai peran dan kontribusi
masing-masing pihak, akan menjadi semakin rentan terhadap tantangan dari
otoritas pajak. Ke depannya, kemampuan perusahaan multinasional untuk secara
jelas menunjukkan nilai nyata yang diciptakan oleh masing-masing entitas dalam
rantai nilai global akan menjadi semakin penting, bahkan ketika menerapkan
pendekatan transfer pricing yang menggunakan konsep tested party
yang lebih sederhana. Analisis tidak boleh berhenti pada pengujian mekanis tested
party, tetapi juga harus mampu menjawab pertanyaan yang lebih luas mengenai
kewajaran alokasi laba keseluruhan dalam grup, didukung oleh bukti substansi
yang memadai.